Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bisnis Perhiasan, Kualitas dan Keaslian Batu Harus Dijaga

Bisnis.com, JAKARTA - Perhiasan bukan sekadar aksesori yang digunakan untuk menunjang penampilan, tetapi telah menjadi bagian dari identitas dan gaya hidup seseorang.

Bisnis.com, JAKARTA - Perhiasan bukan sekadar aksesori yang digunakan untuk menunjang penampilan, tetapi telah menjadi bagian dari identitas dan gaya hidup seseorang.

Tidak sedikit kaum hawa yang memadupadankan antara perhiasan dan pakaian yang dikenakan sehingga membuat tampilannya semakin cantik dan menarik.

Sebetulnya, perhiasan tidak mutlak milik kaum hawa, banyak juga pria yang juga tertarik menggunakan perhiasan-perhiasan tertentu, terutama cincin bermata.

Dalam setiap bentuk perhiasan, selalu ada kreatifitas dan ciri desain unik dan elegan yang menjadikannya sebagai sebuah karya seni sehingga harga jualnya pun akan jauh lebih tinggi. Tidak mengherankan bila kemilau bisnis perhiasan tidak pernah redup.

Salah seorang pemain yang telah lama berkecimpung dalam bisnis tersebut ialah M. Salim yang telah menjalankan bisnis perhiasan turun temurun dari kakeknya sejak lebih dari 50 tahun lalu di bawah bendera usaha Permata Yesvis.

Pengusaha asal Martapura, Kalimantan Selatan ini menjual berbagai macam perhiasan yang dihiasi batu-batu alami khas Kalimantan yang digali langsung oleh para penambang dari perut bumi Borneo tersebut.

Martapura memang terkenal dengan bermacam batu mulia alam yang sangat indah seperti zamrud, ruby, kecubung, kalimaya, blue safir, dan berlian. Apalagi ketika batu batu tersebut telah diolah dan dikreasikan menjadi mata perhiasan yang sangat indah dan menawan.

Ditemui di Pameran Produk Dalam Negeri Nasional 2013, di Parkir Timur Senayan, Noorkhihmah, istri dari Salim menceritakan tentang bisnis keluarga tersebut. Sebagai generasi penerus, sepasang suami istri ini tak henti melakukan berbagai inovasi dari segi desain, kualitas, hingga pemasaran.

Apalagi, sebagai daerah yang kaya akan batu-batu alam, banyak pelaku usaha yang juga menjadi perajin perhiasan. Untuk menghadapi persaingan tersebut, pihaknya terus menjaga kualitas serta keaslian setiap batu yang digunakan.

Khusus untuk perhiasan yang berharga di atas Rp50 juta, dia selalu menyertakan sertifikat.

“Kualitas ini harus dijaga, jangan sekali pun membohongi konsumen karena akan merusak brand yang sudah dijaga. Kami pun selalu menjelaskan makna dari setiap batu-batuan yang dijual sehingga konsumen menjadi lebih tertarik,” tutur wanita kelahiran 22 Oktober 1956 ini.

Mereka pun rutin mengganti desain-desain baru setiap waktu, sedangkan untuk model yang dinilai sudah tidak lagi tren akan dijual ke Balikpapan dengan memberikan harga khusus.

Untuk memasarkan produknya, selain rajin mengikuti pameran dan menjual langsung di galery, Noorhikmah pun sering mempromosikan produk serta kartu namanya kepada kenalan-kenalan yang baru ditemuinya.

Hal ini termasuk bekerja sama dengan supir taksi di bandara untuk membawa para tamu yang ingin mendapatkan batu kualitas terbaik menyambangi galerinya.

Dia pun menekankan pelayanan kepada setiap pelanggan yang datang ke tokonya dengan menyajikan makanan-makanan khas Martapura. “Orang mau beli atau tidak, yang penting servis dan layanan harus dijaga.”

Dari segi harga, Permata Yesvis selalu memberikan harga terbaik sebab batu-batu tersebut didapatkan langsung dari penambang sehingga harganya bisa lebih murah.

Para perajinnya pun masih dari kalangan keluarga dan para tetangga, serta tidak adanya beban sewa tempat sehingga harga bisa lebih ditekan.

Misalnya saja, untuk gelang, bros, dan cincin yang bermata batu-batu alami tersebut dibanderol mulai dari Rp50.000 hingga Rp5 juta. Untuk cincin laki-laki dengan batu musafir seharga Rp250.000, cincin dengan batu kecubung Rp150.000.

“Kalau untuk cincin berlian bisa sampai Rp50 jutaan. Rata-rata kalau perhiasan yang harganya di atas Rp10 juta para pejabat, dan masyarakat menengah ke atas yang tidak ingin modelnya pasaran.”

Dengan berbagai model, produknya selalu laris manis dalam setiap pameran.

Setidaknya, untuk 3 hari pameran dia mampu meraih omzet sekitar Rp25 juta hingga Rp30 juta. Adapun penjualan di galeri dia juga bisa mengantongi minimal Rp25 juta per bulan dengan keuntungan rata-rata 10% hingga 20%.

DESAIN MONOTON

Peluang yang sama juga ditangkap oleh Nia Amelya yang mulai berkecimpung dalam bisnis perhiasan sejak 2002.

Wanita asal Lombok ini mengaku telah menyukai dunia perhiasan sejak dulu, tetapi dia tidak menyukai desain yang monoton.

Bermodal Rp5 juta, awalnya dia membeli mutiara-mutiara air tawar serta rangkanya untuk dikreasikan menjadi kalung, anting, dan gelang. Kreativitasnya tersebut telah menarik minat para pembeli.

Semakin percaya diri, dia mulai memasarkan produknya melalui pa meran, baik di dalam maupun luar negeri.

Nia selalu mematok untuk mampu menarik lebih banyak pengunjung pada setiap pameran yang diikutinya. Hal tersebut dilakukannya dengan terus memperberharui desain-desain yang dikreasikannya.

Benar saja, perhiasanperhiasan yang dipamerkan tersebut telah menarik minat, tidak hanya masyarakat kelas menengah dalam negeri, tetapi juga internasional seperti Jepang, Yunani, Bahrain, Malaysia, dan Singapura.

Untuk membedakannya dari pebisnis lain, Nia selalu mengedepankan empat faktor pada setiap perhiasan yang dibuatnya, unik, klasik, elegan, dan cantik.

Keunikan tersebut terlihat dari desain yang dihasilkan, dia pun tidak pernah membuat desian yang sama untuk setiap perhiasan. Satu desain hanya untuk satu model sehingga sangat eksklusif.

Wanita yang sempat mengenyam sekolah desain di Singapura ini pun menekankan keetnikan perhiasan Indonesia yang dipadukan dengan batu, mutiara, serta perak sehingga terlihat elegan.

Tidak hanya model-model terkini, dia pun masih memproduksi perhiasan dengan gaya klasik yang kesemuanya akan menghasilkan perhiasan cantik nan menawan.

Dengan memasukkan kadar emas pada perhiasananya tersebut, harga yang dibanderolnya berada di atas Rp500.000 dan menyasar pangsa kelas menengah. Saat ini, produk yang paling laku di pasaran ialah bros yang rata-rata dijual sekitar Rp3 juta.

Dalam sebulan, Nia yang dibantu oleh 5 karyawan ini mampu memproduksi sekitar 20 hingga 50 item untuk berbagai model kalung, gelang, dan bros, sedangkan cincin bisa mencapai 100 item per bulan.

Omzet yang mampu diperolehnya setiap bulan mencapai Rp75 juta untuk penjualan di gallery di Nusa Tenggara Barat, sedangkan dari penjualan pameran bervariasi.

Dia bahkan bisa mendapatkan omzet hingga Rp900 juta pada pameran Mutumanikam. Adapun keuntungannya bisa mencapai 50% sebab yang dijual tidak sekadar perhiasan tetapi desain dan kreatifitas.

MAKNA DI BALIK PERHIASAN

Berkarir sebagai seorang manajer perusahaan yang berbasis di Dubai, membuat Fitria Nahdi harus sering bertemu dengan banyak orang. Kondisi ini menuntutnya untuk tampil rapi dan formal. Sayangnya, wanita berusia 58 tahun ini justru tidak menyukai pakaian formal seperti blazer.

Untuk mengakali kondisi tersebut, Nahdi pun menggunakan berbagai aksesori yang terlihat mencolok dan membentuk identitasnya. Ternyata, banyak rekan kerja yang memuji dan tertarik dengan berbagai perhiasan tersebut.

Alumnus Ilmu Politik Universitas Indonesia ini pun mencoba mengkreasi sendiri perhiasannya dan mengenakan di setiap berkunjung ke kedutaan. Ternyata, pesanan terus mengalir dari rekan-rekannya yang berasal dari berbagai negara.

“Suatu ketika, teman saya yang dari Afrika Selatan menggunakan kalung yang cantik sekali. Ternyata itu adalah kalung buatan saya, dan saya sangat mengaguminya. Sejak saat itu, saya memilih resign dan yakin bahwa saya mampu menjalankan bisnis ini,” ujarnya.

Dia mulai menjalankan bisnisnya pada 2004 di bawah usaha Nahdi Jewellery. Modal yang dikeluarkan kala itu hanya sekitar Rp300.000 yang digunakan untuk membeli mutiara warna-warni untuk menghasilkan tiga buah kalung.

“Ketika itu teman saya orang Afrika di kedutaan bilang bahwa di Prancis saat ini mutiara colourfull sedang tren. Ketika menjual, saya bilang kalau model ini sedang ramai di Prancis, teman-teman langsung tertarik dan membeli seharga Rp600.000 untuk satu kalung.”

Semakin lama, rekan ekspatriatnya ba nyak yang membawa teman-teman serta saudara ke rumahnya nya. Sempat suatu kali perhiasan anting dan kalungnya dihargai 600 euro oleh salah seorang costumer-nya. “Saat itu saya menjadi sangat percaya diri.”

Mulailah pada 2006 dia aktif mengikuti berbagai pameran, tidak hanya di dalam negeri tetapi juga hingga ke berbagai negara. Pelanggannya pun berasal dari Prancis, Jerman, Afrika Selatan, Senegal, Jepang, dan lainnya.

Berbisnis di bidang perhiasan tentu saja ada naik turunnya sebab pasar yang mulai jenuh. Seperti Nahdi yang awalnya bergerak di mutiara, kemudian beralih ke batu, lama-lama dia semakin tertaik dengan perhiasan-perhiasan etnik khas Indonesia.

Pada setiap perhiasan yang dikreasikannya, selalu mengandung makna dan simbol etnik khas kedaerahan Indonesia sehingga keindahannya tidak hanya terletak pada bentuknya tetapi juga kisah dibaliknya.

Misalnya, perhiasan dengan mata kalung (liontin) mamuli yang bentuknya menyerupai vagina. Mamuli tersebut merupakan perhiasan dari Nusa Tenggara Timur yang biasanya digunakan sebagai mas kawin. Dia kemudian mengkreasikannya menjadi kalung yang sangat indah. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Dewi Andriani
Editor : Fatkhul Maskur
Sumber : Bisnis Indonesia, Senin (7/10/2013)

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper