Usaha Grosir Kaos Promosi
Pemanfaatan kaus sebagai alat untuk promosi sudah cukup lama dilakukan oleh berbagai pihak. Media satu ini dinilai paling dinilai efektif untuk berpromosi.
Tak heran permintaan terhadap kaus promosi terus meningkat. Di sisi lain, cukup banyak pelaku usaha yang terjun di bidang ini.
Salah satu pemain yang sudah cukup lama menggeluti usaha kaus promosi yakni Hasan Ngui. Dia memulai produksi kaus sejak 2002. Kala itu dia bertindak sebagai vendor bagi pelaku usaha lain dan lebih banyak memproduksi kaus polos.
Belakangan dia merambah bidang kaus promosi karena semakin banyak pembeli yang meminta dibuatkan kaus dengan gambar tertentu atau logo perusahaan.
“Kegiatan bisnis utama kami adalah menjual kaus, tetapi karena banyak yang beli kaus meminta sekalian disablon atau dibordir, ya kami berikan sebagai added value,” tuturnya.
Dengan modal awal sebesar Rp60 juta, dia mendirikan pusat workshop di wilayah Jembatan Lima, Jakarta Barat. Dia juga membeli berbagai peralatan kerja seperti mesin dan meja potong kain.
Saat itu sistem kerjanya yakni mengerjakan pemotongan kain, sementara untuk bagian penjahitannya dia bekerjasama dengan pihak ketiga.
Kini semua proses pembuatan kaus, mulai dari pemotongan, penjahitan dan pencetakan gambar/logo dilakukan di workshop-nya, dibantu sekitar 11 karyawan di bagian produksi serta dua orang di gudang.
Ada juga dua orang karyawan lain yang membantu di bidang penjualan, yakni di toko Busana Jaya yang berlokasi di Mangga Dua. Hasan memang masih lebih banyak menggunakan cara pemasaran konservatif yakni lewat toko kendati dia sudah mulai menjajaki promosi online lewat situs website www.grosirkaospromosi.com.
Secara umum, pelanggan Hasan bisa dibagi atas dua bagian besar. Pertama, kelompok pelaku UKM yang membeli kaus untuk dijual kembali.
Bidik Pelanggan End User dan Pelaku Usaha
Ada pelaku usaha yang memberi sentuhan tambahan berupa printing/sablon atau aksesoris lain seperti kain flannel, ada juga pelaku usaha grosiran yang langsung menjual kembali kaus-kaus polos tersebut ke pasar.
Kedua, kelompok end user mencakup perusahaan, partai, event organizer, kampus dan komunitas. Kaus promosi dipesan untuk berbagai keperluan seperti acara aouting, retreat, atau bagikan saat kampanye maupun promosi produk.
“Market untuk kaus bergambar seperti aneka gambar icon Jakarta sudah lebih sedikit karena pesaingnya banyak sekarang. Yang masih prospektif adalah kaus polos dan kaus promosi, masih banyak yang dicari pelanggan,” tuturnya.
Usaha kaus promosi, kendati tidak rutin, sangat menjanjikan lantaran biasanya pemesanannya dalam jumlah besar. Apalagi jika jelang masa kampanye dan HUT Kemerdekaan, sekali pesan jumlahnya bisa ribuan hingga puluh ribu unit kaus.
Dalam sebulan Hasan biasanya memproduksi sekitar 800 lusin kaus. “Tetapi sebenarnya tergantung orderan, jika ada yang pesan di atas itu kami tetap sanggup mengerjakannya,” papar pria 35 tahun itu.
Hasan mampu menyanggupi permintaan customize dari klien dengan minimal pemesanan sekitar 1-2 lusin. Komponen yang bisa dikustomisasi mulai dari jenis bahan, warna, model kaus. Ada berbagai bahan kaus dengan hampir 30 jenis warna yang bisa dipilih konsumen sesuai keinginan.
Untuk pemesanan kaus promosi, Hasan meminta waktu sekitar 3-4 hari dan maksimal 2-3 minggu, disesuaikan dengan kesulitan desain, metode printing, jumlah order, ketersediaan warna dan jenis bahan.
Pengerjaan kaus yang disablon (printing manual) ataupun bordir lebih cepat daripada digital printing.
“Digital printing lebih makan waktu karena kausnya harus di-print satu per satu bahkan ada yang dalam satu jam hanya bisa beberapa helai kaus. Semakin lebar bagian kain yang di-print waktunya semakin lama,” jelasnya.
Model printing kaus promosi juga mempengaruhi harga. Untuk kaus polos ‘hanya’ dibanderol Rp17.500, sementara kaus yang disablon bisa mencapai Rp115.000. Harga kaus yang paling mahal yakni model digital printing yang bisa mencapai 200.000 per unit.