---- Seiring waktu, Indra ingin memperbesar pemasukan perusahaan. Maka, dia merekrut banyak programmer untuk membuat produk software. Kiat ini diconteknya dari perusahaan software yang sukses di AS--
Belajar dari keterpurukan. Itu yang dipetik Indra Sosrodjojo dalam membesarkan perusahaan piranti lunak (software) Andal Software. Dan, sesungguhnya masih banyak yang dipelajarinya lewat Andal, ‘anak’ yang dilahirkan dan dibesarkannya sejak 25 tahun lalu.
Menariknya, dunia yang digeluti Indra bukanlah dunia yang diidamkannya sejak kecil. Juga bukan dunia yang dicipratkan oleh keluarganya. Indra adalah generasi ketiga keluarga Sosrodjojo, pendiri produk teh siap minum dalam kemasan Sosro. Kiprah Indra di bidang software sesungguhnya tidak pernah direncanakan, malahan ‘kecelakaan’.
Saat duduk di semester III jurusan elektronika telekomunikasi di Universitas Trisakti, Jakarta, Indra muda berkenalan dengan programming komputer. Diskusi dengan kawan-kawan kampusnya kerap dia lakukan buat memperdalam ilmu itu.
Pada 1978 Indra yang berusia 22 tahun bersama kawan-kawan memberanikan diri membuka usaha kursus komputer. Jasa tersebut mereka tawarkan ke sekolah-sekolah. Kurangnya pengajar komputer dan harga komputer yang mahal jadi peluang Indra dan kawan-kawan untuk tawarkan jasa. Usaha tersebut berhasil.
Lulus dari Trisakti, lelaki kelahiran Tegal, 30 Agustus 1956 itu masih lapar ilmu. Maka, pergilah dia ke Connecticut, Amerika Serikat, untuk menimba ilmu business administration di University of Bridgeport. Usaha kursus komputer dia tinggalkan.
Usai dapat gelar master B.A., pada 1985 Indra pulang ke Indonesia. Kembali dia mendirikan kursus komputer dan membuat layanan kursus seperti word processing dan database. Layanan kursus itu ditawarkannya ke sekolah-sekolah. Ketika itu masih sangat sedikit sekolah yang punya kurikulum komputer dan laboratorium komputer. Potensi pasar yang begitu besar ada di depan mata.
Tiga tahun menjalankan usaha, pada 1988 Indra terpikir untuk mendirikan perusahaan lain. Prediksinya, cepat atau lambat sekolah-sekolah dapat menyelenggarakan pendidikan komputer secara mandiri. Tidak lagi bergantung pada kursus komputer. Kalau sudah begitu, tentu saja pasar layanan kursus komputer, macam yang ditawarkan Indra, akan merosot.
Berdirilah PT Grahacendekia Inforindo, perusahaan pengembang piranti lunak dengan model custom. Perusahaan bergerak di bidang software sesuai permintaan pelanggan. Seiring waktu, Indra ingin memperbesar pemasukan perusahaan. Maka, dia merekrut banyak programmer untuk membuat produk software. Kiat ini diconteknya dari perusahaan-perusahaan software yang sukses di Amerika Serikat.
“Rupanya, tantangannya besar. Kalau produk tidak laku di pasar, sulit juga. Padahal, kami sudah berinvestasi banyak,” kata Indra, sulung dari enam bersaudara.
Pada 1992, perusahaan mengkhususkan diri untuk membuat software jadi yang dinamai Presisi secara massal. Software paket tersebut dapat digunakan untuk membuat laporan keuangan. Jalur pemasaran produk diserahkan kepada PT Elex Media Komputindo. Perusahaan pun mengganti nama dagang menjadi Andal Software.
JASA PENGAJARAN
Saat itu belum ada software pengelolaan keuangan, sedangkan tren belajar komputer akuntansi tengah menanjak. Masuklah Indra ke tempat-tempat kursus untuk menawarkan jasa pengajaran. Dua pasar kuat direngkuhnya, yakni ritel lewat toko buku dan tempat-tempat kursus.
“Saya belajar dari penerbitan yang menyatakan ketika kita ingin punya pendapatan besar, kita harus punya banyak judul buku. Oh, software saya pikir juga begitu, harus punya banyak macam,” kata Indra.
Dari asumsi itu, pada 1998, Andal Software meluncurkan banyak jenis software akuntansi. Seluruh jenis difokuskan di paket aplikasi. Sebut saja pengelolaan keuangan Smart GL, pengelolaan persediaan barang penjualan Saudara, dan Kasir Andal POS.
Dari berbagai rupa software, tiga jenis jadi primadona. Mereka adalah inventori, GL, dan point of sales. Untuk memangkas biaya produksi, Indra memutuskan untuk fokus pada tiga macam software itu.
“Dari situ saya belajar bahwa software tidak sama dengan penerbitan buku. Usaha software harusnya fokus di sedikit produk,” ujar Indra.
Pelajaran lain yang dipetik Indra yakni harus giat mempromosikan produk ke perusahaan-perusahaan. Tidak bisa hanya mengandalkan pendapatan dari penjualan di pasar. Ketika banyak perusahaan sudah menjadi pelanggan, Andal Software juga menawarkan layanan pemeliharaan, selain menjual produk.
Pada 2001, Indra masuk perusahaan dengan mengusung produk pengupahan (payroll) bermerek dagang Kharisma Win. Hanya dalam 1 tahun, pasar Andal Software meningkat dua kali lipat dari tahun sebelumnya.
Tim pemasaran bergerak cepat. Programmer yang tadinya 30-an orang ditambah jumlahnya menjadi lebih dari 50 orang. Mereka mengerjakan pesanan perusahaan, ditambah pemeliharaan. Pekerjaan semakin banyak, nilai penjualan meningkat.
“Sayangnya, permintaan tidak lagi bisa kami penuhi. Banyak permintaan yang pengerjaannya tidak tepat waktu. Di situlah kapal bocor, Andal jatuh. Itu di penghujung 2002 menuju 2003. Hampir kami tidak terima duit,” tutur Indra.
BANGKIT DARI KETERPURUKAN
Mata Indra Sosrodjojo menerawang, seolah terbayang lagi kejatuhan Andal 10 tahun lalu. Bagi Indra, saat itu dirinya seperti terjun bebas dari titik tertinggi hingga titik nol. Pengeluaran mengalir deras. Satu per satu programmer pergi, hingga tersisa 15 programmer. Indra berniat tutup usaha.
“Tapi, seorang kawan menyemangati saya. Katanya, tiarap saja dulu. Saya pun tak tega terhadap nasib karyawan bila saya tutup usaha,” katanya.
Karena itu, Indra mulai bangkit. Tim kerja diminta paham situasi. Penghasilan tidak dibayar bulan ini, tertunda bulan depan. Tim kompak sepakat.
Indra mendatangi pelanggan, meminta maaf karena tidak bisa meneruskan layanan. Dan, menghitung biaya ganti rugi yang harus dikeluarkannya.
“Di situ saya paham bahwa lebih baik kita berterus terang ke orang lain tentang kondisi kita. Kemudian menyelesaikan semua masalah. Biasanya, pengeluaran semakin besar karena masalah kita biarkan.”
Di sisi bisnis, Andal mengumpulkan data-data kebutuhan pelanggan, lantas diolah. Dari pengolahan data tersebut, Indra tahu selera pasar macam apa. Pertengahan 2004, perusahaan meluncurkan Andal PayMaster, produk pertama yang keluar setelah perusahaan terpuruk.
Pada 2006, perusahaan mulai membuat aplikasi disain payroll berkonsep baru. Kharisma Win berganti nama menjadi Andal Kharisma. Dua produk jadi jualan perusahaan, yakni Andal Kharisma dan Andal PayMaster.
Sejak bangkit, perusahaan memutuskan untuk menyetop produk massal. Perusahaan fokus di human resources, payroll, PPh 21, dan attendance. Dari situlah bisnis perusahaan mulai menanjak. Perusahaan lantas rutin mengeluarkan versi-versi baru, 2009, 2011, dan 2012.
Kebanyakan pelanggan saat ini berasal dari perusahaan manufaktur. Nanti, 9 September perusahaan meluncurkan versi terbaru. “Setelah 25 tahun saya membangun usaha ini, sekarang baru ada 35 pegawai. Terlambat banget ya,” ujar Indra diakhiri tawa.
Namun, lelaki pelahap buku itu tidak mau berkecil hati. Toh, semua dilalui dan dimaknainya sebagai proses pembelajaran. “Ketika saya terpuruk, sesungguhnya itu saat bagi saya untuk melompat lebih jauh lagi,” ucap Indra.(msb)