Bisnis.com, JAKARTA - Armand Hartono yang kini sukses mencuri perhatian. Usai, momen pertemuannya dengan Hotman Paris, pemilik beach club Atlas Bali.
“Halo saya dengan Pak Armand, anak konglomerat yang punya BCA," ujar Hotman Paris.
Berbagai komentar pun membanjiri unggahan tersebut. Banyak dari masyarakat yang mengungkapkan bagaimana sosok Armand Hartono di mata mereka, salah satunya terkait sifatnya yang sederhana dan rendah hati.
Sebagai anak Robert Budi Hartono yang merupakan orang terkaya di Indonesia dan pemilik salah satu bank swasta terbesar di Indonesia, harta kekayaan sang Ayah mencapai US$22,4 miliar atau setara dengan Rp335,1 triliun.
Sementara, sang Paman yaitu Michael Bambang Hartono yang merupakan founder perusahaan rokok Djarum dan Group Hartono menyusul menjadi orang terkaya kedua, dengan harta kekayaan senilai US$21,5 miliar atau setara dengan Rp321,8 triliun.
Lantas, seperti apa sosok dari Armand Hartono ini? Berikut ulasan Bisnis selengkapnya.
Baca Juga
Kehidupan Awal Armand Hartono
Armand Hartono lahir pada tanggal 20 Mei 1975 di Semarang, Jawa Tengah. Pria yang kini menjabat sebagai Wakil Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) menceritakan, meski lahir di kota tersebut, namun sejak usia 2 tahun, dia bersama keluarga telah pindah dan berada di Jakarta.
“Papah bilang waktu itu, kalau usaha itu berkembangnya di Jakarta. Jadi harus pindah. Jadi, dari Playgroup, SD, SMP, SMA saya itu di Jakarta,” jelasnya.
Bisa menduduki posisi tinggi di bisnis, nyatanya Armand Hartono tak pernah memiliki cita-cita sebagai tenaga profesional di bidang perbankan. Putra Robert Budi Hartono itu memiliki impian yang begitu sederhana di masa kecilnya.
“Kalau ditanya dulu cita-citanya apa, saya lebih melihat sosok panutan Ayah, Kakak, Paman, yaitu bahagia dan sehat. Tapi, saya itu suka utak atik radio dan televisi segala begitu. Dan memang, akhirnya itu yang membuat saya berkuliah di jurusan teknik listrik,” ungkapnya dilansir dari kanal Youtube Hermanto Tanoko, Selasa (24/1/2023).
Berkat ketertarikannya pada teknik. Alhasil, pada 1966 dia memutuskan untuk pindah ke Amerika dan menempuh pendidikan di California State University. Setahun berikutnya, di 1997 dia mendapatkan gelar Master of Science bidang Engineering Economic-System and Operation Research dari Stanford University.
Perjalanan Karier Armand Hartono
Meski, sebagai anak konglomerat. Nyatanya, hal ini tidak membuat Armand berpangku tangan dengan hanya menikmati kekayaan orang tuanya. Terbukti, kala itu Armand lebih memilih mengasah kemampuannya untuk bisa menambah skill agar bisa mendapat tambahan uang.
“Uang terbatas. Kita terbiasa untuk diberikan uang oleh orang tua secukupnya. Jadi, ketika masih menduduki bangku kuliah saya melakukan part-time as engineer, lalu pernah juga ke Beijing selama 3 bulan untuk belajar bahasa Mandarin. Jadi, ya kita harus mikir kalau uang habis harus ngapain,” ceritanya.
Sebagai anak bungsu dari tiga bersaudara, Arman menyebutkan dia tak pernah dibebani dengan tanggung jawab meneruskan bisnis keluarga.
Bahkan, orang tuanya selalu memberi kebebasan bagi anak-anaknya dalam menjalani kehidupan.
"Di kita tidak ada keharusan untuk masuk ke bisnis keluarga. Orang tua dan Paman open minded. Pokoknya yang penting bisa jadi orang, mengurus keluarga, punya teman-teman yang baik, dan bisa kerja. Itu ya terserah mau di mana saja. Tapi, jika anggota keluarga mereka ingin meneruskan bisnis tersebut mereka akan sangat welcome," papar Armand.
Ingin Menetap di Luar Negeri
Maka, dengan kepercayaan yang diberikan keluarga, Armand pun memutuskan untuk bekerja di JP Morgan Singapura sebagai analis untuk Global Credit Research and Investment Banking dari tahun 1997 hingga 1998.
“Awalnya saya berpikir bagaimana ya bekerja di perusahaan luar negeri, mau tahu proses kerja dari rekruitmen hingga pelatihan. Lalu, saya coba dan di sana, saya banyak belajar soal perbankan, asesmen resiko. Rasanya senang sekali punya teman banyak di lingkungan tersebut. Sehingga, sempat, saya berpikir untuk tidak kembali ke Tanah Air, karena sudah nyaman,” kenang Armand.
Sempat jadi HRD
Adapun, hal yang membuat dirinya kembali ke Indonesia pada krisis 1998 pun atas hasil keputusannya, di mana dia merasa momen tersebut bisa menjadi kesempatannya belajar dan mengambil keputusan yang tepat dalam berbisnis.
Sehingga, dia pun bergabung di perusahaan Djarum yang sudah dirintis oleh keluarga.
“Kala itu posisi yang perlu diisi adalah perlunya sisi budaya manusia, apalagi saat krisis maka perusahaan sangat harus melakukan training dan berinvestasi ke teknologi. Ini jadi pengalaman baru, saya itu kan teknisi, ahli ilmu hitung, kok jadi ngurus HRD, tapi ya sudah saya lakoni saja dan di sana belajar banyak,” ungkapnya.
Sampai tahun 2004, beragam profesi di perusahaan Djarum telah Armand jalankan, mulai dari terjun di bidang teknologi keuangan hingga purchasing.
Hingga akhirnya, pertemuannya dengan Presdir bank BCA, Setioso membuat dirinya menemukan minat besar di bidang perbankan. Pasalnya, menurut Setioso bisnis bank itu asetnya adalah manusia yang dibantu dengan teknologi.
Alhasil, kiprahnya di sektor perbankan Indonesia berawal setelah dia bergabung dengan BCA sebagai kepala divisi perencanaan wilayah pada 2004 hingga 2006.
Lagi-lagi, atas pengalamannya dan pengetahuan bisnis keluarganya yang baik, mereka telah sadar bahwa diversifikasi bisnis adalah hal yang baik. Sehingga, selain industri rokok, keluarga Hartono pun mengakuisisi Bank Central Asia (BCA)
“Kalau yang lain menghindari pembelanjaan yang banyak saat krisis. Justru, kami sebaliknya, yaitu mengakuisisi karena saat itu istilahnya harganya diskon. Supply dan demand-nya kan tidak balance jadi kami ambil kesempatan itu,” jelasnya.