---“Jika Anda ingin menjadi seorang pimpinan yang bagus, kamu juga harus menjadi seorang pengikut yang bagus pula.”
Semua orang yang sukses akan mengatakan bahwa kesuksesan selalu dimulai dari langkah di bawah. Tidak banyak yang bisa begitu beruntung, langsung lahir dan menjadi pimpinan. Kebanyakan, melewati proses yang panjang. Kebanyakan dari mereka pernah menjadi anak buah.
Namun, bagaimanakah seni menjadi anak buah yang sukses? Yang efektif? Yang dipercaya pimpinannya? Yang cepat laju karirnya? Kini, setelah begitu banyak mendengarkan soal leadership yang sukses, kita akan bicara soal seni menjadi anak buah atau seni followership!
Namun, kata followership itu sendiri begitu langka! Lihat saja, jika melakukan apa yang saya sebut sebagai the Google Test. Ketika kita mengetik kata leadership maka yang keluar ada 454.000.000 hit. Sementara itu, ketika kita mengetik kata followership maka hanya akan muncul 444.000 hit. Betul-betul sebuah perbedaan yang sangat banyak. Tidak mengherankan, kalau kita menyebutkan kata followership umumnya orang akan mengernyitkan dahi. Bingung!
Fakta Penting
Fakta pertama, umumnya kita tidak terlalu peduli soal pentingnya seni menjadi anak buah ini. Padahal, diperkirakan bahwa 90% kesuksesan sebuah inisiatif dalam organisasi sebenarnya sangat tergantung pada pengikut dan anak buah yang menjalankannya.
Fakta kedua, mengatakan pula bahwa kepemimpinan yang baik tidak mungkin terjadi tanpa adanya anak buah yang baik. Setuju kan ya? Coba saja lihat bagaimana kita bisa mengatakan seseorang itu pemimpin yang bagus, kalau anak buahnya nggak ada yang mau menurutinya.
Bayangkanlah seorang Patih Gadjah Mada ataupun Jendral Sudirman yang bertempur, tetapi tidak ada yang bersedia menuruti dan tunduk kepada perintah beliau-beliau? Jadi, jelaslah kita bisa melihat bahwa sebuah kepemimpinan yang efektif, sangat ditentukan pula oleh ketaatan anak buahnya (followership).
Dalam sejarah, kisah followership yang parah sebenanya terjadi dengan crew Columbus selama pelayarannya 4 kali mencari benua baru. Bahkan dalam beberapa kali pelayaran tersebut, dikisahkan begitu buruknya ketaatan anak buahnya Columbus, sampai-sampai, Columbus harus memelas agar crew-nya tetap mengikuti pelayarannya.
Bahkan, dalam catatannya pada Oktober 1492, Columbus begitu takut bahwa ia akan dilemparkan ke laut oleh anak buahnya. Para sejarahwan akhirnya mencatat dibalik kecemerlangan Columbus menemukan wilayah baru, ia tidak punya kepemimpinan yang kuat, yang terbukti dari lemahnya ketaatan dan buruknya kepatuhan crew-nya.
Fakta ketiga adalah pentingnya gabungan antara leadership serta followership yang baik agar organisasi menjadi efektif. Dan ada baiknya, perlu diluruskan sejak awal bahwa tidak berarti leadership itu hanya berlaku untuk pemimpin, sementara followership hanya berlaku untuk bawahan.
Bahkan, menurut Jim Collins sang penulis buku terkenal, From Good To Great, dikatakan bahwa akan bagus pula dalam organisasi, kalau si pemimpinnya (leader) juga mau menjadi orang yang mau tunduk (follwership). Bahkan, James Collin dalam bukunya tersebut berbicara soal karakteristik pemimpin yang hebat termasuk di dalamnya adalah rendah hati. (humility).
Termasuk, salah satunya adalah rendah hati untuk tunduk pada orang yang lebih tahu, taat pada aturan yang berlaku. Itulah proses followership, dari seorang pemimpin pula. Bahkan, dalam kalimatnya yang cukup jenaka, Jim Collins mengatakan begini “Semua orang punya boss. Wakil direktur harus lapor pada direktur dan direktur harus lapor pada Presiden Direktur. Lalu, Presiden Direktur harus lapor pada Komisaris. Dan Komisaris haris lapor pula pada istri mereka masing-masing. Semua anak Tuhan pasti punya seorang bos. Jadi, jika Anda ingin menjadi seorang pimpinan yang bagus, kamu juga harus menjadi seorang pengikut yang bagus pula.”
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Prinsip Star Followership
Nah, bagaimanakah seni menjadi seorang anak buah yang sukses (star follower)? Ada beberapa aturannya, mari kita bahas. Pertama-tama, kita harus ingat bahwa sekarang bukan lagi zamannya dimana seorang anak buah cuma bisa bilang “iya” tanpa memberikan ide apapun.
Saya ingat, dulu orang sering bercanda dengan mengatakan karyawan yang keren adalah seorang yang ketika ditanya oleh atasannya “2 tambah 2 berapa?”, jawabnya adalah “terserah bos aja!”.
Namun, sekarang prinsip followership yang bagus bukan lagi cuma bisa ABS (Asal Bapak Senang). Inilah zamannya dimana seorang anak buah harus datang pada pimpinannya sambil berkata, “Pak/Bu, saya punya ide begini…!” Dan justru, jurus penting seorang anak buah yang tergolong star (bintang) untuk membuat atasannya bisa tidur nyenyak adalah dengan prinsip K-I-T-A-B! Apa itu? KITAB merupakan bentuk singkatan dari K=Knowledge (seorang anak buah memiliki pengetahuan yang bisa diandalkan); I=Integritas (jujur dan bisa dipercaya atasannya); T=Tuntas (dikasih tugas, selalu menuntaskan sampai selesai); A=Antisipatif (selalu berusaha mengantisiapsi keinginan atasannya); B=Beri laporan (memberikan update ataupun laporan perkembangan kepada atasannya).
Kedua, seorang star follower senantiasa memberikan support, bukannya dengan menjatuhkan bosnya. Saya pun teringat suatu pengalaman ketika menjadi konsultan bisnis dahulu di suatu perusahaan obat OTC milik Jepang. Saat itu, orang Jepang yang ditugas di Indonesia, tidak terlalu bagus manajemennya. Dan saat itulah ada seorang manager Accounting, yang berusaha mem-back up atasannya.
Ia tidak mengeluh. Ia bahkan menjalankan fungsi jadi manager ‘seksi repot’ yang harus menjalankan peran jadi mediator bagi pimpinan Jepang ini dengan anak buah yang lain di kantor, merangkap jadi HRD manager untuk mengurusi segala persoalan kekaryawanan hingga memanggil konsultan untuk turut membenahi menajamen di perusahaannya.
Dan yang menariknya, beberapa tahun kemudian, setelah si Jepang kembali ke negaranya, siapakah yang menggantikannya? Iya! Si manager accounting inilah yang kelak mengantikan posisi si Jepang tersebut. Inilah contoh seorang star follower yang tidak mengeluh tetapi senantiasa memberikan support, yang kemudian dipromosikan!
Prinsip ketiga adalah seorang star follower dengan sukarela mengambil tanggung jawab atas suatu pekerjaan dan inisiatif. Celakanya, di tempat kerja kita biasanya ada pepatah begini, “Pokoknya siapa yang kasih ide, artinya dia juga yang harus menjalankannya!” Akibatnya apa yang terjadi? Orang cenderung takut memberikan sumbang saran ataupun ide. Namun, menariknya seorang star follower tetap memberikan ide-ide serta inisiatifnya meskipun beresiko bahwa dialah yang harus mengerjakannya.
Prinsip keempat, seorang star follower adalah seorang pribadi yang bersedia di-coach. Istilahnya coacheable. Memang, kita katakan bahwa seorang star follower itu di satu sisi, ia memberikan ide dan sarannya.
Namun, sisi lainnya, ia juga orang yang bersedia tunduk pada perintah. Pada dasarnya, kita melihat bahwa seorang star follower adalah seorang pribadi yang rendah hati untuk diajarkan. Dengan demikian, diapun membuat senang orang yang mengajarinya.
Selanjutnya, prinsip kelima, seorang star follower selalu membantu bosnya memimpin lebih baik dengan informasinya. Apapun situasinya, seorang star follower tahu bahwa bosnya harus paham, harus mengerti.
Apalagi dalam situasi yang mengancam kelangsung operasional organisasi. Misalkan saja, tatkala dia tahu bahwa ada salah satu rekannya yang berpotensi untuk keluar, maka ia sadar bahwa ia perlu memberikan informasi ini kepada atasannya untuk diantisipsi. Namun, meski memberi informasi, bukan berarti si star follower ini adalah “mata-mata” atau “anjing penjaga”-nya si bos. Ia sendiri memfilter dan memikirkan, informasi yang laya atau yang sekedar rumor, yang perlu ia lanjutkan pada atasannya. Inilah yang membuatnya bisa diandalkan.
Akhirnya, yang terpenting, seorang star follower peduli dengan masalah di organisai dan akan berusaha membereskannya, tanpa peduli siapa yang akan dapat penghargaan. Sangat mungkin terjadi di mana si star follower yang melakukan “sapu-sapu bersih masalah” tetapi yang mendapat penghargaan adalah orang lain.
Namun, seorang star follower tidak akan terlalu peduli soal ini. Karena pada akhirnya, jika organisasi tersebut tidak buta, maka akan tampaklah siapa yang sebenarnya yang berjasa untuk membereskan masalahnya. Dan di sinilah akhirnya, kita melihat bagaimana seorang star follower kemudian, cepat ataupun lambat, menduduki posisi penting di organisasi tersebut!
Dan di akhir tulisan ini, saya hanya ingin menyimpulkan satu hal penting, “If you can’be a good follower, it’s hard for you to be a GREAT LEADER. Let’s be a good leader as well as follower!