Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Lestarikan Lurik Melalui Kampung Lurik Bayat

Lestarikan Lurik Melalui Kampung Lurik Bayat

Bisnis.com, JAKARTA - Banyak cara dilakukan untuk memelihara kebudayaan warisan leluhur, tak terkecuali untuk kain lurik, kain tradisional yang ditenun secara manual asal Jawa Tengah dan Yogyakarta.

Salah satu cara untuk membuat kain lurik ini terus lestari adalah dengan terus memproduksi kain menggunakan ATBM, dan memasarkannya secara luas ke seluruh nusantara hingga mancanegara.

Namun, ternyata hal tersebut dianggap belum cukup. Perlu ada terobosan lain yang bisa mendekatkan masyarakat terhadap kain lurik. Akhirnya, ide untuk mengembangkan kampung lurik sebagai desa wisata pun tercetus.

Daryono dan Yeni, sepasang suami istri asal Bayat, Klaten tersebut menggagas penciptaan Kampung Lurik di desanya. Pasangan yang telah menggeluti bisnis lurik sejak 2006 itu, sekarang sudah memberdayakan sekitar 300 pengrajin di daerahnya.

Daryono mengatakan keinginannya untuk membuat Kampung Lurik didasari dari kepeduliannya terhadap kain tradisional tersebut. Apalagi, lurik telah berhasil memberikan kehidupan baru bagi masyarakat yang menjadi korban gempa Yogyakarta pada 2006.

“Perkembangan industri lurik di Bayan diawali pascagempa 2006, sejak itu banyak warga yang kehilangan rumah dan perekonomian lumpuh. Saat itu saya masih menjadi kepala desa dan mulai untuk menggerakan masyarakat dalam produksi lurik,” kenangnya.

Dia pun mulai menghubungi para pejabat pemerintah untuk meminta bantuan berupa peralatan tenun. Warga yang sebelumnya sudah memproduksi lurik kemudian dikumpulkan untuk bersama-sama membuat kelompok produksi.

Setelah beberapa tahun berjalan, jumlah produksi kain larik pun semakin meningkat. Pasarnya pun semakin meluas, selain ditampung di klaster lurik dan Klaten Trade Center yang dikelola pemerintah, beberapa pengrajin sudah memiliki pelanggan tetap.

“Paginya produksi, sore sudah ada yang ambil barangnya untuk dipasarkan di tempat lain,” katanya.

Tak cukup sampai di situ, perjuangan untuk mempopulerkan lurik pun terus dilakukan. Beberapa kali Daryono mengajukan lurik sebagai ikon Klaten kepada pemerintah daerah.

Ternyata, usahanya tersebut disambut baik. Pemerintah kemudian menetapkan lurik sebagai ikon Kota Klaten, dan sejak 2008 mewajibkan para pegawai negeri untuk memakai seragam lurik sebagai upaya mendorong industri lurik.

“Sekarang pengrajin banyak menerima pesanan kain untuk seragam PNS, selain itu ada juga yang sudah mengembangkan lurik menjadi produk lainnya seperti tas, pakaian dan aksesori,” katanya.

Namun, perkembangan industri lurik di Bayat tersebut ternyata masih terganjal beberapa hal, selain karena banyak masyarakat yang belum benar-benar fokus produksi lurik, harga benang dan bahan baku lainnya kian fluktuatif.

“Masih banyak yang menjadikan produksi lurik sebagai sampaingan, di sisi lain harga bahan baku yang cenderung naik juga bisa melemahkan industri ini,” katanya.

Meskipun demikian, dia tetap optimistis industri lurik yang ditempuhnya tersebut akan terus berkembang jika diikuti dengan kepedulian dari pemerintah daerah dan masyarakat luas.

Ke depannya, dia ingin Kampung Lurik yang dirintisnya tersebut bisa menjadi desa wisata seperti Kampun Batik di Yogyakarta atau Solo, selain bisa menjadi wadah untuk memasarkan produk, masyarakat pun bisa belajar dan memahami proses produksi lurik dari dekat.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper