Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Sempat Gagal Saingi Twitter, Kini Zhang Yiming Melesat Bersama TikTok

Zhang Yiming menjadi bos startup nonIPO dengan valuasi terbesar. Namun, pencapaian itu tidak diraihnya dengan mudah. Zhang pun pernah mengecap pahitnya kegagalan. Berikut kisah Zhang si empunya ByteDance
Zhang Yiming pendiri ByteDance. / Bloomberg
Zhang Yiming pendiri ByteDance. / Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA – Zhang Yiming kini menjadi bos startup nonIPO dengan valuasi terbesar di dunia. Perjalanan Zhang untuk bisa sukses dengan ByteDance tidak semudah membalikkan telapak tangan loh. Bahkan, Zhang pun sempat merasakan pahitnya kegagalan.

ByteDance bukanlah startup pertama yang didirikan oleh Zhang. Pria lulusan Nankai University itu sempat membuat media sosial Fanfou pada 2009. Fanfou ini bisa dibilang mirip Twitter karena menawarkan layanan mikro blogging.

Namun, proyek pertama Zhang ini mengalami kegagalan. Eks pegawai Microsoft itu pun kembali mencoba peruntungannya di dunia digital dengan mengembangkan 99fang pada tahun yang sama.

99fang adalah platform pencarian properti di China. Bisa dibilang, proyek keduanya ini memiliki umur lebih lama ketimbang Fanfou. Sampai akhirnya memasuki 2011, Zhang melihat adanya migrasi pengguna gawai dari komputer ke ponsel pintar.

Memanfaatkan peluang itu, Zhang pun memberikan posisi CEO di 99fang kepada profesional dan fokus mejalankan ByteDance sejak 2012.

Fase Membangun ByteDance

Punya pengalaman dua kali bangun startup, bukan berarti bakal mudah bagi Zhang membangun ByteDance. Didirikan sejak 12 Maret 2012, ByteDance sempat tidak dilirik oleh investor.

Narasi Zhang tentang platform yang bisa menyajikan konten relevan untuk masing-masing penggunanya lewat kecerdasan buatan dan machine learning tidak mudah ditangkap oleh investor.

Menurut KrAsia, Zhang sempat ditolak 20 investor dan hampir menjual ByteDance. Untungnya, SIG Asia Investment datang untuk memberikan pendanaan seri A yang nilainya dirahasiakan.

ByteDance didirikan pada Maret 2012, Toutiao pun meluncur pada Agustus 2012. Setahun kemudian, Zhang kembali mendapatkan pendanaan seri B dari Digital Sky Technologies (DST) dengan nilai yang dirahasiakan.

Menariknya, ketika Sequoia Capital yang sempat menolak Zhang malah muncul sebagai salah satu investor pada putaran pendanaan seri C senilai US$100 juta pada 2014.

Dengan pendanaan itu, Toutiao mulai ekspansi ke luar negeri. Kini, Toutiao tidak hanya dinikmati dalam bahasa China, tetapi juga Bahasa Inggris lewat TopBuzz yang diluncurkan pada 2015.

Tak hanya itu, nama ByteDance makin mencuat setelah merilis Douyin alias Tiktok, media sosial yang berisi konten video pendek lip-sync pada September 2016. Resmi menjadi unikorn pada 7 April 2017, ByteDance pun mengembangkan TikTok untuk pasar di luar China pada September 2017. Selaras dengan ekspansi di luar China, ByteDance menggelontorkan US$1 miliar untuk mencaplok Musical.ly pada 9 November 2017.

Setelah mencaplok Musical.ly, ByteDance merger perusahaan rintisan itu dengan TikTok pada Agustus 2018.

Pengembangan ByteDance

Tak hanya TikTok dan Toutiao, ByteDance juga berinvestasi di beberapa platform agregator konten daring seperti, Dailyhunt dan BaBe. Selain agregator konten daring, ByteDance juga akuisisi Flipagram pada Februari 2017. Flipagram kemudian diubah menjadi Vigo Video, platform video pendek di Asia Tenggara pada Juli 2017.

Tak puas ekspansif di konten agregator dan media sosial video pendek, ByteDance meluncurkan terobosan baru dengan membangun mesin pencari Toutiao Search pada 11 Agustus 2019.

Lalu, Zhang pun juga melirik lini aplikasi musik seperti, Spotify. ByteDance akan membuat aplikasi sejenis dengan nama Resso. Bedanya, Resso bisa memberikan komentar pada lagu yang diputar. Saat ini, Resso masih dalam tahap uji coba di India dan Indonesia.

Rumor Melantai di Bursa Hong Kong

Di tengah kondisi pasar yang masih gonjang-ganjing, ByteDance diisukan bakal melantai di bursa Hong Kong pada kuartal I/2020. Namun, ByteDance membantah rumor tersebut.

“Rumor itu tidak benar, kami tidak berencana untuk melantai di Bursa Hong Kong pada kuartal pertama nanti,” ujar juru bicara ByteDance seperti dikutip dari Reuters.

Rumor ByteDance melantai di bursa makin mencuat setelah perusahaan milik Zhang itu mendapatkan pembiayaan dari beberapa investment bank. Morgan Stanley, Goldman Sach, Bank of China, CMB Wing Lung Bank memberikan pembiayaan senilai US$1,3 miliar pada 10 April 2019.

Nah, tren perusahaan rintisan setelah mendapatkan pembiayaan dari bank adalah melantai di bursa. Namun, memang kondisi pasar dan sentimen terhadap calon emiten startup sedang tidak bagus di pasar global.

Hal itu terjadi setelah penawaran saham perdana atau initial public offering (IPO) Uber bisa dikatakan gagal menarik hati investor.

Dari segi valuasi, kapitalisasi pasar Uber malah turun drastis setelah kurang lebih setengah tahun berada di bursa efek. Kini, kapitalisasi pasar Uber hanya tersisa US$52,86 miliar dari sebelum IPO sempat tembus US$70 miliar.

Nasib serupa juga dialami oleh WeWork yang valuasinya menurun drastis dari sekitar US$40 miliar menjadi tersisa US$7,5 miliar sampai US$8 miliar. Padahal, WeWork sudah matang ingin melantai di bursa dengan target dana IPO yang dihimpun hingga US$9 miliar.

Namun, investor mempertanyakan tata kelola perusahaannya hingga membuat rencana penghimpunan dana lewat melantai di bursa batal. Padahal, WeWork tengah membutuhkan tambahan dana untuk operasionalnya.

bytedance
bytedance

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Ahmad Rifai
Editor : Surya Rianto

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper