Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Historia Pan Brothers, Perusahaan Tekstil yang Tengah Lawan Pailit

Historia Pan Brothers dan upayanya terbebas dari kebangkrutan industri tekstil
Karyawan beraktivitas di salah satu pabrik di Jawa Barat. Bisnis/Bisnis
Karyawan beraktivitas di salah satu pabrik di Jawa Barat. Bisnis/Bisnis

Bisnis.com, JAKARTA - Raksasa tekstil Indonesia berjatuhan. Setelah beberapa waktu lalu, Sri Rejeki Isman alias Sritex resmi dinyatakan pailit, kali ini Pan Brothers juga tengah berjuang agar tak terjebak dalam jurang yang sama. 

Sempat menjadi raksasa tekstil  terbesar kedua di Indonesia, PT Pan Brothers Tbk.(PBRX) kini tengah mengatur strategi dengan mengedarkan rencana restrukturisasi utang kepada kreditor untuk pertama kalinya sejak gagal membayar utang awal tahun ini. 

Saat ini, PBRX sendiri masih dalam status Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dan mendapatkan penundaan selama 120 hari untuk menyusun perdamaian penyelesaian utang.

Berdasarkan catatan Bisnis, PBRX disebutkan berencana untuk memangkas beban utangnya dari sekitar US$325 juta menjadi US$140 juta. Nilai ini berdasarkan tingkat yang dianggap berkelanjutan berdasarkan proyeksi keuangan 15 tahun.

Dilansir Bloomberg, dalam skema awal ini, Pan Brothers berencana mengubah surat utang dolar yang beredar dan setengah dari pinjaman bilateralnya menjadi obligasi wajib konversi. 

Surat utang ini diminta tidak dikenakan bunga dan akan diubah menjadi ekuitas setelah 10 tahun. Adapun, pemegang akan mengendalikan 51% saham di pembuat tekstil tersebut setelah konversi. 

Kerajaan tekstil Pan Brothers mulai terpukul saat pandemi karena ekspor menurun. Perusahaan tersebut gagal membayar sejumlah pinjaman pada 2021 dan mendapat persetujuan untuk merestrukturisasi utang di akhir tahun itu. 

Namun, industri tersebut telah berjuang dengan pemulihan pascapandemi, perusahaan tersebut kembali gagal membayar bunga tahun ini.

Historia Pan Brothers

Mengutip laman resminya, Pan Brothers merupakan perusahaan tekstil yang didirikan sejak 21 Agustus 1980, sebagai perusahaan yang bergerak di industri garmen di Tangerang, Banten. 

Perusahaan ini kemudian berhasil melakukan IPO dan melantai di Bursa Efek Indonesia 10 tahun kemudian, pada 1990, sebelum akhirnya diakuisisi oleh perusahaan batik, Keris Group. 

Akuisisi tersebut dilakukan pada 1996 oleh Anne Patricia Sutanto, yang baru masuk ke perusahaan milik keluarganya itu setelah diajak bergabung oleh sanga paman, Handiman, dengan melalui proses due dilligence. Sejak saat itu Batik Keris resmi menjadi pemilik 65% saham PBRX. 

Batik keris merupakan perusahaan yang dirintis oleh keluarga Kwee Som Tjiok alias Kasoem Tjokrosaputro. Kasoem. 

Masuknya Batik Keris dalam jajaran pemilik saham PBRX membuat harga sahamnya melesat dari Rp1.175 per lembar menjadi Rp1.275 per lembar. Lantas pada 1997, PBRX melakukan pemecahan saham atau stock split dengan jumlah sahamnya meningkat menjadi 76,8 juta lembar saham. 

Sejak masuknya Batik Keris dan saat para pimpinannya mulai diganti, kinerja PBRX makin membaik sampai pada 2001 PBRX berhasil membukukan penjualan bersih sebesar Rp287,98 miliar atau naik 19,11% secara year on year (yoy). 

Volume penjualan produk-produk mereka, pada saat bersamaan, juga naik pesat dari 433.639 lusin jadi 481.240 lusin. Keberhasilan tersebut diiringi adanya peningkatan tajam laba bersih sebesar 20,8% atau mencapai sekitar Rp18,10 miliar pada 2001.

Namun, setelah berhasil menuai kinerja positif pada 2002, Batik Keris akhirnya melepas kepemilikan mereka di PBRX.

Meski demikian, keluarga besar Batik Keris, sebenarnya masih mengenggam saham PBRX melalui Anne Patricia Sutanto, yang merupakan keponakan dari Handoko, Handiman, dan Handianto, anak-anak Kasoem Tjokrosaputro. Kini, Anne sendiri masih menjabat sebagai wakil direktur utama di PBRX. 

Sebelum tergabung di PBRX, Anne sendiri merupakan wanita kelahiran Solo, yang menempuh pendidikan di Amerika di jurusan Teknik Kimia dan Bisnis. Dia kemudian melanjutkan pendidikan di Loyola Marymount University dan meraih gelar Master of Business Administration (MBA). 

Setelah menyelesaikan pendidikannya, dia pulang ke tanah air dan bergabung dengan bisnis kayu keluarga milik keluarga, Kayu Lapis Group.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Mutiara Nabila
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper