“Permisi agan-agan, ane mau numpang jualan nih,” tulis satu akun di forum jual beli melalui
Internet. Bagi pengunjung situs online, terutama kaskus.co.id, tentu cukup akrab dengan istilah agan maupun aganwati.
Agan merupakan kependekan panggilan dari juragan yang lebih identik menyapa pengunjung forum yang laki-laki, sementara aganwati tentu saja panggilan sayang untuk pemilik akun perempuan di forum tersebut.
Entah bagaimana ceritanya gaya panggil khas dan terkesan unik ini, lantas menjadi tren. Hampir semua situs online, apalagi situs jual beli bahasa agan dan aganwati ini selalu mengawali. Termasuk dalam bahasa pergaulan sehari-hari.
Begitu kuatnya istilah ‘gan’ tersebut, kaskus sempat menjadikan gaya sapaan ini sebagai penunjuk bagi tamu ataupun karyawan yang bekerja di perusahaan itu. Ketika Bisnis sempat mendatangi kantor ini, beberapa penunjuk dengan kata ‘gan’ sempat menempel di beberapa sudut pintu.
Kaskus, merupakan situs komunitas terbesar di Indonesia ini dikelola oleh PT Darta Media Indonesia.Sekarang, Kaskus mengelola tak kurang dari 4 juta anggota. “Istilah itu memang gaya-gaya komunikasi para member di kaskus,” ujar CEO Darta Media Indonesia, Ken Dean Lawadinata.
Pada awalnya, Ken tidak menduga akan mendirikan situs ini. Ken yang mulai bersekolah di luar negeri sejak duduk di bangku sekolah menengah pertama (SMP) ini hanya berpikir untuk melanjutkan kerajaan bisnis keluarga. Keluarganya memiliki latar belakang sejumlahusaha yang cukup mapan, baik di bidang properti, perdagangan, maupun perhotelan.
Wajar saja, jika Ken yang pada 2008 masih berkuliah di Seattle University Amerika Serikat tak sekalipun punya niat terjun ke bisnis industri online.
“Cita-cita waktu itu masih mau masuk ke bisnis keluarga. Kalau ditanya terjun ke online atau tidak, tentu bukan ini pilihannya. Hanya saja, terjun ke bisnis keluarga yang mana, waktu itu juga belum kepikiran,” ceritanya.
Ketika masih aktif menyelesaikan studi S1, Ken hanya berpikir menuntaskan kuliahnya. “Kepikirnya cuma itu, kuliah kira-kira 1 tahun lagi selesai. Setelah itu lanjut kerja sebentar, terus ambil gelar master,” tuturnya.
Ketika memasuki libur studi, insting bisnisnya bermain. Ken melihat ada peluang bisnis Internet di Indonesia yang saat itu tengah berkembang. Seketika, dia mengajak rekannya di AS, Andrew Darwis, kembali ke Tanah Air dan membuka perusahaan di dalam negeri.
Keputusan terjun ke bisnis ini memang tidak langsung memperoleh respons dari keluarga besarnya. “Tentu orangtua inginnya kuliah selesai dulu, apalagi tinggal setahun. Tanggung kan kalau berhenti di tengah jalan,” jelasnya.
Keraguan yang akhirnya berhasil ditepis, sehingga restu orangtua diperoleh Ken untuk terjun ke bisnis online, termasuk memberi dukungan finansial.
Awal Berdiri Sejatinya, situs komunitas kaskus waktu itu bukanlah satu-satunya. Beberapa pebisnis online terbilang sudah mulai mapan mengeruk keuntungan dari bisnis tersebut.
Hanya saja, dirinya bersama Andrew kala itu berpikir menawarkan konsep beda yakni, menjadi salah satu situs yang menawarkan solusi baru bagi calon pemasang iklan.
“Waktu itu acuan kita hanya detik.com. Satu halaman sudah bisa pasang 15 iklan, kami berpikir bagaimana kalau mengupayakan satu halaman satu iklan saja,” ungkapnya.
Dari situlah, kaskus mulai berkembang. Jumlah pengguna (user) situs ini terus melonjak hingga mencapai 21 juta user pada awal tahun lalu.
Fakta inilah yang membuat Ken akhirnya yakin bahwa industri online mampu memberi keuntungan, dan mencatat perputaran uang yang tak kecil. Berangkat dari perjalanannya membangun kaskus, akhirnya perusahaan ini mencoba menyasar platform lain yang masih berhubungan dengan bisnis online.
“Rupanya e-commerce bagus, sistem pembayaran juga mulai berkembang. Awalnya berpikir setahun menjajal bisnis online, Habis itu balik ke profesional, ternyata sampai sekarang nggak balik-balik,” katanya sembari tersenyum.
Bahkan dalam urusan pekerjaan ini pun, Ken sempat memiliki bayangan akan mulai mempunyai banyak waktu luang saat bisnis online kian berkembang, dan mempunyai lebih dari 50 orang karyawan.
“Nyatanya, sampai karyawan mendekati 50 orang pun, saya masih saja sibuk,” imbuhnya.Baginya, bekerja di industri seperti yang ditekuninya saat ini boleh dibilang rancu. Waktu antara menjalankan kerja secara profesional atau tengah libur dan menjalankan hobi atau kegemaran, sudah tidak dapat dibedakan lagi.
Saat libur, bukan tidak mungkin dirinya masih bertemu dengan klien. Termasuk waktu yang bagi kebanyakan orang mungkin sudah di luar jam kerja. Namun demikian, kondisi ini selalu membuatnya nyaman dan dinikmati setiap waktu.
Kenyataan ini pula yang membuat dirinya merasa bahwa ambisi pribadinya telah tercapai. Kalau toh ada mimpi yang masih dirangkai, karakteristiknya tentu jauh lebih luas. Ken masih cukup yakin industri berbasis Internet di Indonesia akan terus berkembang.
Penetrasi infrastruktur Internet, terutama di luar Jawa memang masih terlihat timpang. Setidaknya ini nampak dari demografi pengguna kaskus yang sebagian besar berada di kota-kota besar Tanah Air.
“Hampir 98% user kaskus ini ada di Indonesia, selebihnya mereka orang Indonesia yang ada di luar negeri,” katanya menggambarkan karakteristik pengguna situs forumterbesar ini. (arief.setiaji@bisnis.co.id/sut) *) Artikel disadur dari Bisnis Indonesia Weekend edisi 28 Oktober 2012