Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kisah Pemilik Cotton On, DO dari Kampus dan Jadi Orang Terkaya di Australia

Para karyawan juga terlibat secara aktif dalam usaha tersebut. Hampir sebanyak 500 anggota tim telah melakukan perjalanan ke wilayah ini, dan berkontribusi baik dalam guru, anak-anak dan fasilitas pendidikan. Austin juga teratur mengunjungi daerah-daerah ini dan secara pribadi mengawasi proyek-proyek tersebut.
Nigel  Austin
Nigel Austin

Bisnis.com, JAKARTA - Nigel Austin memberanikan diri untuk keluar dari Universitas untuk membangun bisnis ritel pakaiannya.

Hingga akhirnya, kini dia menjadi pemilik toko ritel ternama Cotton On, dan menjadi orang terkaya di Australia pada tahun 2017.

Austin mulai memberanikan diri untuk membangun bisnis ritel pakaiannya saat berusia 18 tahun. Dirinya mulai berfokus dalam bisnisnya pada saat umur 19 tahun dengan keluar dari pendidikannya. Awalnya memang tidak berjalan dengan baik, namun berkat kegigihannya yakni hampir 30 tahun, Cotton On Group miliknya menjadi favorit industri mode yang cepat di Australia.

Firma riset IBISWorld pada bulan September menempatkan Cotton On Group di nomor 15 dalam daftar 500 perusahaan swasta terbesar di Australia, yang diukur dengan penjualan global. Cotton On Group telah menguasai hampir 20 persen dari industri mode cepat Australia senilai US$1,8 miliar, dan dikalahkan oleh 22 persen saham H&M yang berbasis di Swedia.

Selama perjalanannya, bisnis ini telah berkembang menjadi 50 toko di seluruh Australia selama 15 tahun. Peningkatan ini lambat namun stabil, yang menghasilkan keuntungan sejak awal.

Kini Cotton On Group fokus pada pasar Amerika Serikat, dimana telah membuka 143 lokasi sejak merambah pasar pada tahun 2009, di tengah krisis keuangan.

Kelebihan dan Karakteristik Cotton On

Kisah Pemilik Cotton On, DO dari Kampus dan Jadi Orang Terkaya di Australia

Cotton On lebih menonjolkan sensibilitas santai, dan campuran antara Urban Outfitters, Old Navy dan H&M. Produk bajunya dikenal dengan pakaian kasual sehari-hari dan dijual dengan harga sederhana. Pakaiannya juga ditujukan untuk remaja dan dewasa muda.

Cotton on juga membidik enam segmen pasar. Pasar tersebut terdiri untuk Cotton On Kids, Cotton On Body untuk lingerie, pakaian renang dan pakaian aktif, Rubi Shoes, Factorie untuk pakaian jalan santai, Typo untuk alat tulis dan dekorasi rumah dan Supre untuk merek anak perempuan junior yang diperoleh pada tahun 2013.

Selain dari produknya, perusahaan ini juga memiliki kemampuan untuk menemukan sebuah lokasi, dan kemudian memiliki kelincahan dan fleksibilitas untuk menambah atau menarik kembali salah satu mereknya. Hal ini diikuti dengan memenuhi permintaan konsumen yang terus berubah.

Group ini juga memperhatikan dengan biaya pemasaran yang cukup rendah. Cotton On Group cenderung memanfaatkan saluran online dan jejak toko mereka, untuk terhubung langsung dengan pelanggan.

Dari strategi tersebut, Cotton On Group telah menghasilkan keuntungan yang sehat. Jika perusahaan sejenis mendapatkan margin keuntungan dengan rata-rata 9 hingga 10 persen, Cotton On kemungkinan telah mendapatkan margin jauh diatasnya mengingat posisinya yang kuat di negara ASalnya dengan populasinya yang mencapai 24,5 juta.

Perusahaan ini juga menolak untuk mengembangkannya menjadi go public, dan merasa lebih menyenangkan dengan sistemnya yang sekarang.

Pasar internasional pertama yang ditangani Austin adalah Selandia Baru. Kini bisnisnya telah menjadi pasar terbesar ketiga dalam grup di luar wilayah asalnya setelah Afrika Selatan dan Amerika Serikat dengan 139 lokasi.

Sedangkan untuk sektor Asia, perusahaannya telah memiliki 239 toko dengan pertumbuhan terkuat diharapkan datang di Singapura, Malaysia dan Thailand.

Cotton On juga menjadi salah satu dari sedikit bisnis Australia yang telah melakukan ini dalam skala massal.

Kegigihan dari Kecil dan Donasinya

Almarhum ayahnya, Grant Austin, menjalankan bisnis grosir dan impor pakaian yang disebut Austin Group. Pada usia 8 tahun, Austin cenderung menghabiskan waktu liburannya dengan bekerja.

Pada tahun 1991, ia mendirikan toko pertamanya di sebuah ruang kecil di belakang toko daging yang dijalankan oleh kakeknya dan membeli barang dagangan dari ayahnya. Dirinya telah memenuhi tujuan yang dibangunnya dengan mudah. Kegigihan tersebut kemudian juga terus berlanjut yang terus berkembang hingga kini telah memiliki perusahaan ritel yang besar, yakni Cotton On Group

Selain berfokus pada pengembangan bisnisnya, Austin telah mendanai hampir US$50 juta melalui Cotton On Foundation-nya dan mendirikan 5.800 tempat pendidikan. Austin juga memiliki proyek dalam perawatan kesehatan dan infrastruktur terutama di Uganda.

Kisah Pemilik Cotton On, DO dari Kampus dan Jadi Orang Terkaya di Australia

Pada awalnya, Austin dengan senang hati memberikan sumbangan sebesar US$4,000 yang didekati oleh paroki setempat. Namun ketika diminta untuk kedua kalinya, Austin berusaha untuk mengunjungi desa-desa untuk memahami dampak dari kontribusinya.

Dari hasil pencariannya, kini uang tersebut berasal dari penjualan botol air, tas jinjing, permen mint dan tisu yang ditempatkan di dekat lorong kasir toko, dan 100% dari hasilnya disumbangkan ke yayasan.

Para karyawan juga terlibat secara aktif dalam usaha tersebut. Hampir sebanyak 500 anggota tim telah melakukan perjalanan ke wilayah ini, dan berkontribusi baik dalam guru, anak-anak dan fasilitas pendidikan. Austin juga teratur mengunjungi daerah-daerah ini dan secara pribadi mengawasi proyek-proyek tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper