Bisnis.com, JAKARTA - Bisnis yang dimulai dari hati tentu memiliki efek yang lebih hebat dibandingkan jika berbisnis hanya untuk mendapatkan keuntungan semata. Hal ini telah dibuktikan oleh seorang wanita bernama Kezia Nevi yang sukses menjalankan bisnis yang bermula dari hobi dan passion.
Wanita kelahiran 1977 ini sempat mengawali bisnisnya dengan menjadi pengusaha furnitur ketika dirinya pulang ke Indonesia dan menikah setelah menyelesaikan pendidikannya di University of California, Santa Barbara pada tahun 2000.
Namun, bisnis ini terpaksa harus gulung tikar setelah dirinya memutuskan bercerai dengan sang suami. Apalagi menjalankan bisnis furnitur bukanlah kesenangannya. Namun hidup terus berjalan, dia pun mencoba peruntungan dengan berbisnis di bidang fashion yaitu jual beli tas branded.
Kezia yang memang hobi traveling dan shopping ini sering mendapatkan titipan dari temannya untuk membelikan tas saat berlibur ke luar negeri.
"Karena banyak yang nitip maka saya menjadikan ini sebagai bisnis. Sambil traveling dan shopping bisa sekalian berbisnis," ujarnya. Apalagi harga tas yang dibeli di luar negeri bisa jauh lebih murah dibandingkan di Indonesia.
Banting setir bisnis cerutu
Namun, pandemi yang terjadi sejak 2020 lalu membuat bisnis ini sempat terkendala. Beruntung pada saat itu, Kezia sudah mencoba untuk memproduksi cigar atau cerutu yang kemudian menjadi penyelamat dan bisnisnya justru berkembang pesat hingga saat ini.
Baca Juga
Memang selama ini cerutu atau sigar identik dengan kaum adam. Namun di tangan Kezia, lentingan sigar ini diracik dengan hati dan diberi sentuhan pribadi hingga menghasilkan cita rasa dan aroma khas nan seksi yang berhasil menembus pasar luar negeri.
Ya, dalam mengembangkan bisnis sigar ini, Kezia tidak hanya sekedar ingin mencari cuan. Namun dia ingin membawa nama Indonesia hingga ke mancanegara. Karena itulah ketika Kezia memutuskan untuk meluncurkan brand K-Boutique Cigars sejak Agustus 2020 lalu, dia sangat serius. Bahkan wanita berusia 45 tahun ini langsung menggandeng rekannya untuk membangun pabrikan sendiri yang berlokasi di Jember, Jawa Timur.
Sebelum fokus mengembangkan mereknya sendiri, Kezia memang telah mencoba berbagai jenis sigar termasuk mempelajari seluk beluk sigar dari berbagai Negara termasuk Indonesia. Namun ada satu hal yang membuatnya tergerak, yaitu ketika mencoba sigar produksi lokal, Kezia tidak menemukan rasa yang pas dan nikmat seperti sigar impor.
Padahal, Indonesia merupakan salah satu negara penghasil tembakau terbesar di dunia dengan kualitas yang juga sangat diperhitungkan. “Dari situ saya mulai belajar membuat dan meracik sigar dari tembaku pilihan, sebatas untuk diri saya sendiri dan teman dekat sebagai bagian dari lifestyle, tidak ada kepikiran untuk dijual,” ujarnya.
Nyatanya, cigar yang dia produksi sangat disukai oleh teman-temannya. Mereka pun berulang kali menyarankan agar Kezia mengembangkan brand cigar sendiri. Apalagi dia sudah aktif membuat sigar selama 3 tahun dengan jumlah mencapai 10.000an yang semuanya hanya disimpan untuk dipakai sesekali.
“Rupanya sigar yang sudah 2 hingga 3 tahun saya simpan itu, menghasilkan cita rasa yang kompleks dan premium. Sebab, antara batang tengah dan ujungnya itu memiliki rasa yang berbeda . Makin lama disimpan rasanya akan lebih enak,” jelasnya.
Benar saja, kehadiran K-Cigar berhasil menggebrak pasar sigar di Indonesia. Kezia pun tak segan-segan membuat berbagai event untuk mengekspos dan mempromosikan cigar produksinya kepada para customer dan jaringan pertemannya.
Dari situ mulai banyak orang yang mengenal K-Cigar sebagai salah satu brand sigar premium dari Indonesia yang memiliki cita rasa nikmat dan kompleks karena adanya proses aging yang cukup lama.
Sebab, menurutnya sigar hampir sama seperti wine yang makin lama disimpan aroma dan rasanya akan lebih nikmat. “Cigar its about taste. Tidak ada cigar yang tidak enak, hanya cocok-cocokan saja. Dan beruntungnya cigar saya bisa diterima banyak orang,” tuturnya.
Dalam mengembangkan bisnisnya, Kezia juga menggandeng para petani untuk menanam tembakau, serta para pelaku UMKM untuk memproduksi boks premium dari K-Cigar. Karena itulah dia merasa dengan makin membesarnya bisnis ini, maka akan memiliki multiplier efek yang bisa memberi dampak positif bagi para petani dan pelaku UMKM.
Di samping itu, ketika K-Cigar mampu menembus pasar internasional, Kezia merasa bisa membawa nama Indonesia di pasar luar negeri bahwa cigar made in Indonesia memiliki cita rasa yang premium. Karena itulah, saat ini Kezia cukup serius menggarap pasar luar negeri terutama di pasar Eropa dan Amerika yang memang konsumsi cerutunya terbilang cukup tinggi.
“Saya ingin K-cigar ini bisa menjadi leader untuk Indonesian cigar. Bahwa Indonesia tidak hanya mampu mengekspor raw material tetapi juga memiliki cigar yang bagus dan premium, dan K-Cigar bisa menjadi top of mind,” tuturnya.
Berbisnis di Dunia Pria
Kezia mengakui sebagai perempuan yang berkecimpung di dalam dunia bisnis yang identik dengan kaum adam ini memang tidak mudah. Apalagi akan ada pikiran-pikiran negatif mengenai hal tersebut. Beruntung sejauh ini dia tidak pernah mengalami kendala yang berarti.
Bahkan, Kezia justru diuntungkan dalam hal ini sebab banyak pihak yang memberikan dukungan kepadanya dengan membuka jaringan atau networking agar brand K-Cigar makin dikenal secara lebih luas.
“So far saya justru merasa sangat di-support dan mendapat special treatment. Mereka semua benar-benar respek pada saya, tidak ada yang look down of me. Sebab mereka tahu bahwa ini passion saya dan memang saya bersungguh-sungguh,” ucapnya.
Selain itu, dalam mengembangkan bisnisnya, wanita yang hobi shopping dan traveling ini sangat mengedepankan sentuhan personal kepada para klien atau customer-nya sehingga mereka merasa dihargai dan tidak hanya sekedar dijadikan customer tetapi menjadi seperti teman.
Sentuhan personal dan dari hati yang dilakukan oleh Kezia membuat banyak customer yang ikut mempromosikan K-Cigar, serta memperkenalkan Kezia kepada rekan-rekan mereka sehingga bisnisnya pun terus melesat.
Di samping itu, hal yang terus dipertahankan oleh Kezia adalah kualitas produk. Karena itulah meskipun permintaan cukup besar tetapi jika cerutu yang sudah diproduksi belum cukup aging maka dia tidak akan menjualnya.
“Cigar yang saya jual saat ini adalah yang sudah diproduksi 2 sampai 3 tahun lalu. Tidak bisa cigar yang baru diproduksi langsung dijual karena rasanya pasti tidak akan sama,” ucapnya.
Karena itulah dia terus memproduksi dan memastikan bahwa produknya mampu memenuhi kebutuhan pasar. Setidaknya dalam satu bulan, K-Cigar memproduksi sekitar 5.000 batang sedangkan permintaan per bulan rata-rata sekitar 1000 hingga 2.000 batang, bahkan bisa lebih terutama pada momen-momen tertentu seperti tahun baru yang permintaan bisa dua kali lipat.
Adapun harga rata-rata per batang sekitar Rp150.000 hingga Rp500.000 tergantung kualitas. “Dalam waktu dekat saya akan meluncurkan limited edition yang sudah saya simpan hampir 5 tahun dan stoknya hanya ada 3.000 batang atau 300 boks,”ujarnya.