Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

SANG TAIPAN: Profil Jan Koum, Pendiri WhatsApp yang Pernah Ditolak Facebook

Jan Koum dan rekannya Brian Acton meluncurkan aplikasi perpesanan WhatsApp pada 2009. Simak kisah Jan Koum, pendiri WhatsApp yang pernah Ditolak oleh Facebook saat masih muda.
Pendiri WhatsApp Jan Koum/newsbeezer.com
Pendiri WhatsApp Jan Koum/newsbeezer.com

Bisnis.com, JAKARTA - Dua tahun sebelum mendirikan layanan perpesanan WhatsApp, Jan Koum pernah melamar pekerjaan ke Facebook pada 2007 dan ditolak oleh perusahaan tersebut. Tujuh tahun kemudian, WhatsApp justru dibeli oleh raksasa media sosial itu seharga US$22 miliar.

Koum dan rekannya Brian Acton meluncurkan aplikasi perpesanan WhatsApp pada 2009. Setelah berada di bawah Facebook, Koum menjabat sebagai direktur selama 3,5 tahun sebelum kemudian meninggalkan perusahaan itu pada 2018. Menurut Bloomberg Billionaires Index, Kamis (19/8/2021), kekayaan Koum kini mencapai US$13,2 miliar, tumbuh US$1,18 juta sepanjang tahun ini.

Menilik latar belakangnya, Koum sama sekali tidak lahir dari keluarga kaya. Sebaliknya, dia adalah anak dari imigran yang lahir di sebuah perkampungan di Ukraina. Pada sebuah wawancara, dia menggambarkan lingkungan masa kecilnya yang kumuh sehingga sekolahnya tidak memiliki kamar mandi di dalam.

Ketika berusia 16 tahun, Koum dan ibunya berimigrasi ke Amerika Serikat, dimana dia kemudian memulai karir miliardernya di industri teknologi Paman Sam.

Koum belajar komputer di Universitas Negeri San Jose dan kemudian mulai bekerja untuk Ernst and Young sebagai penguji keamanan. Saat ditugaskan untuk Ernst and Young pada 1997, Koum bertemu dengan karyawan Yahoo, Brian Acton. Bersama Acton, kelak Koum membangun WhatsApp yang kini melejitkan kekayaannya.

Enam bulan setelah pertemuan itu, Acton membantunya mendapatkan pekerjaan keamanan di Yahoo. Keduanya menjadi rekan kerja di Yahoo selama sembilan tahun, sampai kemudian Koum naik menjadi manajer teknik infrastruktur.

Pada 2007, dia dan Acton sama-sama meninggalkan perusahaan dan menghabiskan beberapa waktu bepergian ke Amerika Selatan. Sekembalinya dari perjalanan itu, dua sekawan itu melamar ke Facebook. Ironisnya, mereka ditolak.

Koum merilis WhatsApp pada hari ulang tahunnya, 24 Februari 2009. Pada musim panas itu, dia dan Acton memutuskan untuk mengubah produk itu menjadi aplikasi perpesanan.

Dari sanalah kesuksesan WhatsApp dimulai. Dipengaruhi perjalanan mereka di Yahoo, Acton dan Koum memiliki filosofi produk yang serupa, yakni menghilangkan iklan yang menyebalkan. Koum dan Acton juga sangat memperhatikan privasi pengguna sejak awal.

WhatsApp dengan cepat mulai berkembang secara organik tanpa pemasaran, terutama di negara-negara berkembang yang sangat bergantung pada SMS.

Pada 2012, WhatsApp menarik perhatian Facebook. Mark Zuckerberg dan Koum kemudian banyak menghabiskan waktu bersama, sekadar minum kopi atau mendaki sembari membicarakan bisnis.

Pada Februari 2014, Zuckerberg mengundang Koum untuk makan malam dan mengajukan tawaran akuisisi. Setelah transaksi itu, saham Koum di WhatsApp bernilai US$6,8 miliar. Kekayaan bersihnya akan terus meningkat seiring dengan nilai saham Facebook.

Meski mendulang harta berlimpah, Koum tetap mempertahankan profil yang rendah sepanjang karirnya. Hanya beberapa bulan setelah WhatsApp dibeli, Koum melakukan sejumlah filantropi, diam-diam menyumbang US$ 556 juta ke Yayasan Komunitas Silicon Valley.

Dia juga menyumbangkan $1 juta kepada yayasan yang bertanggung jawab atas sistem operasi open-source FreeBSD. Koum mengklaim bahwa menjual WhatsApp ke Facebook hanya mengubah 10 persen dari hidupnya, dan bahwa dia masih tinggal di rumah yang sama dan memiliki teman yang sama. Salah satu dari sedikit kesenangan Koum adalah kecintaannya pada Porsche.

"Bagi saya, Porsche selalu mewakili lambang kesuksesan,” katanya pada 2016, dilansir Business Insider.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper