Bisnis.com, JAKARTA--Tekstil tradisional bukan hanya batik atau tenun ikat. Setiap daerah pasti memiliki kain khas yang mereka banggakan, tak terkecuali Lampung.Daerah yang terletak di selatan Pulau Sumatra ini terkenal akan kain tapis.
Gaung kain tapis Lampung memang tak setenar tekstil lain khas provinsi lain di Sumatera, seperti Ulos dari Medan atau Songket asal Palembang. Namun, keunikan motif dan sulaman yang terbuat dari benang emas membuat kain tapis tak kalah mewah dan elegan.
Alhasil, banyak pelaku usaha yang ingin melestarikan benda budaya Lampung sekaligus memasarkannya.
Berbekal kecintaan dan semangat berkreasi, pelaku usaha tersebut sukses mengangkat nama kain tapis Lampung hingga ke berbagai penjuru daerah.
Nurlaili merupakan salah satu pelaku usaha yang sukses memproduksi kain tapis Lampung. Perempuan berusia 51 tahun ini merintis bisnis pembuatan kain dan aneka produk khas kota gajah tersebut sejak 1987 silam.
Ide Nurlaili berbisnis kain tapis terjadi secara tak sengaja. Dia menuturkan awalnya dia memakai kain tapis untuk acara wisuda. Tak disangka, banyak teman yang menginginkan kain yang sama. Melihat banyaknya permintaan, dia pun mencari produk kain tapis dari para perajin untuk dijual ke pasar.
"Saya sampai masuk ke kampung-kampung untuk mencari perajin kain tapis. Proses pencarian ini berlangusung cukup lama karena tidak semua orang Lampung bisa membuat kain tapis," tutur ibu satu anak ini.
Alasan mengapa tidak banyak perajin kain tapis di Lampung karena pembuatan kain tersebut terbilang rumit.
Setelah kain selesai ditenun, perajin harus menyulam permukaan kain tenun dengan benang emas atau benang sutra dengan saksama. Motif sulaman inilah yang membuat tampilan kain tapis terkesan mewah dan elegan.
Menurut Nurlaili, motif tapis tradisional berbentuk sulam zig-zag. Motif inilah yang diturunkan oleh nenek moyang dari waktu ke waktu. Namun, dia sadar dia tak boleh berhenti berkreasi jika ingin bisnisnya berumur panjang.
Seiring waktu, dia pun menemukan metode pembuatan motif sulam modern.
"Saya memperkenalkan sulam sisik wajik. Berbeda dengan sulam zig-zag, sisik wajik bisa memenuhi permukaan kain. Benang emas pun saya plintir supaya warna kain makin bercahaya. Meski awalnya susah dilaksanakan, sekarang para perajin makin ahli untuk membuat sulam sisik wajik," kata Nurlaili yang menjadi mitra binaan Sarana Lampung Ventura ini.
Nurlaili tidak memiliki lokasi pembuatan kain tapis sendiri. Dia justru memasok bahan baku ke perajin di berbagai daerah yang terdiri dari kain tenun tapis dan benang emas.
Kain tenun tapis dibeli dari pabrik tekstil di Bandung, Jawa Barat. Adapun benang emas masih didatangkan dari India.
Setiap bulan, Nurlaili membutuhkan 1.000 gulung benang emas dan ratusan meter kain tenun tapis.
Lantaran masih impor, harga benang emang terbilang mahal dan fluktuatif. Harga benang emas mengikuti kurs dolar.
"Saya tidak punya pilihan lain karena benang emas produksi lokal kualitasnya masih kalah dengan produk India," tuturnya.
Jangka waktu pengerjaan pun bervariasi tergantung level kerumitan motif.
Untuk kain tapis standar bisa rampung dalam 1 bulan sementara kain tapis untuk pengantin bisa memakan waktu hingga 6 bulan.
Total perajin yang berada di bawah naungan Nurlaili saat ini berjumlah 350 orang dan rata-rata berasal dari kalangan ibu rumah tangga dan anak-anak muda putus sekolah.
Nurlaili memasarkan produk kain tapis buatannya secara konvensional.
Dia membuka sebuah toko bernama Surya Agung yang terletak di komplek Pasar Bambu Kuning, Bandar Lampung.
Dia menawarkan sistem penjualan secara grosir bagi pelanggan selain memiliki banyak reseller untuk membantu memasarkan kain tapis Lampung ke daerah lain.
Melihat perkembangan industri tekstil yang makin kreatif, Nurlaili terus berupaya melakukan inovasi produk.
Selain menjual kain tapis, dia kini juga memproduksi berbagai aksesori berbalut sulam sisik wajik mulai dari gantungan kunci, peci, dompet, hingga sarung bantal.
Harga kain tapis Lampung dibanderol mulai dari Rp200.000 per lembar untuk motif standar hingga Rp5 juta untuk tapis pengantin.
Sementara itu, harga aksesori dipatok di kisaran Rp15.0000-Rp300.000 per produk.
Omzet yang Nurlaili dapatkan dari bisnis ini mencapai Rp200 juta per bulan dengan margin keuntungan sekitar 40%.