Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kisah Andi Wijaya, Bekal Kenal dengan Pemenang Nobel Bangun Fasilitas Stem Cell Prodia

Kisah Andi Wijaya di balik berdirinya fasilitas penelitian Prodia StemCell Indonesia (ProSTEM)
Andi Wijaya adalah pendiri sekaligus Komisaris Utama ProSTEM
Andi Wijaya adalah pendiri sekaligus Komisaris Utama ProSTEM

Bisnis.com, JAKARTA — PT Prodia Widyahusada Tbk. (PRDA) melalui anak usahanya PT Prodia StemCell Indonesia (ProSTEM) baru saja meresmikan gedung fasilitas penelitian terbarunya di Jakarta.

ACT-PLab ini akan memainkan peran penting dalam terapi regeneratif yang menjadi harapan besar dalam pengobatan penyakit-penyakit yang sulit diobati secara konvensional. 

Harapannya, hasil produksi dari laboratorium tersebut dapat memberikan kontribusi dalam reformasi kesehatan terutama dibidang teknologi pengobatan regeneratif untuk pasien dengan berbagai kondisi medis, seperti penyakit degeneratif seperti jantung, diabetes, stroke, osteoartritis dan gangguan lainnya. 

Terapi sel yang dilakukan melibatkan penggunaan sel- sel hidup untuk mengatasi sel-sel yang rusak atau gangguan dalam tubuh manusia.

Di balik hadirnya teknologi terbaru di bidang kesehatan tersebut tidak lepas dari peran sosok Andi Wijaya, sebagai pendiri sekaligus Komisaris Utama ProSTEM.

Pria kelahiran 2 Juli 1936 itu mengawali merupakan lulusan Institute Teknologi Bandung jurusan Farmasi, pada 1963. Tak langsung terjun ke dunia bisnis kesehatan, dia awalnya mengajar Kimia Klinik di Universitas Atmajaya. 

Setelah itu, dia bersama sejumlah temannya membuka laboratorium klinik. Pada 1975, mereka masing-masing berempat menyetor uang Rp45.000 untuk mengontrak ruangan di Pasar Nongko, Solo. 

Selama dua tahun buka, pada 1975, Andi membuka cabang laboratorium klinik Prodia di Jakarta, di garasi Apotek Titi Murni di Salemba. 

Kisah membangun ProSTEM

Pada awal 2000-an, sekitar 2001 ada pertemuan yang luar biasa yg dihadiri oleh 4 pemenang nobel di Houston, Texas AS. Karena saat itu Andi mengambil jenjang pendidikan S3 di Texas, dia akhirnya kenal dengan salah satu pemenang nobel yang juga menjadi penyelenggara acara tersebut

"Saya ditelpon untuk menghadiri pertemuan itu, membahas next generation medicine, yaitu pemeriksaan secara genomik, regenerative medicine, dan digital medicine. Sebagai dosen di perguruan tinggi, saya mencoba mencari literatur apa itu regenerative medicine pada awal 2000an itu, tidak banyak yg menulis. Jadi saya mencari dan belajar di University of California, San Francisco [UCSF], ada bareng dengan Shinya Yamanaka yang dapat hadiah nobel tentang iPS cell pada 2012," jelasnya.

Sepulang ke Indonesia, Andi diangkat menjadi ketua program studi biomedik di Universitas Hasanuddin di Makassar selama 8 tahun. Di sana, dia mulai meneliti sel-sel yang berkaitan dengan stem cell. Dalam proyeknya, dia juga dibantu teman dari Singapura.

"Karena saya banyak meneliti tentang stem cell, Pak Farid Menteri Kesehatan zaman pak Habibie memanggil saya untuk bentuk konsorsium stem cell dari akademisi, bisnis, clinical, dan government [ABCG], supaya stem cell bisa didirikan di negeri sendiri," katanya.

Selanjutnya, dia terus melakukan penelitian dan mengembangkan ProSTEM mulai 11 Desember 2013. Kendati belum mulai menghasilkan dan kadang kala pemegang saham menanyakan alasan membangun Stem Cell dan kapan bisa menambah penghasilan Prodia, Andi mengatakan pendapatan belum jadi prioritas dalam pembangunan ini

"Masalah uang belakangan, tapi kita misinya menyelamatkan nyawa dengan pengobatan atau terapi regeneratif. Akhirnya diresmikan ProSTEM pada 11-12-13 [11 Desember 2013]," ujarnya.

Hampir Diamputasi

Adapun, meski masih melakukan uji klinis, Andi Wijaya juga menjadi salah satu pasien yang mendapatkan manfaat dari pengobatan tersebut.

Dia menceritakan, di usianya kini 87 tahun, dia menderita Diabetes Neuropati, yang sampai saat ini belum ada obatnya. Menderita penyakit tersebut selama puluhan tahun dia tak pernah ada keluhan. Namun suatu hari karena menggunakan kaos kaki terlalu lama, membuat kakinya terluka.

"Saat luka itu saya masih di luar negeri, dan lukanya tidak bisa diobati. Tapi saya tahan tidak dirawat di rumah sakit karena takut malah tidak bisa pulang, atau pulang tanpa kaki. Setelah pulang saya mikir diobati pakai apa, semua memberikan pilihan sama yaitu diamputasi. Tapi saya kemudian belajar wound healing [penyembuhan luka] pakai Stem Cell itu, saya coba suntikkan dan hasilnya sekarang sudah beres, mulus karena pengobatan ini, makanya inilah pengobatan yang bisa menyelamatkan nyawa."

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper