Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ketika Bisnis Pernikahan ‘Patah Hati’ di Masa Pandemi

Pebisnis catering pernikahan, biasanya mengantongi Rp50 juta per bulan, kini hanya Rp2 per bulan.
Ketika Bisnis Pernikahan 'Patah Hati' di Masa Pandemi
Ketika Bisnis Pernikahan 'Patah Hati' di Masa Pandemi

Bisnis.com, JAKARTA – Bisnis di bidang pernikahan merupakan salah satu lini bisnis yang babak belur di masa pandemi Covid-19 ini. Betapa tidak, acara pesta pernikahan yang rutin diadakan setiap akhir pekan, kini tak lagi bisa diselenggarakan karena adanya pembatasan sosial berskala besar.

Asih Anggraeni, pemilik dari Rizi Catering menuturkan bahwa krisis yang terjadi pada masa pandemi covid-19 ini merupakan yang terparah sejak dirinya menjalankan bisnis sejak 15 tahun silam.

“Ini paling parah, karena benar-benar penghasilan dari pesta pernikahan sama sekali nggak ada atau 0 persen. Dari Maret sampai sekarang untuk wedding benar-benar enggak jalan,” tuturnya, Senin (21/9/2020).

Padahal, pada bulan-bulan normal, bisnis Rizi Catering yang dijalankannya bisa mencatatkan pendapatan bersih minimal Rp30 juta hingga Rp50 juta per bulan. Apalagi sebagai WO yang sudah berpengalaman belasan tahun, nama Rizi Catering sudah cukup dikenal di kalangan calon pengantin.

Memang pada saat pemerintah memberlakukan PSBB transisi, sudah ada orderan tetapi  hanya sekitar 10 persen dari pendapatan normal, bentuknya pun hanya bersifat akad, bukan resepsi. “Itupun cuma satu atau dua pengantin, omzetnya kecil sekitar Rp2 juta hingga Rp5 juta,” ujarnya.

Sebetulnya sepanjang September dan Oktober ini, Rizi Catering sudah mendapatkan sejumlah orderan baru tetapi karena pemprov DKI kembali memberlakukan PSBB total, maka banyak klien yang minta untuk dibatalkan sama sekali, ada yang diundur, dan ada pula yang hanya meminta proses akad.

“Saya sudah coba mengajukan kepada calon pengantin untuk mencari lokasi di luar Jakarta seperti Bekasi, tetapi tidak ada yang mau karena banyak yang berpikir bahwa tamu dari Jakarta tidak mau datang untuk acara di luar Jakarta,” ungkapnya.

Untuk mengatasi kondisi tersebut, Rizi terpaksa harus merumahkan para karyawannya. Pada awal pandemi sekitar bulan Maret, dia masih sanggup untuk mengcover gaji karyawan selama 3 bulan di awal. Namun, setelah lebaran ketika tidak ada tanda-tanda perubahan, dia pun mulai menyerah dan merumahkan karyawannya.

Bahkan untuk bisa tetap survive, Asih beralih ke bidang kuliner dengan berjualan teh manis dan membuka warung nasi kecil-kecilan dengan pendapatan sekitar Rp100.000 hingga Rp150.000 per hari yang hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

“Suami usaha jual layangan, yang saat ini hasilnya bisa bantu kakak dan adik yang setiap bulan bisa mendapatkan Rp1,5 juta. Kami juga terpaksa menjual kendaraan operasional  untuk menutupi biaya cicilan,” ujarnya.

Meski demikian, Asih masih tetap optimistis dengan bisnis WO yang dijalankannya saat ini. Apalagi dia memulai usahanya dari hobi sehingga dia dan semua tim tetap semangat dan yakin akan usaha yang dijalankan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Dewi Andriani
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper