Bisnis.com, JAKARTA - Tembakau merupakan salah satu komoditas yang ikut menggerakan perekonomian di tanah air, dan Indonesia menjadi salah satu produsen tembakau terbesar di dunia.
Banyak roda bisnis yang berputar dari tanaman yang tumbuh di dataran tinggi ini, mulai dari produk-produk olahan tembakau, hingga berbagai alat untuk menikmati daun bernikotin ini, salah satunya adalah dengan menggunakan cangklong atau pipa tembakau.
Cangklong merupakan alat untuk menghisap olahan tembakau yang sudah eksis sejak tahun 1800-an, penggunaan cangklong juga sebenarnya sudah sangat familier karena dipopulerkan oleh dua tokoh fiksi Sherlock Holmes dan Popeye The Sailorman.
Belakangan, komunitas-komunitas pipe-smoker atau pemipa di Indonesia juga bermunculan. Selain sebagai ajang untuk bersosialisasi, komunitas tersebut juga menjadi tempat untuk bertukar informasi terkait pipa dan tembakau.
Semakin banyaknya pemipa di dalam negeri, secara langsung mendorong permintaan terhadap cangklong dan tembakau. Hal itu pun akhirnya menjadi ladang yang bisa menghasilkan pundi-pundi keuntungan.
Salah satu pelaku usaha yang sudah tujuh tahun bergerak dalam bisnis ini adalah Patrik Budi Setiawan. Pria yang berdomisili di Ambarawa, Jawa Tengah tersebut memulai bisnisnya dari berdagang tembakau lintingan secara turun-temurun.
Kemudian, ada orang yang meminta tembakau khusus pipa yang karakternya lebih lembab dibandingkan dengan tembakau linting. Dia pun mulai mencoba menjual tembakau pipa secara online.
“Ternyata peminat tembakau pipa ini sangat banyak, berarti pengguna cangklong juga cukup banyak,” katanya.
Pada 2008, dia pun mulai menjajal untuk membuat pipa tembakau yang saat itu cukup sulit ditemukan di Indonesia. Berbekal pipa tembakau impor sebagai referensi, Patrik mulai membuat karya pertamanya.
Saat itu, bisa dibilang dia merupakan salah satu pionir produsen cangklong lokal dan masuk dalam jajaran pemilik julukan Empu Pipa Indonesia dari komunitas Indonesia Pipe Tobacco.
Dia mengatakan, perbedaan utama dari produk cangklong buatannya dan cangklong impor adalah dari bahan baku kayu. Patrik sengaja menggunakan kayu lokal yang mudah ditemukan, seperti kayu sonokeling, nagasari dan kayu pohon sawo.
“Kayu-kayu tersebut memang mudah ditemukan dan dibentuk cangklong, tetapi cepat panas,” katanya.
Patrik pun mulai mencari bahan kayu lain yang tidak mudah panas, ringan dan bisa menyerap banyak tar tembakau. Karakter-karakter tersebut kemudian dia temukan pada kayu raja dan dewandaru, hanya saja harganya lebih mahal dibandingkan dengan kayu lainnya.
Awalnya, dia baru menerima pesanan sebanyak satu-dua pipa saja, sekarang hampir secara rutin Patrik menerima pesanan pembuatan cangklong hingga 20 pipa per pekan. Semua pesanan tersebut dikerjakan oleh lima pegawainya.
Cangklong-cangklong yang dibuatnya dibanderol dengan kisaran harga Rp350.000 hingga Rp1,25 juta, tergantung dari bahan kayu dan aplikasi aksesori yang digunakan, misalnya menggunakan ring perak atau tidak. Sementara itu, proses pembayaran dilakukan setelah pipa tembakau selesai dikerjakan dan siap dikirim.
“Kalau ada uang muka dulu pemesan selalu mengejar-ngejar supaya barangnya cepat selesai, padahal untuk pembuatan pipa ini dibutuhkan waktu yang tidak sebentar,” paparnya.
Pemesan cangklong buatan Patrik berasal dari kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung dan Surabaya yang mayoritas memesan secara online melalui akun Facebook Putu Cowe Toko. Selain itu, Patrik juga menyasar komunitas-komunitas pengguna cangklong.
Selain menerima pembuatan pipa tembakau dari nol, Patrik juga melayani para pemilik pipa tembakau yang ingin meng-upgrade pipanya. Misalnya, ada yang ingin menambahkan aplikasi perak pada pinggiran pipa, atau mengganti stem untuk menghisap asap tembakau.
“Saya juga bisa menerima perbaikan pipa yang rusak, banyak yang membeli cangklong impor dalam kondisi tidak baik sehingga harus diperbaiki,” katanya.
Untuk jasa perbaikan itu, Patrik memasang tarif mulai dari Rp100.000 dan disesuaikan dengan kerusakan yang dialami, sedangkan jika pipa yang rusak itu adalah produk buatannya maka perbaikan tidak dikenakan biaya.
Selama tujuh tahun menjalankan bisnis ini, Patrik menilai minat dan permintaan terhadap pipa tembakau cenderung terus mengalami peningkatan. Apalagi, sekarang cangklong menjadi salah satu benda koleksi yang banyak dicari kolektor.
“Kalau ditekuni bisnis pembuatan pipa tembakau ini cukup prospektif, didukung dengan adanya komunitas dan semakin banyaknya orang yang mencoba menjadi pipe-smoker,” katanya.