1. Keterbatasan informasi
Dosen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Diponegoro Semarang itu lantas mengemukakan latar belakang netizen mempercayai hoaks, antara lain, keterbatasan informasi.
"Individu percaya hoaks bukan karena individu tersebut mudah dibohongi, melainkan karena keterbatasan informasi," kata Yanuar dalam seminar yang diadakan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) dan Yayasan Adi Bakti Wartawan (ABW).
Selain itu, tingkat popularitas informasi. Pemberitaan yang terus-menerus dan mencolok dapat menyebabkan mata (hati) seakan menjadi tertutup pada kebenaran yang ada.
Berikutnya, terkait dengan ketertarikan. Individu cenderung melakukan "selective attention" sehingga seseorang tidak begitu memperhatikan topik hoaks dan langsung percaya dengan hoaks.
"Hal lainnya, confirmation bias. Jika hoaks berkaitan dengan hal yang dipercayai, info palsu akan lebih mudah diterima," kata Yanuar Luqman di hadapan 100-an peserta seminar yang terdiri atas mahasiswa, wartawan, dan pengurus Yayasan ABW, serta undangan lain.