Bisnis.com, JAKARTA - Profil Djoko Susanto, pemilik Alfamart belakangan ini selalu menjadi sorotan publik usai viralnya beberapa kejadian. Misal, soal drama pencurian cokelat sampai yang terbaru terkait beredarnya video pegawai Alfamart yang menangis meminta maaf karena tidak memberi salam ke pelanggan.
Sebagai bos dari jaringan ritel yang tersebar di berbagai wilayah hingga pelosok Indonesia, publik kerap menilai Djoko Susanto adalah seorang yang sigap dan bijak dalam menangani berbagai permasalahan, utamanya menyangkut karyawan dan konsumen.
Dia sendiri masuk dalam daftar orang terkaya ke-10 di Indonesia. Forbes mencatat harta kekayaannya per 2023 mencapai US$4,1 miliar atau setara Rp61,3 triliun.
Lantas, seperti apa sosok Djoko Susanto? Berikut ulasan Bisnis selengkapnya.
Profil Djoko Susanto
Djoko Susanto lahir pada 9 Februari di Jakarta. Terlahir dari sebuah keluarga pedagang warung kelontong pada tahun 1950.
“Saya ingat sekali, pada 6 April 1966 itu ketika saya akan menginjak SMA kelas 1 itu,Chinese School harus ditutup, jadi sangat sedih tidak melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi,” ungkapnya dilansir dari Momentum Talk dalam seri 'Kerja Keras, Intuisi dan Fokus Djoko Susanto', Kamis (26/1/2023).
Baca Juga
Djoko yang sudah putus sekolah hingga kelas 1 SMA, akhirnya harus bekerja di transmitter radio atau biasa disebut pemancar sembari membantu orang tua demi keberlangsungan hidup mereka. Hingga akhirnya, pada tahun 1969 dia diminta untuk melanjutkan bisnis warung milik orang tuanya.
Dari mengelola toko kelontong milik keluarga di kawasan Petojo, Jakarta Pusat pada 1967. Kemudian membangun warung kelontong sendiri bernama Sumber Bahagia, di sana dia mengisi stok barang dagangan dengan menjual berbagai macam bahan-bahan pokok dan menambahkan rokok ke dalam daftar produk yang dijual baik itu secara eceran maupun grosiran.
Pedagang Rokok dengan Omzet Terbesar di Dunia
Dia mengakui, dengan menjual rokok kretek yang dari berbagai merek. usahanya dengan cepat tumbuh berkembang. Puncaknya, pada tahun 1970, 1975 hingga 1980 bisa dikatakan bisnis grosir rokoknya laris manis, penjualan sangat cepat dan marginnya pun lumayan besar. Bahkan toko grosir rokoknya dikenal hingga ke Medan dan luar pulau Jawa.
“Jadi, dulu saya itu dikenal bahkan dengan teman lama yaitu sebutannya Koh A Kwie. Kala itu, saya punya omzet bisa dikatakan terbesar di dunia, ya karena kretek hanya ada di Indonesia kan,” jelasnya.
Sempat Tidak Percaya Diri
Berkat kepiawaiannya dalam berdagang rokok, serta kredibilitas yang mampu dipertahankan hingga bertahun-tahun membawanya bertemu dengan Putera Sampoerna sembari membuka jalan untuk dia terjun ke dalam bisnis retail.
“Tahun 1990, dia mengajak saya. Kamu mau jadi Direktur HM Sampoerna dan Presiden Direktur PT Panamas ya? Nah, waktu itu saya sempat menolak. Karena, saya merasa hanya lulusan SMP,” katanya.
Meski begitu, nyatanya taipan rokok Putera Sampoerna tetap tertarik dengan kemampuan berdagangnya. Saat itu, Putera Sampoena hanya berharap kepada Djoko untuk bisa memperluas jaringan distribusi rokok.
Sebagai informasi, PT Panamas adalah perusahaan yang dimiliki oleh HM Sampoerna untuk menjalankan distribusi produk-produk dan memegang kendali strategi distribusi dan field marketing untuk seluruh wilayah Indonesia.
Maka, ajakan membangun ritel ini disambut antusias oleh Djoko.
“Kala itu, saya cuma 2 menit langsung mengiyakan dan memutuskan bergabung. Lalu, dalam 2 hari saya menyelesaikan semua utang piutang, stok barang, inventaris, terus saya kasih ke Pak Putera Sampoerna, saya bilang ‘Pak ini modal saya sekian’,” ujarnya.
Tak butuh waktu lama dia bersama Putera mendirikan Alfa Toko Gudang Rabat (Alfa TGR), jaringan ritel berformat grosir. Toko pertama dibuka di gudang milik Sampoerna di Jalan Lodan, Jakarta Pusat pada tanggal 27 Agustus 1989.
Pertumbuhan minimarket yang fantastis ini tak lepas dari peran Putera Sampoerna, setelah sia memutuskan bergabung dengan Alfa Minimarket yang saat itu memiliki 141 gerai. PT HM Sampoerna mengambil saham 70 persen dan sisanya diambil Djoko Susanto.
Namun pada 2005, kerja sama antara Djoko Susanto dan Putera Sampoerna berhenti karena adanya pergeseran kepemilikan saham.
Singkat cerita, Djoko pun memisahkan bisnisnya dengan HM Samporena, meski begitu tapi ketajaman intuisi dalam membaca peluang pasar seakan tak hilang. Buktinya sebelum menjual sebagian besar saham Alfa TGR ke Carrefour Indonesia, Djoko telah mempersiapkan Alfamidi, pelopor ritel dengan konsep medium market di Indonesia.
Dia pun membuka usaha lainnya yaitu, Alfamidi dan turut bekerja sama membuka Lawson serta melakukan re-branding terhadap Alfaexpress dengan konsep convenience store yang lebih ke food to go. Tahun 2013 Alfa Group membuka ritel health & beauty.
Mengutip dari Forbes, kini Alfamart yang berada di bawah naungan PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk telah berada di bawah pengawasan kedua anak Djoko yakni Feny Djoko Susanto sebagai Presiden Komisaris, dan Budi Djoko Susanto sebagai Komisaris dan memiliki lebih dari 18.000 toko di seluruh Indonesia.
Selain bisnis supermarket, Djoko Susanto masih memiliki lini bisnis lainnya, satu di antaranya properti. Divisi propertinya, Alfaland juga mengoperasikan Omega Hotel Management di seluruh Indonesia. Tak hanya itu, Djoko Susanto juga mendirikan Universitas Bunda Mulia di Jakarta pada 2003.