Bisnis.com, PACITAN - Heri Suyanto tak pernah membayangkan produk olahannya bisa menembus Jepang, Denmark hingga Kanada. Produsen gula aren asal Desa Temon, Pacitan, ini memulai usaha dari bawah.
Pria berusia 40 tahun itu kini memiliki CV. Temon Agro Lestari. Padahal, modal awal yang dikeluarkan dari tabungan hanya Rp500.000. Kini dia berhasil mengirimkan 1,3 ton gula aren cair ke Kanada, 900 paket ke Denmark, dan beberapa sampel produk ke Jepang.
Dari modal awal tersebut, kini sudah berkembang pesat. Kini dia mampu menghasilkan pendapatan Rp700.000 per hari. Dalam sebulan Heri menghasilkan pendapatan sekitar Rp21 juta.
Heri saat ini memproduksi tiga varian gula aren. Meliputi gula aren cair, gula aren semut, dan gula aren mini cube. Gula aren semut dan mini cube dibanderol dengan harga Rp15.000 per bungkus.
Adapun gula aren cair ukuran 250 mililiter dan 1 liter masing-masing dihargai Rp15.000 dan Rp50.000.
“Setelah kami berhasil melakukan ekspor, Alhamdulillah sangat mempengaruhi sekali dengan branding dari brand kami, dan meningkatkan penjualan kami 50% dari yang biasanya. Saat ini penjualan kami 70% di lokal, 30% diekspor,” ujarnya pada Rabu (15/5/2024).
Baca Juga
Naiknya penjualan tersebut membawa berkah bagi para petani gula aren di Desa Temon, yang kini menikmati peningkatan penghasilan.
Setelah usahanya berkembang dan ingin menembus pasar ekspor, dia pun mendirikan CV Temon Agro Lestari. Pendirian CV tersebut dibutuhkan untuk legalitas untuk. "Jadi kita bikin-lah CV Temon Agro Lestari," ungkap Heri.
Nama Temon diambil dari desa asalnya dan dalam bahasa Jawa berarti 'temuan', karena gula aren ini dianggap sebagai penemuan mata pencarian bagi Heri dan warga desa.
Bisnisnya terus berkembang, Heri bersama komunitasnya kini mengelola lahan seluas 150 hektar. Lahan seluas itu ditanami 500 pohon aren. Di dalam komunitas itu ada 72 petani penderes atau pengambil nira. Setiap hari yang aktif sekitar 50 petani.
Selain merawat pohon aren asli, atau dikenal dengan pohon kolang kaling, Heri pun menanam varietas dari Kalimantan yang memiliki masa panen lebih cepat. Sekitar 7 tahun, lebih cepat jika dibandingkan dengan varietas lokal yang memerlukan 20 tahun.
Pemilik CV Temon Agro Lestari, Heri Suryanto ketika ditemui di rumah produksi, Pacitan, Jatim, pada Rabu (15/5/2024)/Bisnis - Jessica Gabriela Soehandoko
Perjalanan Panjang Sebelum Bertani Aren
Jalan hidup Heri tidak langsung memproduksi gula aren. Dia dan keluarganya sempat mengadu nasib ke Kalimantan pada 2013. Di tanah tambang itu dia berharap mendapatkan kehidupan yang lebih baik.
Keputusan itu dia ditempuh karena upah minimum kabupaten (UMK) Pacitan yang rendah, sedangkan usaha yang sempat dirintis kandas.
“Jadi pas aku tinggal merantau ke Kalimantan, di situ tahun 2017 itu, mertua sudah mulai ada sakit-sakitan di sana [Pacitan]. Pada 2019 istri aku suruh pulang dulu. Ternyata tidak ada perkembangan di situ, malah semakin parah. Paling parah tahun 2020, aku disuruh pulang juga,” kenangnya.
Setelah mertuanya sakit dan meninggal dunia pada 2020, bertepatan dengan pandemi Covid-19, Heri harus memutar otak dengan sisa tabungan Rp500.000.
Kemudian dia melihat tradisi mengolah gula aren yang sudah turun temurun di Pacitan. Namun, penjualan gula aren itu terhenti di pasar tradisional.
Dia kemudian mencoba untuk mencari peruntungan lewat internet. Pertama, ia mencoba untuk menjual secara online dan kemudian memperoleh respons tinggi dari konsumen.
“Jadi dari jualan di semua sosial media, terus kita coba di marketplace begitu. Akhirnya kita mendapat perhatian dari dinas terkait,” tuturnya.
Tidak berhenti disitu. Heri pun mencari komunitas gula aren lewat sosial media, Facebook. Dari media sosial ini bisnisnya dapat menembus pasar luar negeri
“Ada yang nyari-nyari. Kita kirim sampel sendiri. Akhirnya kita dapat kontaknya, yang kini juga masuk [berperan] di kita di bagian penjualan ke luar negeri,” terangnya.
Melalui kenalan tersebut, Heri memperoleh pesanan untuk dikirim ke Luar Negeri, yakni Kanada. Pengiriman perdana ditandai dengan kelahiran anak bungsunya yang kini telah berusia 1,5 tahun.
“Lahir anakku yang ketiga ini, umur berapa di hari itu, [dapat] orderan ke Kanada,” jelasnya, atau tepatnya pada 2023 awal, dengan produk gula aren cair sebanyak 1,3 ton.
Heri dengan sang Istri (35) dikaruniai tiga anak. Pertama adalah anak laki-laki yang berusia 16 tahun. Anak kedua dan ketiga perempuan yang masing-masing berusia 11 tahun dan 1,5 tahun.
Rencana Bisnis ke Depan
Heri berencana menambah legalitas dan sertifikasi, termasuk sertifikasi organik. Hal itu untuk meningkatkan penjualan dan menjangkau pasar luar negeri yang lebih luas.
“Harapan saya untuk kedepannya adalah dengan adanya sertifikat organik yang kita miliki, akan meningkatkan penjualan dari produksi kita, dan akan menyerap produksi gula aren yang ada di Kabupaten Pacitan,” jelasnya.
Menurutnya, sertifikat organik tersebut seringkali ditanyakan calon pembeli luar negeri. Dengan adanya sertifikat organik diharapkan mampu meningkatkan penjualan dan memperluas pangsa pasar di mancanegara.
Dia mengaku mendapat pendampingan dari Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) dalam produksi, syarat-syarat produksi hingga lainnya.
“Alhamdulillah dengan adanya pendampingan dari LPEI, kami mendapatkan pelatihan yang sangat bermanfaat sekali seperti pelatihan ekspor dan sarana produksi yang menunjang kami dan para petani untuk meningkatkan kapasitas, serta mendapat akses dengan pembeli melalui business matching yang diselenggarakan oleh LPEI,” ujarnya.
Dalam pelatihan itu, dia mendapatkan materi pentingnya semangat dan inisiatif dalam berbisnis. "Pemerintah menawarkan banyak program, tapi pelaku bisnis harus gencar mencarinya. Kalau kita tidak 'berlari', kita bisa tertinggal," pesannya.
Sebagai kepala keluarga, Heri bertekad memperjuangkan usahanya demi masa depan yang lebih baik.
“Ibaratnya kia harus jemput bolanya. Kita tidak bisa kalau kita menunggu, terus [seperti] kalau sekarang ini memang banyak pemerintah memberikan bantuan,” jelasnya.