Bisnis.com, JAKARTA - Tingginya animo masyarakat untuk mendaki, menimbulkan celah bagi pendaki muda untuk memulai jasa porter. Sebenarnya usaha porter ini memang sudah banyak dilakukan oleh para pelaku jasa open trip, tetapi juga bisa dilakukan perseorangan.
Divi (25) pemuda asal Kabupaten Bogor yang memiliki hobi naik gunung sejak 2018, mulanya melihat warga lokal mengangkut barang para pendaki pemula di Gunung Gede Pangrango. Divi melihat hal tersebut layaknya peluang usaha segar. Menurut Divi, tren pendakian saat ini adalah 'fomo' atau ikut-ikutan.
“Saya melihat banyaknya pendakian yang terjadi adalah karena keinginan meniru konten-konten artis dan youtuber membuat vlog atau mendokumentasikan pendakiannya. Hal ini bukan jadi persoalan karena menyebabkan para pemula ini membutuhkan jasa porter atau guide,” tutur Divi.
Sampai sekarang pemuda asal Cibinong ini masih bergerak sendiri dalam menjalani usaha porter/guide. Divi masih eksis di kalangan porter dengan sering membantu teman, maupun sanak keluarga. Kerap kali dirinya menawarkan jasa open trip khusus Gunung Gede Pangrango, agar customer tinggal terima beres.
“Jasa yang saya tawarkan adalah paket, dan ini sudah termasuk dengan logistic, registrasi simaksi, penginapan, dan parkir per orang yaitu Rp200.000. Sementara untuk jasa porter kisaran Rp300.000,- untuk 1 kelompok kecil pendakian yang berisikan 2-4 orang,” pungkas Divi.
Biaya yang dikeluarkan tersebut sudah termasuk dengan manajemen resiko cidera yang dilakukan DIvi kepada customer. Pengarahan serta instruksi diberikan sebelum dilakukannya pendakian agar tidak terjadi cedera yang cukup fatal.
Baca Juga
“Biasanya dikasih tau perihal titik track mana yang ketika hujan akan jadi medan perang, lalu bagaimana harus bersikap ketika hujan deras, sejauh itu hal-hal seperti ini yang disosialisasikan,” ucap Divi.
Modal yang dikeluarkan Divi sejauh ini amat sangat terjangkau, dan itu hanyalah alat pendakian biasa. Tas carier bermuatan besar ataupun tenda dengan kapasitas 6 orang. Alat-alat ini juga bisa disewanya dengan harga murah dari temannya. Menjadikan profesi porter ini semakin ramah bagi kantong anak muda yang memang hobi dengan olahraga jenis pendakian.
Hal serupa juga dilakukan Agung (19), seorang siswa SMK yang pertama kali menjadi seorang porter logistik saat pendakian Gunung Ciremay. Kegiatan Porter ini dilakukannya karena merasa mampu secara fisik untuk menanggung beban bawaan.
Sebagai seorang pendaki, Agung telah menaklukkan puncak-puncak Gunung Jawa Barat dan Jawa Tengah. Pengalaman itu yang menjadikan kredibilitas positif dirinya sebagai porter, dan sukses melayani 4 kelompok pendaki pemula.
Bagi Agung, profesi porter ini dilakoninya dengan senang hati, kegiatan ini juga menjadikan sisi sosialnya semakin baik lagi. Kendati statusnya seorang siswa tahun akhir, dengan banyaknya kesibukan, Agung memiliki jurus jitu untuk mempromosikan jasa porternya.
“Yang pasti informasi secara offline, promosi kepada jasa-jasa open trip ketika sedang mendaki. Media sosial juga dipakai, cuplikan-cuplikan keseruan pendakian saya share di akun pribadi saya, yang paling pasti juga adalah join ke organisasi/komunitas pendaki, karena rupanya disana banyak kakak/abang yang sering nawarin pekerjaan porter,” ucap Agung.
Dari segi manajemen resiko, Agung mengarahkan trek jalan yang lebih mudah dilewati. Merubah suasana lebih friendly ketika banyak customer panik. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi hal yang merugikan. Sampai saat ini Agung memberikan tarif Rp250.000 sebagai porter dengan grup berisi 5-6 orang. Tarif juga tergantung dengan gunung apa yang akan didaki, mengingat ketinggian gunung berbeda begitu pula dengan kesulitannya.
Divi dan Agung selaku pemuda generasi Gen Z menunjukan bahwa apa saja bisa dijadikan bisnis. memiliki hobi mendaki gunung bahkan bisa dijadikan tambahan pemasukan alih-alih jadi pengeluaran. (Enrich Samuel K.P)