Bisnis.com, JAKARTA - Cinema XXI kini menjadi sorotan. Usai PT Nusantara Sejahtera Raya, operator jaringan bioskop terbesar di Indonesia tersebut dikabarkan tengah mempertimbangkan rencana Initial Public Offering (IPO) di Bursa Efek Indonesia (BEI) yang kemungkinan akan berlangsung pada tahun depan.
Melansir dari Bloomberg, Jumat (2/12/2022), lewat penjualan saham IPO perusahaan yang dikenal dengan nama 21Cineplex tersebut berpotensi meraih dana sekitar USD500 juta sampai USD1,1 miliar atau setara Rp17,17 triliun.
Dengan perkembangannya yang pesat, memang Cinema XXI telah memiliki 1.216 layar di 226 bioskop di seluruh Indonesia. Bahkan, perusahaan ini bertujuan menambah menjadi 2.000 layar dalam lima tahun kedepan.
Lantas, siapa sebenarnya sosok dibalik keberhasilan Cinema XXI ini? Berikut ulasan Bisnis selengkapnya.
Nusantara Sejahtera Raya yang beroperasi sebagai Cineplex 21 Group adalah sebuah jaringan bioskop di Indonesia, dengan empat merek terpisah, yakni Cinema XXI, The Premiere, Cinema 21, dan IMAX untuk target pasar berbeda.
Adapun, Cineplex sendiri didirikan oleh Sudwikatmono yang bekerja sama dengan Benny Suherman dan Harris Lesmana pada 21 Agustus 1987.
Baca Juga
Melansir dari The Washington Post, Sudwikatmono sendiri memiliki hubungan erat dengan Presiden Soeharto sebagai seorang sepupu, di mana ayah Soeharto, Kertosudiro memiliki saudara wanita yang menikahi ayah Dwi, Rawi Prawirodiharjo.
Terlepas dari itu, rupanya saat beranjak dewasa, Sudwikatmono atau biasa disebut dengan Dwi pernah bercita-cita menjadi tentara. Demi mengejar cita-citanya tersebut, dia bahkan rela meninggalkan bangku kuliah di Universitas Gadjah Mada.
Hal itu diketahui dari selebaran riwayat hidup Dwi yang dibagikan keluarga di rumah duka. Dwi sempat lulus seleksi penerimaan calon Kadet TNI Angkatan Laut, namun orang tua tak mengizinkannya menjadi tentara.
Gagal jadi tentara, Dwi pun memilih buat jadi juru tulis di sebuah perusahaan shipping. Dari situlah, karier profesional Sudwikatmono makin cemerlang.
Pada 1960 pindah ke PN Jaya Bhakti yang bergerak di bidang perdagangan dan ekspor-impor, dan Dwi ditempatkan dalam posisi yang menangani bisnis tersebut.
Selama masa itulah, berbagai perusahaan besar berhasil dipimpin oleh Sudwikatmono, mulai dari PT Indocement Prakarsa Tbk, PT Indofood Sukses Makmur Tbk, PT Bogasari Flour Mills, dan Indika Group. Indika Group sendiri kini dipimpin oleh putra satu-satunya, Agus Lasmono.
Untuk bisnis perfilman, diketahui Dwi mulai merintis pada tahun 1970-an, dengan memulai produksi film serta mengimpor film Mandarin bekerjsama dengan dua bersaudara Bambang Soetrisno dan Benny Suherman.
Secara singkat, perusahaan dari hulu ke hilir yang banyak tersebut berhasil memonopoli perfilman di Indonesia secara vertikal. Oleh karena itu, Sudwikatmono kemudian dikenal sebagai "raja sinepleks" nasional.
Sayangnya, pasca krisis ekonomi 1997-1998, berbagai kerajaan bisnis Dwi diterjang hutang yang besar.
Alhasil, melansir dari Variety 500, Dwi kemudian menyerahkan banyak asetnya dan menjual sahamnya kepada pihak lain, seperti yang dirinya lakukan pada bisnis utamanya di bidang perfilman dan bioskop kepada Benny Suherman dan Harris Lesmana.
Bisnis-bisnis yang dikelola oleh Sudwikatmono jadi landasan kuat untuk sang anak-anaknya untuk mengikuti jejak kesuksesan ayahnya. Terbukti, putranya Agus Lasmono masuk dalam daftar orang terkaya di Indonesia yang kini jadi pemilik NET TV.