Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Sosok Miliarder Teknologi Termuda di Dunia, Jadi Maestro AI Meski Putus Kuliah

Alexandr Wang jadi miliarder teknologi termuda hasil sendiri, dengan kekayaan bersih US$2 miliar di usia 28 tahun.
Alexandr Wang/instagram
Alexandr Wang/instagram

Bisnis.com, JAKARTA – Forbes baru-baru ini merilis daftar terbaru orang terkaya di dunia, dengan nama Alexandr Wang menjadi salah satunya. Siapa dia?

Nama Alexandr Wang berada di balik perusahaan rintisan, Scale AI, yang bertugas melakukan pelabelan data, sebuah proses penting dalam membuat dan mengatur konten yang membantu melatih sistem AI untuk menginterpretasikan bahasa manusia dengan lebih baik. 

Tugas para pekerjanya meliputi menulis haiku, meringkas berita, dan menyusun cerita dalam bahasa seperti Xhosa dan Urdu, semuanya untuk menyediakan konteks linguistik yang dibutuhkan chatbot.

Operasi padat karya ini telah menjadi sangat diminati oleh para pebisnis yang ingin memasuki persaingan AI sehingga laju pendapatan Scale AI dengan cepat meningkat tiga kali lipat tahun lalu, mendongkrak valuasinya menjadi US$14 miliar. 

Mengutip Forbes, Wang diperkirakan memegang 14% saham di perusahaan tersebut, yang dinilai sebesar US$13,8 miliar setelah putaran penggalangan dana sebesar US$1 miliar pada Mei 2024.

Lalu, siapa Alexandr Wang?

Lahir di Los Alamos, New Mexico, dari orangtua imigran Tionghoa yang bekerja sebagai ilmuwan di Laboratorium Nasional Los Alamos, Wang telah mengenal fisika tingkat lanjut sejak usia dini.

Wang mulai berpikir untuk menjadi entrepreneur, membuka bisnis sendiri sejak duduk di kelas sembilan, saat dia dan seorang teman membuat Google Doc yang berisi ide-ide startup.

Saat remaja, dia gemar bermain biola, mengikuti kontes matematika dan fisika, dan mengikuti turnamen debat. Dia lulus SMA setahun lebih awal dan sempat bekerja di Silicon Valley, bergabung dengan platform Q&A Quora sebagai seorang insinyur.

"Setelah beberapa bulan pertama bekerja 12 jam sehari di Quora, saya ingat benar-benar terkejut melihat seberapa banyak peningkatan yang saya peroleh sebagai seorang insinyur," tulisnya dalam sebuah blog pada 2016. 

Dia merasa telah berubah dari hanya seorang programmer menjadi seorang arsitek sistem yang sah hanya dalam beberapa bulan, meskipun dia telah belajar coding selama bertahun-tahun sebelumnya.

Saat belajar matematika dan ilmu komputer di MIT, Wang mulai mengembangkan Ava, sebuah aplikasi iPhone untuk membuat janji temu dengan dokter. 

Saat mempertimbangkan tawaran magang musim panas selama tahun pertamanya, sebuah percakapan dengan Eric Wu, CEO Opendoor, meyakinkannya untuk mengambil jalan yang berbeda, yakni dengan menekuni kewirausahaan saat masih kuliah.

Wang memutuskan untuk meninggalkan MIT dan meluncurkan perusahaan rintisannya. 

"Saya tahu saya akan menyesal jika tidak mengambil risiko untuk menjadi seorang wirausahawan di waktu yang tepat," tulisnya dalam blognya.

Pada musim panas 2016, Wang memasukkan Ava ke dalam program akselerator perusahaan rintisan yang dijalankan oleh perusahaan ventura terkenal Y Combinator, yang saat itu dipimpin oleh Sam Altman, yang kini menjadi CEO OpenAI. 

Tak lama kemudian, dia dan salah satu pendiri perusahaan rintisannya, Lucy Guo, mengembangkan konsep tersebut menjadi Scale AI.

Dalam beberapa bulan setelah peluncuran, Scale AI mendapatkan Cruise dan Tesla sebagai klien awal dan mulai membangun jaringan kontraktornya. 

Pada 2017, Wang memperkenalkan Remotasks, anak perusahaan yang mempekerjakan tenaga kerja luar negeri yang terjangkau untuk pekerjaan anotasi data, sementara Guo membantu mengembangkan tenaga kerja dengan merekrut melalui grup Facebook.

Dia menjalankan Scale AI bak perusahaan rintisan klasik Silicon Valley, mempromosikan mantra internal seperti "Why Not Faster" dan "Run Through Walls." Modal ventura kemudian mulai menyusul, termasuk dari investor awal Facebook Accel dan Peter Thiel’s Founders Fund.

Awalnya, perusahaan itu menguji berbagai jenis data, dari PDF hingga gambar, tetapi upaya awalnya gagal mendapatkan daya tarik. Terobosan itu terjadi ketika Scale berfokus pada data sensor dan visi komputer, yang membawanya pada kemitraan besar.

Pada 2019, Scale AI mencapai status unicorn, mencapai valuasi US$1 miliar, dan menandatangani kontrak AI generatif pertamanya dengan OpenAI.

Setahun kemudian, perusahaan itu bermitra dengan militer AS pada infrastruktur data AI. Walaupun Meta membatalkan kesepakatan senilai US$40 juta selama kemerosotan teknologi pada 2023, yang memaksa pengurangan tenaga kerja sebesar 20%, Scale AI bangkit kembali dengan cepat.

Ketertarikan global seputar AI generatif membawa angin segar, membantu perusahaan mengamankan kontrak senilai US$120 juta dengan Google untuk mendukung model bahasa Gemini.

Business Insider melaporkan, setelah mengumpulkan dana segar senilai US$1 miliar, Scale membuka kantor baru di San Francisco musim panas lalu dan sekarang mengincar valuasi senilai US$25 miliar melalui penjualan saham sekunder.

Kini, mengutip Forbes, Wang menjadi salah satu miliarder termuda hasil sendiri, dengan kekayaan US$2 miliar atau sekitar Rp33,5 triliun dari hasil usaha sendiri, ketika pemuda terkaya lainnya mendulang kekayaan dari hasil warisan turun temurun keluarga.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Mutiara Nabila
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper