"Orang yang resilien itu mengetahui bahwa dia adalah satu-satunya orang yang memiliki daya kuasa dan tanggung jawab untuk 'pasang badan' dalam menanggulangi masalah " (Marry Holloway).
Seorang sahabat saya, Direktur grup perusahaan besar dan terkemuka di Indonesia, suatu kali ngobrol dengan saya. Obrolan seputar atasan sahabat saya, yang baru saja melepaskan jabatannya sebagai CEO dan sekarang berposisi sebagai Komut (Chairman).
Saya tanya, "Menurutmu si bos itu kekuatan utamanya di mana, sehingga sekitar 10 tahun sukses membuat grup ini dobel di hampir segala aspek, revenue, profit, jumlah perusahaan dan jumlah karyawan?".
Pertanyaan masih saya tambah, "Di luar soal vision, courage, determinasi dan sebagainya yang dia sudah pasti di atas standar rata-rata CEO ".
Sohib saya menukas cepat, " Menurutku ada tiga aspek yang sangat kuat dan menonjol yang dia miliki: resilien, transparan, dan kekuatan humornya ".
Resilien. Dari bahasa Inggris 'resilient', suatu kombinasi ketahanan diri menghadapi segenap tekanan, bahkan ada gaya pegas dari ketahanan itu. Gampangnya, resilien itu suatu kemampuan bertahan, tak gampang patah, bahkan mampu melenting dengan kuat.
"Orang yang resilien itu mengetahui bahwa dia adalah satu-satunya orang yang memiliki daya kuasa dan tanggung jawab untuk 'pasang badan' dalam menanggulangi masalah", kata Marry Holloway.
Saya jadi ingat, suatu kala kami menghadapi masalah yang sangat 'bahaya' dan berskala masif. Saya ingat, dikala itu kolega yang lain sudah nyaris menyerah, sang big boss ini dengan mantap, pasang badan. Ia siap untuk menanggung risiko apapun atas keteguhan sikapnya.
Ujungnya, sikap yang diambilnya menyelamatkan perusahaan dari risiko buruk yang bahkan pemegang saham pun sempat mengkhawatirkannya.
Tampaknya bos ini, dalam konteks resilien, sangat menghayati filosofi Hellen Keller ini, "Meskipun dunia ini penuh dengan penderitaan, ia pun penuh dengan opsi untuk menanggulanginya". Juga filosofi dari Bernard Williams, "Manusia tak pernah menciptakan material (sepenting) resilien sebagai spirit kemanusiaan ".
Soal transparansi. Saya memang merasakan, ia tak pernah menujukkan indikasi 'menyimpan' sesuatu yang berkaitan dengan permasalahan yang dihadapi perusahaan. Bila terjadi suatu problem, atau gangguan terhadap bisnis perusahaan, ia akan menjelaskannya secara terbuka kepada Dewan Direksi dan staf-staf senior yang terkait.
Dan dari penjelasan itu, ia membuka diri untuk mendapat sejumlah usulan solusi atau pemikiran-pemikiran dari timnya. Dalam hal ini, ia benar-benar seorang pendengar yang baik, yang takzim. Kalau ia tak paham atas sesuatu yang disampaikan anggota tim, dengan santai ia akan bilang, "Sorry, saya enggak ngerti. Tolong dijelaskan ulang ".
"Kepercayaan akan tumbuh bila pemimpin transparan", kata Jack Welch. Dan sebaliknya,"Kurangnya transparansi menghasilkan ketidak-percayaan,
dan perasaan mendalam seputar ketidak-amanan", kata Dalai Lama.
Mengenai kebiasaan humornya, saya juga tahu persis si bos ini sangat menyadari, humor dan tertawa itu sangat berkorelasi dengan hidup yang sehat. Dan kesehatan bagi si boss adalah hal utama yang sangat ia perhatikan, sangat ia jaga dengan cermat dan disiplin.
"Kearifan hidup terletak pada penempatan segala sesuatu dalam humor yang baik dan sejumput garam", kata George Santayana. Humor itu sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia.
Humor itu ibarat oli pelumas hubungan. Bila dua orang yang berdialog dan kemudian kedua-duanya bisa tertawa lepas berderai-derai, bisa dipastikan, hubungan dua orang itu 'nyambung' dan terbuka satu sama lain. Dalam bahasa gaul, disinilah kita dapat melihat apakah 'chemistry' mereka itu cocok atau tidak.
Dalam realitanya, dalam rapat-rapat di level manajemen, si bos selalu punya bahan untuk membuat peserta rapat tertawa. Kadang ia 'menembak' anak buah yang masih boros dalam memakai kain celana, alias kedodoran, misalnya. "Hari gini kok masih butuh 2 meter kain buat celana". Di saat lain, ia keluarkan cerita-cerita lucu koleksinya. Suasana jadi ceria, jauh dari suasana tegang. Berpikirpun bisa menjadi lepas dan ringan.
"Humor adalah karunia-Nya paling hebat bagi kehidupan manusia", kata Mark Twain. Sementara kata Friedrich Durrentmart, "Humor adalah masker kearifan hidup".
*Penulis Buku