BISNIS.COM, JAKARTA--Desa Bubulan di Kota Parigi, yang berjarak sekitar 150 kilometer dari Gorontalo, boleh dikategorikan sebagai kota kecil. Namun, dari sana, pada 24 Agustus 1931, lahir seorang anak dari keluarga Tjie Sim Poe dan Lie Eng Nio, yang kemudian menjadi tokoh entrepreneur. Dia anak ketiga dari keluarga itu. Ciputra. Ya begitulah anak itu dinamakan oleh kedua orang tuanya.
Mereka bukan keluarga berada. Hanya pemilik toko kelontong di rumah. Namun, perjalanan hidup dan keinginan keras untuk mengubah keadaan, melahirkan sosok seorang pengusaha tangguh. Namun, tak terbayangkan kehidupan yang harus dilalui. Terlebih setelah Tjie Sim Poe sebagai kepala keluarga harus pergi menghadap Sang Khalik. Lalu Pemerintah Jepang menutup usaha yang menjadi tumpuan hidup mereka. Kemiskinan tak terelakan.
Di masa kanak-kanak, selain harus berjalan kaki sejauh 7 kilometer dari rumah menuju sekolah dasar, Ciputra harus merawat hewannya sejak pukul 5 pagi, kerap harus membungkus baju sekolahnya dengan daun woku (keluarga palm) saat hujan agar bisa dikenakan lagi di sekolah.
Namun, itu bukan halangan. Justru menjadi pemicu untuk memperoleh hidup yang lebih baik dikemudian hari. Bahkan, Pak Ci, begitu dia biasa dipanggil, berterima kasih pada masa lalunya. Tanpa masa sulit itu, mungkin, dirinya tak akan setangguh saat ini. Tak sekaya saat ini dalam artian yang luas.
Dan, kita pun sepakat, bahwa tidak ada entrepreneur yang muncul begitu saja. Setidaknya itulah yang terlihat dari proses ‘menjadinya’ Ciputra, mantan atlet lari 800 dan 1500 meter di PON (Pekan Olahraga Nasional) II yang mewakili Provinsi Sulawesi Utara. Ulet, pantang menyerah, kerja keras dan mental baja. Itulah yang membuat menjadi seorang entrepreuner.
Suatu kali, Ciputra menulis: saya menggambarkan entrepreneur kurang lebih serupa dengan proses penemuan, katakanlah, sebuah benda inovatif. Karena pada hakikatnya pengalaman entrepreneurial itu sebagian besar adalah upaya untuk memprediksi masa depan dari kebutuhan konsumen.
Lihat saja beberapa entrepreneur terkenal yang sudah jatuh bangkrut dan kemudian bangkit kembali dengan bisnisnya yang baru. Henry Ford jatuh bangkrut dua kali sebelum perusahaan kaliber dunia Ford Motor didirikan dan sukses. Penting sekali bagi seorang entrepreneur untuk bisa belajar dari kegagalan atau kekecewaan mereka di masa lalu. Namun, tentu jangan sampai terlalu kecewa dan terpuruk. Segera bangkit.
Banyak entrepreneur sukses membuka dan menutup usahanya selama perjalanan karir mereka. Sebuah usaha baru biasanya membutuhkan beberapa lama untuk bisa menghasilkan laba. Jika sebuah usaha baru terus menerus merugi, tak heran jika si entrepreneur mesti menutupnya. Sebuah bisnis yang terus merugi itu insolvent. Menutup bisnis bukan sesuatu yang harus ditakuti atau dianggap aib. Mungkin itu bahkan menjadi keputusan terbaik yang harus diambil.