Bisnis.com, JAKARTA - Adanya perombakan seluruh komisaris dan direksi Sritex (SRIL), tak terlepas dari adanya sosok sang pendiri, H.M Lukminto.
Keputusan yang tertuang dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) berisi penunjukkan sang anak, Iwan Kurniawan Lukminto sebagai Presiden Direktur baru pada Jumat (17/3/2023).
Sementara, Iwan Setiawan Lukminto yang merupakan Presiden Direktur sebelumnya, kini resmi menjadi Komisaris Utama, menggantikan Susyana Lukminto, yang meninggal dunia, 20 Agustus 2022 lalu.
Sebagai informasi, Sritex asal Sukoharjo ini telah menjadi perusahaan tekstil terbesar di Asia Tenggara yang memasok seragam militer untuk 35 negara, mulai dari Eropa, Asia hingga Timur Tengah.
Lantas, seperti apa perjalanan bisnis sang pendiri?
Melansir dari Sritex, Lukminto lahir pada tanggal 1 Juni 1946 di Kertosono.
Baca Juga
“Saya tidak menduga, saya tidak punya cita-cita punya perusahaan tekstil sedemikian besar,” ungkapnya dilansir dari Halo Sritex, Kamis (23/3/2023).
Sebagai anak kedelapan dari 13 bersaudara,. Sejak kecil, dirinya terbiasa menempuh perjalanan untuk masuk sekolah dari Kertosono ke Kediri. Tak heran, kebiasaan ini membuatnya terlatih menjadi sosok pekerja keras.
Singkat cerita, Lukminto menikah dengan Susyana pada 26 Oktober 1969 di Kertosono. Bersama sang istri, mereka merantau ke Solo dan memulai kariernya di bidang tekstil dari Pasar Klewer Solo dengan nama UD Sri Redjeki.
Si sulung, Iwan Setiawan Lukminto menceritakan, ayahnya sudah berdagang di usia muda, yaitu 20 tahun pada 1966.
“Awalnya, sebuah kios menjual kain saja. Pertama-tama mempunyai pegawai dua, lalu mengembangkan home industri, jadi pegawai empat, terus mengembangkan UKM, lalu UMKM, hingga membesarkan pabrik di Sukuharjo, di antara tahun 1978 atau 1980,” ungkapnya.
Pada 1968, Lukminto membuka pabrik cetak pertamanya yang menghasilkan kain putih dan berwarna di Solo.
Sepuluh tahun kemudian, tepatnya pada 1978, perusahaannya terdaftar dalam Kementrian Perdagangan sebagai perseroan terbatas. Kemudian, Lukminto mendirikan pabrik tenun pertama pada 1982.
Melalui kerja keras, akhirnya usaha makin berkembang. Sembari diresmikan Soeharto, pasangan ini terus memperluas pabrik yang terintegrasi, dengan empat lini produksi (pemintalan, penenunan, sentuhan akhir dan busana)
“Jadi, tahun 1990-an itu, Sritex telah memproduksi seragam ABRI. Terus, tahun 1994, militer Jerman menghubungi kita. Setelah, mengikuti beragam pengujian selama dua tahun, akhirnya kita bisa memproduksi seragam militer Jerman sesuai standarnya,” ungkap Iwan.
Berkat kualitas yang bagus dan pengiriman tepat waktu, membuat kabar ini beredar luas di NATO. Hingga akhirnya, saat ini Sritex berhasil memasok seragam militer ke 35 negara
Tak heran, jika grup Sritex telah tumbuh menjadi pakaian tekstil terintegrasi yang besar.
Dengan derasnya persaingan global, Sritex mampu menaklukkan segala tantangannya. Bahkan, diketahui Sritex selamat dari Krisis Moneter di tahun 1998 dan berhasil melipatgandakan pertumbuhannya sampai 8 kali lipat dibanding waktu pertama kali terintegrasi pada tahun 1992.
Sebagai informasi, sang ayah memercayakan Iwan Setiawan untuk bisa menjabat sebagai direktur pada 2005.
Di bawah kepemimpinan Iwan, sudah banyak sekali inovasi yang dirinya gagas.
Melansir dari Forbes, selama pandemi, perusahaan ini beralih sebagai produsen masker dan pakaian pelindung dan terus mengokohkan diri sebagai perusahaan terbesar di kelasnya se-Asia Tenggara.
Lukminto sendiri meninggal di Singapura akibat sakit yang dideritanya pada 2014.
Kini, mereka telah berhasil mengekspor produknya ke lebih dari 100 negara dengan kapasitas produksi pemintalan hingga 1,1 juta bal benang.
Melansir situs resminya, dengan adanya keputusan para pemegang saham ini atas perubahan komisaris dan jajaran direksi ini dilakukan untuk merespon situasi geopolitik dan makro ekonomi pada 2023 ini.