Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

INVESTASI BODONG: Waspadalah

BISNIS.COM,JAKARTA— Tardi Badri belum lama ini pensiun bekerja. Sejumlah uang pesangon pun dia terima dari perusahaan tempatnya mengabdi selama puluhan tahun.

BISNIS.COM,JAKARTA— Tardi Badri belum lama ini pensiun bekerja. Sejumlah uang pesangon pun dia terima dari perusahaan tempatnya mengabdi selama puluhan tahun.

Rencananya, sebagian uang itu akan dilipatgandakan pada sebuah perusahaan investasi emas.

Untuk tahap awal, dia berencana berinvestasi sekitar Rp10 juta. Tardi tergiur karena seorang sahabatnya  telah lebih dulu menginvestasikan uangnya sebanyak Rp50 juta di perusahaan yang berlokasi di Tasikmalaya, Jawa Barat.
Tardi mencoba meminta masukan kepada keluarga. Dia mengumpulkan anak-anaknya untuk meminta persetujuan.

“Boleh tidak bapak ikut investasi?” kata Tardi. Tawaran Tardi tidak langsung diamini keluarga.

Beberapa anaknya mencoba mempelajari terlebih dahulu maksud investasi di bidang emas tersebut.

Tardi sudah tidak sabar menunggu imbal hasil per bulan. Terlebih, para tetangga lainnya sudah mendahuluinya berinvestasi emas. Pada bulan pertama dan kedua, mereka mendapatkan imbal cukup besar dari uang yang telah disetorkan.

“Lihat Pak Aep sudah menerima Rp5 juta. Padahal baru sebulan,” kata Tardi kepada istrinya.

Aep adalah salah satu nasabah yang menanamkan uangnya untuk investasi emas. Bahkan, Aep sengaja meminjam uang ke Bank hanya untuk berinvestasi pada komoditas tersebut.

Namun, sebulan kemudian setelah Aep tidak lagi menerima imbal hasil bulanan, ditambah maraknya pemberitaan penipuan investasi, niat Tardi urung dilakukan.


“Tidak jadi, ini penipuan. Untung saya belum ikut,” katanya.

Kasus penipuan berkedok investasi tersebut adalah sebagian kecil contoh investasi bodong yang marak terjadi di Indonesia.
Pemerintah langsung pasang badan menindaklanjuti kasus tersebut.

Kusumaningtuti S. Soetiono, Anggota Dewan Komisioner Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengatakan investasi bodong merupakan kegiatan usaha yang sering kali izin dan produknya tidak memiliki pengawasan dan regulator jelas.

Sejak 23 Januari 2013 lalu, OJK membentuk call center guna memberikan layanan pengaduan konsumen. Dari aduan tersebut, OJK sudah menerima sekitar 29 perusahaan yang dinilai bodong.

“Saat ini ke-29 perusahaan hasil aduan masyarakat itu kami teruskan ke satuan tugas [Satgas] waspada investasi,” katanya.

Satgas waspada investasi tersebut sebelumnya dikoordinasikan oleh Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam LK) yang saat ini dipegang oleh OJK. Dengan adanya Satgas itu, cakupan kegiatan pengawasan lembaga keuangan akan lebih intensif diterapkan.
 
IMBAL HASIL

Penipuan investasi atau investasi bodong, tuturnya, bisa dilihat dari skema pemutaran dana nasabah dengan cara membayar nasabah lama dari sumber uang dana nasabah baru.

Ciri-ciri perilaku investasi bodong antara lain adanya imbal hasil atau return atau janji keuntungan yang tidak masuk akal dan diberikan dalam waktu singkat, seringkali di atas 2% per bulan.

“Dapat dibandingkan dari tingkat suku bunga yang dijamin dari LPS saja hanya 5,5% dari bank umum per tahun, sedangkan kalau  mengacu reksa dana rata rata 12% setahun, itu bisa dijadikan acuan,” katanya.

Kusumaningtuti menuturkan seringkali investasi itu dikaitkan dengan penghimpunan dana yang mengacu pada komoditi yang marak di tengah masyarakat, salah satunya emas.

Selain itu, konsep usaha investasi tersebut dijalankan secara tidak jelas dan tidak dimuat di dalam brosur penjelasan yang biasanya dimiliki oleh perusahaan legal. “Para pelaku biasanya memanfaatkan tokoh agama sebagai nasabah untuk meyakinkan calon nasabah lain di pelosok daerah,” ujarnya.

Kondisi tersebut, lanjutnya, kerap dimanfaatkan pelaku usaha investasi bodong untuk penawaran produk keuangan yang tidak sesuai atau sulit dipahami konsumen. Kini OJK sedang mempersiapkan regulasi Rancangan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (RPOJK) terkait Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan.

Isi RPOJK untuk melindungi konsumen mengandung beberapa hal. Di antaranya adalah lembaga jasa keuangan (LJK) mampu menyediakan informasi yang mudah dimengerti dan mudah diakses seperti manfaat dan risiko produk yang ditawarkan, syarat serta ketentuan, hak dan kewajiban, sampai informasi mengenai biaya.

Setiap LJK juga diharapkan memberikan informasi yang akurat, jujur dan tidak menyesatkan konsumen. “Saat melakukan promosi usaha atau produk, LJK mesti memberikan penjelasan saat melakukan perjanjian dengan konsumen,” tuturnya.

Sementara itu, Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Sudaryatmo mengatakan produk yang legal masih memiliki perlindungan yang lemah.

"Yang jadi masalah, kenapa pemerintah seperti Bank Indonesia dan OJK membiarkan produk yang ilegal? Jadi begitu ada kasus seperti ini, harusnya disetop. Saat ada korban dan kejadian, baru bertindak,” ujarnya.

Sudaryatmo menuturkan pihaknya tidak berbuat banyak atas kasus tersebut, namun berharap izin perusahaan ilegal  harus dicabut. (ltc)


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper