"Banyak karyawan, bahkan pimpinan perusahaan, yang tidak memahami dengan baik apa yang disebut dengan CSR dan bagaimana melakukan integrasi dengan proses bisnis"
Seberapa perlu Anda merekrut seorang manajer dan tim corporate social responsibilty (CSR) di perusahaan Anda? Dilema ini seringkali dihadapi oleh banyak pimpinan perusahaan di Indonesia, terutama perusahaan domestik. Ini tak mengherankan, karena tak jelas hingga kini, alokasi beban ongkos CSR perusahaan.
Beberapa perusahaan membebankan ongkos CSR kepada pelanggan dengan memasukkan ongkos-ongkos seputar CSR ke sebagai bagian dari biaya yang diperlukan untuk memproduksi barang dan jasa.
Perusahaan lain, beranggapan bahwa CSR adalah kewajiban sosial perusahaan, mengalokasikan dana yang dibutuhkan untuk penyelenggaraan CSR dengan menyisihkan sebagian kecil keuntungan (profit).
Kadang tim CSR diletakkan di bawah departemen komunikasi korporat, dan oleh karena itu, ada dugaan bahwa seluruh aktivitas CSR seringkali direduksi menjadi semata-mata aktivitas pencitraan perusahaan.
Konon, tidak mengherankan jika CSR yang dihasilkan menjadi bersifat ad hoc dan seringkali malah bersifat hit and run. Yang jadi perhatian adalah seberapa besar liputan yang dihasilkan di media. Sementara, menempatkan departemen CSR sebagai sebuah unit tersendiri ternyata juga membutuhkan biaya yang besar. Lalu, sebaiknya bagaimana?
Dari beberapa interview dan diskusi yang dilakukan beberapa waktu yang lalu dengan beberapa manajer CSR di beberapa perusahaan, setidaknya ada beberapa hal dan pola yang bisa disimak.
Pertama departemen, ternyata CSR memiliki fungsi kunci untuk melakukan edukasi internal. Seringkali di dalam perusahaan, pengetahuan tentang CSR masih dangkal. Banyak karyawan, bahkan pimpinan perusahaan, yang tidak memahami dengan baik apa yang disebut dengan CSR dan bagaimana melakukan integrasi CSR dengan proses bisnis.
Para pegiat CSR di dalam perusahaan pun harus lah orang-orang yang mampu memahami big picture. Mereka harus memahami apa yang menjadi tujuan perusahaan dan harus juga sanggup untuk secara inovatif menterjemahkan interface dengan aspek sosial dan bisnis dari perusahaan tersebut.
Sebagai contoh, pada sebuah perusahaan customer service management, CSR diterjemahkan dengan sangat baik oleh manajer sehingga tidak perlu lagi reinvent the wheel. Manajer, dengan pemahaman holistiknya, cukup dengan menggabungkan beberapa aspek yang ada di dalam perusahaan tersebut untuk menciptakan sebuah sinergi bisnis dan sosial yang berkelanjutan.
Kriteria Manajer CSR
Tampaknya, ada kebutuhan untuk merekrut manajer CSR yang tidak hanya memiliki jiwa sosial dan pengetahuan bisnis, tetapi juga seorang yang kreatif, inovatif, persuasif, dan tidak mudah menyerah oleh tantangan internal perusahaan.
Pada beberapa contoh lain, manajer CSR mengatakan bahwa usaha intensif untuk mendekati manajer dari unit lain untuk mengajak berpartisipasi dalam CSR dan mengatur strategi bisnis unitnya agar memiliki dampak sosial tidaklah mudah dan sederhana.
Kedua, sesungguhnya departemen CSR merupakan agen perubahan internal perusahaan. Ternyata sangat penting peran departemen CSR untuk mendapatkan buy-in di dalam perusahaan untuk mentransformasi model bisnis unit agar bisa mulai memperhatikan dampak sosialnya.
Sebagai contoh, di sebuah perusahaan minuman kemasan, CSR manajer memiliki peran yang sangat penting untuk menjadi agen perubahan dengan menciptakan banyak champion di departmen lain untuk mendukung program-program CSR yang diselenggarakan perusahaan.
Champion di unit sales dan marketing, misalnya, akan bisa memastikan bahwa program-program sales dan marketing juga memasukkan beberapa aspek sosial dan etika, misalnya kontrol atas pemasaran yang etis, dan sebagainya.
Pada perusahaan lain, departemen CSR bisa melakukan identifikasi atas aktivitas perusahaan yang sudah dilakukan sejak lama, tetapi tidak disadari sebagai CSR. Misalnya, dukungan yang dilakukan secara terus menerus dan menyeluruh (desain kurikulum yang berorientasi kerja, peralatan praktikum, dan sebagainya) kepada sejumlah sekolah untuk memastikan pasokan sumber daya manusia yang berkualitas pada perusahaan seringkali tidak disadari sebagai CSR.
Kenyataan bahwa hal ini dilakukan oleh perusahaan karena kebutuhan strategisnya tidak kemudian menghilangkan aspek sosial dari aktivitas tersebut. Malah, kegiatan ini telah menciptakan positive externalities yang justru akan berdampak baik bagi masyarakat.
Peran unit CSR dalam mengidentifikasi dan menyempurnakan proses ini menjadi sangat penting. Seandainya tidak ada departemen CSR yang “menemukan” keterkaitan ini, kemungkinan besar program ini tidak akan dikembangkan dan bisa terpinggirkan.
Ketiga, mandat dan partisipasi manajemen senior untuk menyelenggarakan CSR harus ada. CEO haruslah memberikan dukungan penuh dan kepercayaan kepada unit CSR untuk melakukan eksekusi program-program sosial menjadi sangat penting.
Di beberapa perusahaan, manajer CSR seringkali menghadapi kesulitan untuk bertemu dan mendapatkan buy-in dari manajer atau direktur unit lain. Alasannya bisa bermacam-macam, antara lain, karena tidak dianggap penting, atau aspek sosial tidak ada di dalam KPI.
Saat hal ini terjadi, peran manajemen senior menjadi penting. Hal-hal yang menjadi bottle-neck bisa segera diselesaikan agar program CSR bisa terlaksana dengan baik.
Di hampir semua perusahaan, manajemen senior memiliki peran yang penting untuk membuka jalan terjadinya integrasi aspek bisnis dan sosial. Di salah satu perusahaan, visi pemilik perusahaan dan manajemen senior lah yang mendorong terwujudnya program CSR.
Keinginan untuk mengembangkan pendidikan di Indonesia, misalnya, seringkali mendorong prioritas dan orientasi dari program CSR di perusahaan tertentu. Aspek-aspek ini lah yang memberikan justifikasi atas peran strategis unit CSR di dalam perusahaan.
Walaupun penempatan unit tersebut dapat “dititipkan” di dalam departemen komunikasi perusahaan (corporate communications), teatpi harus disadari bahwa peran sesungguhnya lebih luas dan lebih strategis dari sekedar mengejar public relations values yang dihasilkan dari liputan di media.(msb)
*Faculty Member, Binus Business School