Bisnis.com, JAKARTA -- Miliarder Jepang Masayoshi Son adalah pria yang mengesankan. Dia mendirikan dan menjalankan perusahaan telekomunikasi seluler dan investasi raksasa SoftBank Group.
Dilansir melalui Bloomberg, perusahaan Son yang berbasis di Tokyo ini memiliki saham di lebih dari 1.000 bisnis, termasuk Yahoo Jepang dan Alibaba.
Son lahir di Tosu, di pulau Kyushu, Jepang, dari keluarga imigran Korea pada tahun 1957.
Dia bertemu dengan idolanya, pendiri McDonald's Jepang Den Fujita pada tahun 1972, yang setahun sebelumnya telah memulai rantai restoran yang sekarang menjadi franchise terbesar di Jepang.
Fujita menyarankan Son untuk belajar di AS setahun kemudian pada usia 16, Son pindah ke San Francisco dan mendaftar di sekolah menengah. Dia menggunakan nama Korea-nya, dan masuk Universitas California di Berkeley.
Sebuah cerita sampul Science Populer 1975 tentang microchip mengilhami Son untuk mempelajari ilmu komputer bersama dengan ekonomi.
Dia mendapatkan pendapatan pertamanya sebelum berusia 21 tahun dengan menciptakan penerjemah multibahasa dan kemudian menjualnya ke Sharp seharga US$1 juta.
Dia kembali ke Jepang dengan gelar sarjana ekonomi dan mendirikan SoftBank, pada awalnya sebagai distributor perangkat lunak dan penerbit majalah komputer.
Dengan kekayaan yang diperkirakan bernilai US$17,8 miliar, per Indeks Billionaires Bloomberg, Son merupakan orang terkaya ketiga di Jepang setelah pendiri Uniqlo Tadashi Yanai dan pendiri Keyence Takemitsu Takizaki.
Melalui SoftBank dan Vision Fund yang dia dirikan dengan dana US$100, Son telah menginvestasikan jutaan dolar AS di beberapa perusahaan teknologi terbesar di Silicon Valley, termasuk Uber, Slack, dan DoorDash.
Strategi investasi Son dianggap tidak konvensional di Silicon Valley.
Pada awal 2019, jurnalis Fast Company, Katrina Booker, menyebut Son sebagai orang yang paling kuat di Silicon Valley.
Son memiliki visi serta sarana keuangan yang ambisius untuk mengubah industri, dari real estat, makanan hingga transportasi melalui investasi dalam kecerdasan buatan dan pembelajaran mesin.
Dilansir melalui Business Insider pada Minggu (28/6), SoftBank telah mengalami masa sulit dalam beberapa bulan terakhir.
Softbank adalah investor terbesar di WeWork, meskipun kini telah kehilangan lebih dari US$4,7 miliar setelah perusahaan coworking space itu gagal IPO. Serta pandemi virus corona.
Pada bulan April, SoftBank mengatakan bahwa Vision Fund akan menderita kerugian operasi tahunan sebesar US$17 miliar.
Namun hal ini tidak menghentikan ambisi Son untuk terus mengembangkan konglomerasinya.
Pada bulan Mei 2019, SoftBank mengumumkan bahwa mereka akan mendirikan Vision Fund kedua yang kemudian diikuti dengan komitmen investasi sebesar US$108 miliar, lebih besar dari perusahaan ventura pertamanya.
Pada 3 Juni, ketika protes atas ketidakadilan rasial dan kematian George Floyd digalakkan, SoftBank mengumumkan peluncuran dana US$100 juta untuk investasi pada wirausahawan kulit berwarna.
Meskipun dengan kerugian perusahaannya baru-baru ini dan kewajiban membayar para eksekutifnya hingga miliaran yen, Son tetap optimis.
"Segalanya mungkin akan menjadi lebih buruk. Tapi kita akan terus bekerja keras untuk bertahan hidup," kata Son seperti dikutip oleh The New York Times.