Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Intuisi Penuntun Investasi Ciputra

Konon, intuisi merupakan bagian dari kerja otak bawah sadar. Menurut beberapa literatur, otak bawah sadar merupakan gudang informasi yang lengkap dan punya kapasitas lebih dari 80% dari kemampuan otak. Ciputra, terus menerus mengasah intuisi itu hingga kini.
Ciputra, Pendiri Ciputra Group menyampaikan sambutan pada acara Artpreneur Talk 2018 yang mengangkat tema Converting Millenial Into Brand Lovers di Ciputra Artpreneur, Jakarta, Rabu (14/2)./JIBI-Dedi Gunawan
Ciputra, Pendiri Ciputra Group menyampaikan sambutan pada acara Artpreneur Talk 2018 yang mengangkat tema Converting Millenial Into Brand Lovers di Ciputra Artpreneur, Jakarta, Rabu (14/2)./JIBI-Dedi Gunawan

Bisnis.com, JAKARTA – Saya teringat cerita Ciputra, sekitar tiga pekan lalu. Pengusaha kawakan yang hari ini (Jumat, 24/8/2018) genap berusia 87 tahun tersebut bertutur soal pentingnya intuisi dalam investasi. Intuisi bukan semata bisnis, juga tentang lukisan.

Lebih dari lima puluh tahun silam, Pak Ci—sapaan Ciputra—untuk pertama kalinya membeli lukisan karya Hendra Gunawan. Intuisi telah menuntunnya pada kesimpulan coretan kanvas Hendra berkualitas dan bernilai tinggi.

Lalu, Ciputra terus-menerus mengoleksi lukisan, bahkan saat sang pelukis berada di dalam penjara selama 13 tahun sejak 1966 karena dituduh bersimpati kepada PKI. Hasilnya, Pak Ci kini mengoleksi tak kurang dari 117 lukisan dan 18 sketsa Hendra. Konon, nilai karya seni rupa tersebut kini lebih dari Rp2 triliun.

Jangan dikira Ciputra sudah jadi orang berpunya saat mulai mengoleksi lukisan Hendra. Ketika membuka Pameran 100 Tahun Hendra Gunawan bertema Prisoner of Hope di Jakarta, Sabtu (4/8), Pak Ci mengatakan dekade 60-an adalah ketika dirinya masih miskin, baru lulus kuliah. Perlu menabung untuk bisa membeli sebuah lukisan.

Selain itu siapa yang berani beli lukisan orang di penjara dan dituduh komunis, ketika Presiden Soeharto sedang dalam posisi terkuatnya? Berbekal intuisi, Ciputra fokus membeli karya-karya Hendra, termasuk membuka Pasar Seni Ancol untuk mewadahi karya para pelukis bertalenta.

Kedua pria berselisih usia 13 tahun ini akhirnya bersahabat. Sekeluar dari penjara, Hendra dan Ciputra kembali bertemu dan mengunjungi Pasar Seni Ancol. “Sesampai di sana, Hendra berlari ke bawah pohon. Lalu menangis. Dia merasa, Pasar Seni mampu mengangkat harkat para seniman sepertinya yang terpinggirkan,” kenang Ciputra.

Waktu berlalu, Ciputra semakin teguh hanya mengoleksi lukisan Hendra. Pelukis itu tanpa sengaja ditemukan kembali oleh Pak Ci pada 1983 di Bali dalam kondisi sakit. Di rumahnya tak ada lukisan, karena menurut istrinya Nuraini, sudah digadaikan ke BNI senilai Rp15 juta untuk membangun rumah.

Sesampai di Jakarta, Ciputra mengirim uang untuk Hendra. Namun, hal itu telah terlambat, Sang Pelukis sudah meninggal dunia. Prisoner of Hope, adalah sebuah wujud penghargaan terhadap Hendra Gunawan, sosok yang dianggap Ciputra memiliki kesamaan hidup dengannya waktu muda dan menderita.

Tak hanya mengoleksi lukisan, Ciputra yang seorang arsitek lulusan Institut Teknologi Bandung, merekayasa ulang lukisan Hendra untuk menghasilkan karya lain; patung. Dari aktivitasnya, semua mahfum bahwa Ciputra adalah seorang pecinta keindahan.

Itulah yang menjelaskan mengapa 130 proyek properti yang digarap Ciputra selalu memiliki ornamen khas, berupa patung ataupun lukisan. Patung-patung dia desain sendiri, sebelum menyerahkan pengerjaan kepada Moenir, salah satu pematung langganannya.

Tak heran bila di halaman rumahnya yang asri di bilangan Pondok Indah, Jakarta Selatan, saat ini bertebaran lebih dari 30 patung bergaya realis dari berbagai macam bahan, baik logam maupun batu.

“Properti itu perlu keindahan. Saya mengumpulkan Hendra sejak 50 tahun yang lalu. Saya lihat lukisan itu hebat sekali. Kenapa? Punya power insight, punya tenaga, punya makna. Luar biasa, warnanya itu powerful. Ini bagus sekali lukisan, lebih bagus dari van Gogh. Saya harus kumpulkan. Saya tidak mau kumpulkan yang lain, hanya Hendra,” tuturnya suatu ketika.

***

Intuisi, mengutip investor saham Lo Kheng Hong, datang dari pengetahuan, tahu apa yang kita beli. Menurutnya, Ciputra tahu lukisan Hendra sangat bagus dan dijual sangat murah karena sedang dalam penjara hingga tidak bisa menjual kepada orang lain.

Prinsip serupa sebenarnya juga berlaku untuk semua jenis investasi. Intuisi Lo Kheng Hong muncul ketika menemukan perusahaan yang bagus dan murah. Dia dikenal sebagai investor saham kawakan, jeli dalam membeli perusahaan salah harga.

Bisa dibilang, Lo Kheng Hong memang seorang investor saham kawakan, dengan pengalaman 30 tahun. Semula dia adalah bankir di PT Bank Ekonomi Rahardja Tbk., jauh sebelum lembaga itu diakuisisi dan merger dengan The Hongkong Shanghai Bank Corporation (HSBC). Posisi terakhir sebelum mengundurkan diri adalah kepala cabang.

Berhenti sebagai pegawai menjadi keputusan tepat bila merunut hasil yang sudah dinikmati saat ini. Tentu saja dia enggan membeberkan berapa nilai kekayaannya yang sudah tertanam di saham, tetapi tak sedikit yang menaksir antara Rp2,5 triliun hingga Rp3 triliun.

Intuisi, berbeda dengan insting. Insting, menurut Menteri Kelautan dan Kelautan Susi Pudjiastuti, adalah naluri hewani yang mudah hilang. Namun, intuisi terbangun dari sebuah pengalaman dan pengetahuan, diasah oleh waktu, dan diterjemahkan dalam keputusan-keputusan strategis yang out of the box.

Dalam hal ini, Susi mengikuti intuisinya untuk mengambil tindakan tegas dalam melawan illegal fishing tanpa kompromi. Menteri nyentrik ini, mengambil keputusan menangkap ratusan kapal pencuri ikan, memenjarakan para awak, dan menenggelam kapal-kapal ilegal.

Sepanjang 2018 saja, Satgas 115 yang dipimpinnya telah menenggelamkan 125 kapal yang melakukan pelanggaran, pada 11 titik di berbagai wilayah Indonesia. Terakhir, Susi memimpin penenggelaman 15 kapal di Bitung, tepat pada hari kemerdekaan 17 Agustus 2018.

Intuisi pula yang menciptakan Susinisasi, sebuah reformulasi anggaran secara efisien hanya dengan menghilangkan jenis kegiatan tertentu. Susinisasi ini dipopulerkan langsung oleh Presiden Jokowi, saat mengapresiasi langkah efisiensi anggaran Kementerian Kelautan dan Perikanan hingga triliunan rupiah.

Paduan antara pengetahuan dan pengalaman juga telah membawa sejumlah kisah sukses Ciputra sebagai seorang entrepeneur. Diantara kita mungkin pernah mendengar slogan mengubah sampah menjadi emas, sebuah definisi bebas dari kata entrepreneurship atau kewirausahaan.

Ciputra, sering menjadikan contoh sukses mengelola rerimbunan semak dan lahan terbengkalai di Ancol, Pantai Utara Jakarta menjadi sebuah taman hiburan terbesar di Asia Tenggara. Mengandalkan intuisinya, lahan terlantar tersebut diolah PT Taman Impian Jaya Ancol Tbk. menjadi sebuah unit usaha yang menguntungkan.

Caranya, tidak tanggung-tanggung, Ciputra berani menawarkan skema bisnis unik kepada Pemprov DKI Jakarta sebagai pemilik lahan, bila usaha rugi dia yang akan tanggung, dan bila usaha menguntungkan, hasilnya bisa dibagi.

Skema bisnis dengan jaminan tidak rugi ini tentu saja menarik bagi pemrov DKI ketika itu. Usaha patungan pun didirikan, dan kita tahu, Ancol kita menjadi pusat hiburan luar ruang yang paling banyak dikunjungi di Tanah Air.

Konon, intuisi merupakan bagian dari kerja otak bawah sadar. Menurut beberapa literatur, otak bawah sadar merupakan gudang informasi yang lengkap dan punya kapasitas lebih dari 80% dari kemampuan otak. Ciputra, terus menerus mengasah intuisi itu hingga kini.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Hery Trianto
Editor : Sutarno

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper

Terpopuler