Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kartika Wirjoatmodjo: Jangan Ganggu Divestasi Mutiara

Sejak 6 Januari 2014, Kepala Eksekutif Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dijabat oleh Kartika Wirjoatmodjo. LPS memiliki peran cukup sentral dalam menjaga stabilitas sistem keuangan di Indonesia. Bagaimana pandangannya terhadap industri perbankan nasional, termasuk posisi yang diemban saat ini. Berikut kutipan wawancaranya
Kartika Wirjoatmodjo/ciputranews.com
Kartika Wirjoatmodjo/ciputranews.com

Bisnis.com, JAKARTA--Sejak 6 Januari 2014, Kepala Eksekutif Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dijabat oleh Kartika Wirjoatmodjo. LPS memiliki peran cukup sentral dalam menjaga stabilitas sistem keuangan di Indonesia. Bagaimana pandangannya terhadap industri perbankan nasional, termasuk posisi yang diemban saat ini. Berikut kutipan wawancaranya dengan Bisnis.com

Bisa dijelaskan, bagaimana proses penunjukan Anda sebagai Kepala Eksekutif LPS ?

Saya pertama ditelpon oleh Pak Chatib [Chatib Basri-Menteri Keuangan], lalu saya bertemu beliau untuk bertatap muka. Prosesnya lumayan lama, sejak November 2013. Lalu, keputusan Presiden saya terima pada 24 Desember 2013.

Dugaan saya yang dipandang oleh Menkeu, kapabilitas di sektor perbankan dan pengetahuan mendalam di semua sektor keuangan, menjadi salah satu obyek yang dibutuhkan Kepala LPS. Harus balance antara pemahamana di sektor keuangan dengan detil di industri perbankan, karena LPS juga bertugas dalam menangani bank gagal.

Boleh dibilang latar belakang saya cukup beragam, tetapi berkutatnya di industri keuangan. Mulai dari perbankan, capital market, pembiayaan non-bank. 

Apa yang disampaikan Menkeu ?

Saat itu, Pak Chatib menyampaikan ada kebutuhan transformasi dan penyegaran di LPS. Dibutuhkan orang dengan kemampuan yang dalam di sektor keuangan dan perbankan, juga punya integritas dan reputasi yang baik di capital market.  Saya sendiri sudah 18 tahun bekerja di industri keuangan, muter-muternya ya cuma di bank. 

Pandangan Anda terhadap LPS ?

LPS walau sudah 8 tahun, tetapi pandangan publik terhadap lembaga ini masih belum sepenuhnya paham fdan mengerti fungsi LPS. Berdasarkan UU, jelas bahwa LPS melakukan penjaminan deposan atau nasabah perbankan dan yang kedua turut menjaga stabilitas sistem keuangan.

Tugas sehari-hari rasanya clear, melakukan fungsi penjaminan. Selama ini, yang kurang dipahami fungsi LPS dalam melakukan penanganan bank, likuidasi dan penutupan bank yang sejatinya sudah banyak juga telah dilakukan.

Tentu kami tidak berharap satu hari ada bank besar yang ditutup. Tetapi, kami punya peran menjaga kestabilan sistem keuangan. LPS punya peran melakukan pemantauan, riset, risk management dalam pemantauan bank.

Kalau dulu LPS sifatnya di belakang. Misalnya ada bank diselamatkan atau ditutup, kami baru dilibatkan belakangan. Ke depan, LPS ingin sejak fase awal kami sudah bisa melakukan pemeriksaan terhadap bank. Sehingga fungsi kita sebagai penjamin, melakukan restrukturisasi dalam memutuskan opsi penyelamatan bank, sudah bisa disamapiakn sejak awal.

Kalau boleh digambarkan, pertama LPS ini tetap melanjutkan fungsi penjaminan dan berperan dalam sistem keuangan secara aktif dan lebih mendalam terutama kepada bank yang dinilai memiliki risiko. Kedua, pengembangan lebih lanjut dari fungsi LPS, terutama untuk produk baru.

Sejalan dengan pembahasan RUU Perasuransian, LPS nanti juga menjamin industri asuransi. Tetapi sejauh ini belum tergambar secara spesifik. Tentu ada mekanisme yang beda antara penjaminan asuransi dengan perbankan.

Apakah kasus Bank Century [kini PT Bank Mutiara Tbk.] menjadi beban bagi Anda ?

Hal ini sempat saya diskusikan dengan Pak Chatib. Sebagai pejabat di instansi pemerintah, kita dasarnya tentu undang-undang. Kita sudah punya UU LPS yang sangat tajam mengatur penanganan bank, termasuk bank gagal.

Setelah saya pelajari, UU sudah sangat clear. Hak dan tanggung jawab kita sebagai pemegang saham bank yang diambil alih, termasuk proses divestasi seluruhnya sudah diatur detil. Termasuk tahapan penjualan.

Tantangan dari sisi penegakan hukum dengan politik, itu jadi perhitungan. Saya berpegangan, selama bekerja dengan penuh integritas, lalu kita tidak punya konflik kepentingan, semestinya tidak ada isu apapun.

Memang banyak sorotan di luar, tetapi selama kami tidak ada konflik kepentingan. Penawaran Bank Mutiara dilakukan secara terbuka, tender dilakukan, kok rasanya penegak hukum tidak akan melihat sebagai perbuatan melawan hukum.

Bisa dikatakan, pekerjaan di sektor keuangan rawan dengan tuntutan hukum. Posisi manapun di industri keuangan rawan hukum, tinggal pilihan saja. Ambil atau tidak.

Supaya proses divestasi Bank Mutiara tidak terus menerus dibawa ke ranah politik, gambaran Anda seperti apa ?

Sekarang sudah ada proses hukum. Kita tentu menghormati proses itu. Harus dipisahkan, proses perampokan bank yang dilakukan masa lalu dan sekarang sudah dilakukan proses hukum.

Kalau ada yang tanya lagi, kenapa dulu Bank Century ditalangi, kenapa tidak ditutup saja, toh proses pengambilan keputusannya juga sudah masuk ke KPK [Komisi Pemberantasan Korupsi].

Seharusnya tidak ada alasan, menjadikan kasus Bank Mutiara sebagai isu politik. Tinggal tunggu saja proses hukumnya. Saya tidak melihat ada alasan secara politik, persoalan Bank Mutiara terus menerus harus diangkat.

Nyatanya Bank Mutiara sudah menjadi milik negara, milik LPS. Kalau digangguin terus, bagi saya kasihan dengan banknya. Orang yang ingin berbisnis dengan Bank Mutiara jadi ragu. Sekarang ini, mau jual pun pasti ditanya isu politiknya.

Selama diganggu, Mutiara justru akan memiliki pengembalian yang kurang optimal. Seharusnya proses divestasi ini jangan diganggu.

Menarik ke belakang, sebenarnya proses penjualan aset di Indonesia sudah cukup lama. Negara ini bukan pertama kali mengambil alih bank, lalu dijual lagi. Era BPPN [Badan Penyehatan Perbankan Nasional] melakukan itu. Pola-pola strategic saleterhadap aset negara, sudah sering terjadi.

Bagi saya, adanya sisi politik merupakan hal baru. Tentu ini tantangan buat saya pribadi dan itu harus saya akui. Tetapi, saya datang dengan niat baik, saya jamin dengan integritas.

Sejalan dengan fungsi pengawasan dan pengaturan bank kepada OJK, Anda melihat pola hubungan antara OJK dan LPS seperti apa ?

Kita sedang dalam proses pembicaraan dengan OJK. Kami punya kewenangan melakukan pemeriksaan bersama, tentu OJK yang berada di depan. Belajar dari pengalaman masa lalu, kami ingin memberi pandangan terhadap bank yang berada dalam penanganan atau pengawasan khusus.

Dengan demikian kita sudah punya persiapan, seandainya bank harus diselamatkan cost-nya berapa, mampu tidak LPS menyehatkan bank itu. Sejak awal, kita sudah bisa memberi masukan melalui FKSKK [Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan]. 

Pandangan terhadap industri perbankan nasional ?

Industri perbankan kita termasuk yang paling sehat tercermin dari sisi rasio-rasio. Kapitalisasi kita juga kuat, NPL juga termasuk rendah. Proses restrukturisasi bank pada 1998 cukup berhasil. Terbukti, setelah 1998 tidak banyak bank yang tutup.

Hanya saja, menjadi catatan soal konsentrasi. Masih ada kerentanan terutama saat krisis. Misalnya dalam kondisi likuiditas yang ketat seperti saat ini, ketika kondisi krisis ada kerentanan migrasi likuiditas ke bank besar. Artinya, bank-bank kecil memiliki tantangan tersendiri dalam mencari dana. Tapi rasanya pemilik bank saat ini sudah cukup terseleksi.

 Bagaimana dengan keberadaan BPR ?

Siklusnya saat ini masih masuk euforia. Nanti pelan-pelan, ini memasuki fase baru. Sekarang dalam proses konsolidasi. Nantinya, BPR yang tidak punya kemampuan manajerial, tidak ada modal, mereka akan kalah bersaing. Ini merupakan proses natural.

Harapan kami, berangkat dari pengalaman BPR yang sudah ditutup, menjadi bagian dari proses konsolidasi ke depan.

Apakah keberadaan BPR yang cukup banyak menganggu sistem keuangan ?

Tidak. Dari sisi size terhadap industri perbankan, BPR itu cukup kecil. Tidak membahayakan sistem.

Target pribadi di LPS ?

Saya ingin LPS menjadi regulator yang modern. Banyak yang sudah dilakukan pendahulu saya. Tentu saya ingin memberi rasa yang berbeda, karena saya orang market. Saya ingin LPS punya wajah regulator yang bisa memahami aspek komersial  dan punya hubungan intens dengan industri. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Rustam Agus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper