Bisnis.com, JAKARTA -- Sudwikatmono memiliki peran penting dalam dunia perfilman di Indonesia, khususnya dalam bisnis bioskop XXI di Indonesia.
Bioskop XXI sering menayangkan berbagai film terkini dan biaya yang terjangkau. Di balik kesuksesan jaringan bioskop 21, ada nama mendiang Sudwikatmono yang menjadi sosok penting di belakang kejayaan industri film di Indonesia.
Tak langsung memulai bisnis di dunia film, sepupu mantan presiden Soeharto ini memulai bisnis pada 1967 untuk membantu pengusaha rekanannya Liem Sioe Liong atau Sudono Salim, yang saat itu belum menjadi warga negara Indonesia.
Pria yang akrab disapa Dwi ini kemudian bekerja dengan Liem dengan gaji Rp1 juta per bulan. Atas hubungannya dekatnya dengan Soeharto, Dwi juga ditugaskan menjadi penghubung Liem dengan pemerintah.
Selain dengan Liem, Dwi membangun bisnis pertamanya CV Waringin Kentjana bersama Ibrahim Risjad dan Djuhar Sutanto pada 1968. CV ini kemudian mendirikan beberapa usaha seperti Bogasari dan Indocement.
Selanjutnya, pada 1981, dia membuka bisnisnya sendiri, yang diberi nama Subentra, yang diambil dari namanya dan rekan bisnisnya Benny Suherman Putra dan belakangan lebih dikenal sebagai pendiri jaringan bioskop Cineplex 21 Group.
Baca Juga
Sosok Sudwikatmono yang menjadi pendiri Bioskop XXI/Wikipedia
Bisnis keduanya diawali dengan impor film Mandarin. Kesuksesannya membawa Subentra melebarkan sayap hingga memiliki 5 perusahaan anak yang turut mengimpor film India hingga pada 1991 bisaa mengimpor film Barat.
Sudwikatmono pertama kali membangun Studio 21 di Jalan MH Thamrin Kav 21, setelah berhasil melakukan ujicoba sinepleks dengan mengubah ruang gedung bioskop Kartika Chandra menjadi beberapa layar, dan resmi meluncurkan Cinema 21 atau dikenal dengan Cineplex.
Adapun, nama "21" diambil dari nomor kaveling jalan MH Thamrin di lokasi Studio 21 pertama dibangun. Namun, ada pula yang mengatakan, bahwa nama itu sesungguhnya merupakan akronim dari Su-Dwi-kat-Mono.
Setelah sukses membangun bisnis perfilman dan membuka studio bioskop, pada tahun 1999 Sudwikatmono melepaskan kepemilikan jaringan bioskop 21 itu kepada rekannya, Benny Suherman dan Harris Lesmana.
Cinema 21 selanjutnya menjadi perusahaan dengan jaringan bioskop terbanyak di Indonesia. Namun, ketenarannya tergerus ketika Cinema XXI berdiri.
Cinema XXI dibuat dengan konsep berbeda dari Cinema 21 dan membuat Cinema 21 menjadi bioskop kelas dua. Pasalnya Cinema XXI memiliki konsep lebih mewah, menggunakan sofa empuk, dan menayangkan film-film Hollywood terbaru. Belakangan Cinema XXI juga memutarkan film-film Indonesia.
Selain itu, Cinema XXI juga menawarkan faslitas seperti permainan, kafe, dan lounge. Atas kepopuleran dan Cinema XXI yang lebih nyaman, mayoritas outlet Cinema 21 juga akhirnya beralih dan direnovasi menjadi Cinema XXI.
Kini PT Nusantara Sejahtera Raya Tbk. telah melantai di BEI. Penggemar film layar lebar juga bisa menonton film terbaru melalui Cinema XXI bisa ditemui di mana-mana di seluruh Indonesia. Cinema XXI bahkan telah resmi mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia (BEI), Rabu (2/8/2023).
Perusahaan itu memiliki kode saham CNMA, yang menerbitkan 8,33 miliar saham dengan harga Rp270 per saham sehingga bisa meraup total dana segar yang dihimpun CNMA mencapai Rp2,25 triliun.