Bisnis.com, JAKARTA -- Memasuki era digitalisasi saatnya sektor perbankan harus bergerak lebih sigap dan berkolaborasi dengan fintech dan neo bank.
Dalam peluncuran buku "Digital Banking Revolution" karya Arwin Rasyid, tercantum buah refleksi tentang kondisi perbankan memasuki era 5G.
Transformasi ini penting mengingat perbankan adalah sektor jasa keuangan paling mapan dengan aset yang besar. Kemapanan dan struktur aset yang kuat dan besar ini membutuhkan adaptasi untuk bisa bersaing di era digital.
Sebagai informasi, Arwin Rasyid pernah menjabat sebagai CEO PT CIMB Niaga Tbk. Dalam buku yang dia tulis berjudul “Digital Banking Revolution”, alumnus Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia merangkum ada lima hal penting bagi sektor perbankan menghadapi era digital.
Arwin menulis ada 5 fokus utama mendorong digitalisasi perbankan. Pertama, sektor perbankan harus bersiap dan sigap dalam menyambut pergeseran dari 4G ke 5G.
Kedua, perbankan tidak bisa menolak keniscayaan dari transformasi digital. Ketiga, dengan mengadopsi pemikiran fintech dan neo bank, bisnis perbankan tidak bisa hanya bergantung pada pertumbuhan aset.
Keempat, perbankan harus membangun paradigma baru dalam merumuskan inovasi dan budaya pelayanan. Kelima, pentingnya perbankan membangun integrasi platform salah satunya langsung menyasar dagang-el.
Tigor M. Siahaan, selaku CEO PT Bank CIMB Niaga Tbk. membenarkan, perbankan yang masih menjadi seperti dinosaurus dalam industri keuangan, besar dan lamban, harus menjadi game changer dan clearing house. Langkah ini bisa ditempuh secara produktif dengan kolaborasi dengan fintech dan jasa neo bank.
“Toh saat ini masing-masing ada kekurangan dan kelebihannya,” ujar Tigor dalam peluncuran buku Arwin Rasyid, Jumat (14/8/2020).
CEO dan Co-Founder Investree Adrian Gunadi menambahkan pernyataan Arwin dalam buku Digital Bank Revolution sangat benar terutama terkait tingginya pertumbuhan pasar.
Penyebabnya, regulasi dan dukungan pertumbuhan nasabah menjadi pemicu. Apalagi konteks di Indonesia di mana fintech membidik generasi melek digital dengan usia di bawah 30 tahun.
“Perkembangan digital infrastruktur ini menjadi fundamental. Namun kalau kita bicara kompetisi, saat kondisi sekarang sepertinya masih jauh karena dengan market yang besar dan fragmented, kami lebih ingin kolaborasi ketimbang berkompetisi [dengan perbankan],” ujar Adrian.