Bisnis.com, JAKARTA - Rose dari Fakfak, buku tentang lika-liku perempuan dalam posisi pucuk direksi dan manajemen perusahaan.
Secara rinci mengisahkan perjalanan hidup Maryke Pita Yustika Pulunggono yang lahir di Fakfak Irian Barat, pada 28 September 1961. Dia terlahir dalam keluarga peranakan Tionghoa sebagai anak ke 9 dari 12 bersaudara mendorong Maryke terbiasa bekerja sama dengan adik dan kakaknya mengelola rutinitas keluarga. Maklum, ayahnya adalah seorang nelayan dan ibunya pedagang ikan.
Maryke yang akrab disapa Rose adalah anak yang paling cerdas di sekolah, terutama untuk mata pelajaran Matematika. Dia melalui masa SD sampai SMP di Papua Barat, hingga akhirnya SMA hijrah ke Jakarta berkat dukungan para guru. Untung saja, biaya sekolah Maryke di SMA Tarakanita II Pluit ditalangi oleh kakak tertua.
Dia pun menjadi mahasiswi angkatan pertama di Fakultas Teknologi Mineral Universitas Trisakti, Jurusan Geologi tahun 1980. Maryke yang suka travelling ini tak hanya berprestasi tetapi juga gemar berorganisasi. Masuk dalam dunia geologi yang maskulin, tidak membuat Maryke menjadi tawar rasa. Pada masa perkuliahan inilah Maryke menceritakan kisah pertama berjumpa dengan almahrum Prof. Achmad Pulunggono, dosen di kampus kala itu yang kelak menjadi suaminya.
Dia memulai karir pada 1987 di Trend Kalimantan, sebagai liason officer yang bertugas mengurus hal-hal berkaitan dengan daerah baru. Sejak itu keahlian Maryke terasah sebagai komunikator. Pada Oktober 1999 setelah kerusuhan 1998 dan meredanya dinamika politik dalam negeri, Maryke menikah dengan Pulunggono. Butuh waktu 7 tahun hubungan ini resmi melaju ke pelaminan setelah Pulunggono berani menyatakan cinta ke Maryke pada 1992 di Gurun Gobi, China.
Pulunggono meninggal dunia pada 2004 akibat kanker. Rumah tangga yang berjalan hanya 5 tahun ini sangat berkesan bagi Maryke. Dia sering berziarah ke makam Pulunggono untuk momen penting seperti hari ulang tahun maupun peringatan hari perkawinan.
Baca Juga
Maryke adalah pribadi yang loyal bertahan pada perusahaan meskipun bendera terus berganti dari Petromer Trend, berganti pemilik menjadi Santa Fe, Devon, hingga dibeli PetroChina pada 2002. Kiprah sebagai liason officer adalah pintu yang membawa Maryke menjadi PR Manager di PetroChina pada 2005. Kemampuan berinteraksi dengan baik pada pihak eksternal dan mengembangkan program CSR, membuat dia dipromosikan sebagai Vice President HR & Relations PetroChina pada 2009. Awalnya, Maryke tidak terkesan dengan promosi itu, ada keraguan dan ketidakyakinan.
Adapum tantangan yang cukup berat pernah dihadapi Maryke selaku VP adalah ketika kontrak kerja sama PetroChina sebagai operator Blok Tuban dengan Pertamina Hulu Energi berakhir pada Februari 2018. Dia harus menenangkan karyawan seiring dengan adanya masalah Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
“Kadang, dalam komunikasi, apa yang kita mau belum tentu sama dengan pikiran orang lain. Dapat terjadi perbedaan persepsi antarpihak yang terkait. Kalau tidak berhati-hati dan tidak memiliki empati, bisa gagal paham dan menimbulkan friksi. Inilah yang kita jaga,” ujar Maryke.
Pekerjaan sebagai HRD selama 9 tahun pertama memberi Maryke banyak pemahaman baru. Dia menceritakan kesulitan-kesulitan sebagai perempuan ketika masuk dalam top management. Meski demikian, secara perlahan dia pun mulai mencintai lakon itu.
“Suatu saat nanti, kamu akan mencintai pekerjaan tersebut karena apa yang kamu lakukan bukan untuk dirimu sendiri, melainkan untuk kepentingan banyak orang,” tuturnya.
Buku ditutup dengan epilog dari Maryke yang memulai lembaran hidup berkeliling dunia dan kembali ke Papua. Dia menghabiskan waktu menjadi sukarelawan memberi bantuan pendidikan bagi anak-anak di pedalaman Agats, Papua.
Secara umum, buku ini memiliki susunan yang teratur, meski demikian, sejumlah foto yang disertakan dalam buku belum sesuai waktu penceritaan. Tak hanya itu, caption foto pun hanya berisikan lokasi dan waktu saja, tanpa ada keterangan lebih lanjut yang bisa memberi penjelasan bagi pembaca.
Adapun buku ini punya kelebihan yakni apik dalam memberi ruang testimoni dari 30 orang yakni para sahabat, kolega, staf HRD, staf PR, para wartawan, serikat pekerja, dan jajaran SKK Migas.
Sejumlah testimoni ini memberi sisi lain dari sosok Maryke sehingga konten buku menjadi lebih obyektif. Misalnya saja Maryke diceritakan sebagai pribadi tomboy dan galak tetapi juga menggilai warna pink. Testimoni ini juga menyertakan doa dan ucapan selamat kepada Lady Pink yang telah memasuki masa pensiun setelah 32 tahun berkiprah di industri hulu migas Tanah Air.
Buku ini juga sangat bagus bagi para perempuan yang berkiprah pada tataran top management perusahaan. Maryke secara terbuka membagikan tips dalam menyeimbangkan kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual untuk mengelola pekerjaan dan menata kehidupan.
Kisah Maryke juga bisa memberikan inspirasi agar lebih banyak perempuan yang mau terjun pada industri migas. Dengan demikian, industri migas yang terkesan sangat maskulin ini menjadi lebih ramah pada segala gender dan usia.