Bisnis.com, PALEMBANG - Daya tahan UMKM diuji oleh virus Covid-19. Pelaku usaha memutar otak, mencari penopang agar tak goyah. Digitalisasi pun menjadi titik terang untuk UMKM di Palembang beradaptasi di tengah pandemi.
Pregi Santosa Dasuan, 26 tahun, sempat merasa kehilangan arah karena ekspansi bisnis produk pempeknya gagal dihantam pandemi Covid-19. Padahal, ibarat buah, bisnis brand Pempek Belido miliknya sedang ranum.
“Produk pempek saya viral saat itu karena berhasil ikut pameran di Jerman. Saya pun semakin semangat berwirausaha,” katanya kepada Bisnis, Minggu (24/10/2021).
Sukses di Palembang, Pregi tancap gas dengan buka cabang di Kota Bandung. Tak disangka, pandemi Covid-19 datang dan langsung memberikan dampak buruk untuk bisnis pempek Pregi dan keseluruhan roda perekonomian di Indonesia.
Pregi bahkan mengaku sudah menyewa ruko serta membuka 2 cabang di Kota Bandung. Sayang, impiannya untuk berekspansi dan meraih cuan langsung pudar karena munculnya wabah virus Corona.
"Tiba-tiba ada pandemi dengan segala kebijakan pembatasan aktivitas masyarakat, terpaksa tutup toko,” imbuhnya.
Namun, Pregi pantang menyerah, pandemi tak menyurutkan semangatnya. Dia memilih untuk beradaptasi agar dapat mempertahankan bisnis. Caranya, beralih penuh ke pemasaran digital. Tanpa toko fisik, dia memutuskan berjualan online dari rumah.
Kegigihan Pregi menyelami digitalisasi itu dimulainya dengan masuk ke hampir semua marketplace. Dia pun tak hanya menjual pempek, tapi juga menambah produk minuman berupa sari lemon dan jahe merah bubuk. Kala itu, kedua minuman tersebut ramai diperbincangkan sebagai penguat imun tubuh.
“Saya melihat pandemi Covid-19 sebagai peluang, bukan lagi tantangan,” katanya.
Bagi Pregi, berjualan secara online juga perlu keahlian, terutama menyangkut penggunaan teknologi digital. Oleh karena itu, dia giat mengikuti berbagai kelas UMKM yang digelar secara daring untuk meningkatkan skala bisnisnya.
Apalagi, kata dia, berjualan online juga perlu strategi pemasaran yang tepat sehingga dapat bersaing dengan toko lainnya di marketplace. Dia menambahkan pelaku usaha pun perlu menyeleksi marketplace yang bisa memberikan banyak keuntungan dan manfaat untuk mitra penjual.
Setelah mencoba beberapa marketplace, Pregi memantapkan hati untuk menjadi mitra Tokopedia. Selama 10 bulan berjualan di marketplace besutan William Tanuwijaya dan Leontinus Alpha itu, Pregi merasa bisnisnya tumbuh secara signifikan. Meski dia harus banting setir dari mulanya menjual pempek, kini Pregi menjajakan produk bayi dan anak.
Keberhasilan lapak Pregi di Tokopedia lewat toko "Sapo Mayoe Grup" itu terlihat dari level diamond 1. Dalam ekosistem Tokopedia, mitra yang mendapat level tersebut menandakan bahwa toko tersebut memiliki reputasi yang baik dari pembeli.
“Tidak mudah mendapatkan level tersebut. Bahkan, ada yang sampai bertahun-tahun [baru dapat level diamond],” katanya.
Bermula dari omzet sekitar Rp5 juta per bulan. Berkat keuletannya, kini dia mampu meraup pendapatan hingga Rp60 juta per bulan.
Pregi mengaku terdapat sejumlah yang diterapkannya hingga unggul di loka pasar. Kunci utamanya adalah optimalisasi toko. Mulai dari yang sederhana, seperti tampilan foto produk, deskripsi produk hingga beriklan di marketplace tersebut.
“Kita harus rajin mengulik program dan fitur yang ditawarkan marketplace kepada penjual, karena bagi saya itu efektif mendongkrak penjualan,” katanya.
Di Tokopedia, Pregi rutin mengikuti program kampanye Waktu Indonesia Belanja (WIB), beriklan hingga mendaftar keanggotaan Power Merchant sehingga lebih mudah mengelola toko.
Dia menilai aksi korporasi perusahaan digital pun dapat berdampak positif bagi UMKM. Seperti, kolaborasi yang dilakukan Tokopedia bersama Gojek yang menghadirkan ekosistem digital GoTo.
“Aksi itu ternyata bermanfaat buat pelaku usaha maupun pembeli karena mendapat kemudahan. Mulai dari pembayaran hingga pengiriman yang lebih cepat,” katanya.
Senada dengan Pregi, Ayub Antonius, pemilik toko online Pabrik Kerupuk Palembang mendulang cuan setelah masuk ke loka pasar Tokopedia. Sejumlah strategi dilakukan untuk meningkatkan penjualan.
“Saya menghadirkan lebih banyak varian kerupuk, membuat promo, hingga aktif mengikuti kampanye di Tokopedia,” kata dia.
Dengan bermodalkan hanya Rp200.000 saat membuka toko di Tokopedia, kini Ayub telah mendulang omzet hingga Rp100 juta per bulan.
Pregi Santosa Dasuan (26 tahun) memaksimalkan marketplace Tokopedia untuk menjual perlengkapan bayi dan anak/Bisnis.com
UMKM Palembang Mampu Beradaptasi
Kemampuan pelaku UMKM di Palembang untuk beradaptasi lewat digitalisasi bisnisnya dinilai cukup besar. Kepala Perwakilan Bank Indonesia Sumatra Selatan Hari Widodo mengatakan bahwa mayoritas pelaku UMKM di daerah itu sudah mengadopsi praktik digital dalam kegiatan bisnis mereka.
“Memang tidak semua, tetapi sebagian besar sudah [digitalisasi], baik itu dari sisi pembayaran maupun pemasaran,” katanya.
Klaim bank sentral tersebut tercermin dari capaian akuisisi merchant Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) di Sumsel mencapai 295.000 dari target 344.000 hingga akhir tahun ini.
Dari capaian merchant yang menggunakan pembayaran digital itu, kata Hari, 95 persen merupakan UMKM.
“Artinya UMKM sudah memanfaatkan digitalisasi dalam proses bisnisnya,” kata Hari.
Menurut Hari, pembayaran digital merupakan satu dari sejumlah penanda digitalisasi UMKM. Pilihan lainnya adalah onboard di platform marketplace.
Apalagi, riset World Bank menyebut, sekitar 80 persen UMKM yang terhubung ke dalam ekosistem digital memiliki daya tahan lebih baik pada masa pandemi Covid-19.