Bisnis.com, JAKARTA -- Konglomerat Edwin Soeryadjaya diketahui kembali menambah "tabungan" saham pada perusahaan miliknya, Saratoga (SRTG).
Jelang Pemilu 2024 kemarin, berdasarkan keterbukaan informasi di laman Bursa Efek Indonesia (BEI), Edwin Soeryadjaya selaku pengendali sekaligus presiden komisaris perseroan terpantau memborong saham SRTG pada tanggal 5 Februari hingga 13 Februari 2024.
Dia juga menambah kepemilikan sahamnya di PT Saratoga Investama Sedaya Tbk. (SRTG) dengan total transaksi mencapai Rp309,92 miliar atau sebanyak 211,84 juta saham pada 20 November 2023.
Setelah transaksi tersebut, Edwin kini memegang saham SRTG secara langsung sebanyak 4,73 miliar saham atau 34,90 persen dan tidak langsung sejumlah 2,22 miliar saham atau 16,41 persen.
Sebelumnya, Edwin juga kerap melakukan penambahan jumlah kepemilikan saham meskipun perusahaannya tengah merugi, seperti yang dilakukannya pada Agustus 2023 lalu sebanyak 5,1 juta saham atau Rp8,03 miliar.
Lantas siapa sebenarnya Edwin Soeryadjaya hingga begitu rajin membeli saham SRTG?
Baca Juga
Nama Edwin Soeryadjaya pasti sudah tidak asing di kalangan pebisnis, dia merupakan putra mendiang William Soeryadjaya, pendiri Astra International.
Dia lahir pada 17 Juli 1949, dan memiliki nama Tionghoa Tjia Han Pun. Mengikuti jejak sang ayah, Edwin menempuh pendidikan tingginya di bidang bisnis di University of Southern California (USC) serta meraih gelar Bachelor of Business Administration pada 1974.
Setelah menempuh pendidikan di luar negeri, dia kemudian bergabung dengan perusahaan sang ayah, PT Astra International yang didirikan pada 1978.
Kariernya kemudian berkembang pesat hingga didapuk untuk melakukan restrukturisasi keuangan Astra pada 1988. Kemudian, di bawah kepemimpinannya, dia juga mengantarkan Astra melantai di Bursa Efek Indonesia pada 1990, serta menjadi IPO Terbesar kala itu.
Namun, dia merasa kesuksesan perusahaan sang ayah itu adalah hasil kerja keras sang ayah sendiri. Dia bahkan mengaku bahwa dia tidak merasa menyatu dengan manajemen Astra dan ingin mengembangkan perusahaan itu dengan cara lain.
Di tengah cemerlangnya kondisi perusahaan setelah IPO, Astra kemudian melebarkan sayap ke bidang perbankan dan membentuk Bank Summa. Namun, tak bertahan lama, ban itu harus terkena likuidasi.
Sang ayah, William, menjual sahamnya di Astra pada 1992 untuk menyelamatkan Bank Summa hingga akibatnya kekayaannya musnah.
Edwin yang kala itu masih menjabat sebagai Vice President Astra harus mundur dan meninggalkan Astra pada 1993.
Dalam kondisi ini, Edwin membantu membangun kembali kekayaan keluarga, bersama Sandiaga Uno mendirikan Saratoga Capital, sebuah perusahaan investasi yang kemudian berubah nama menjadi Saratoga Investama Sedaya yang didirikannya pada 1997.
Kini di perusahaan itu dia menduduki posisi sebagai Presiden Komisaris dan putranya, Michael, kini menjadi Presiden Direktur di perusahaan tersebut.
Saat ini, melalui firma ekuitas swastanya Saratoga Capital, dia adalah pemegang saham besar di perusahaan tambang batubara Adaro Energy.
Dia juga memiliki saham di perusahaan menara seluler Tower Bersama Infrastructure dan membeli Mandala Airlines pada 2011 dengan rekannya Sandiaga Uno.
Edwin juga menduduki posisi sebagai Presiden Komisaris PT Adaro Energy Tbk. (batubara & energi), PT Tower Bersama Infrastructure Tbk. (menara telekomunikasi), PT Mitra Pinasthika Mustika Tbk. (otomotif konsumen) dan PT Merdeka Copper Gold Tbk. (pertambangan emas dan tembaga). Beliau juga menjabat sebagai Ketua (Non-Eksekutif) di Interra Resources Limited (minyak dan gas).
Adapun, menurut Forbes, kekayaannya kini mencapai US$1,8 miliar atau setara dengan Rp28,04 triliun. Dengan jumlah kekayaan tersebut, dia menduduki peringkat ke-29 dalam daftar 50 orang terkaya di Indonesia.