Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

24 Jam Belajar Dari Ciputra

Tepat 13.30 waktu Singapura, Selasa (26/3), saya masuk ke kamar berlantai dua di Hotel Fullerton, salah satu hotel kelas atas di negara itu. Baru duduk sebentar, sudah terdengar suara ramah lelaki tua menuruni tangga.

Tepat 13.30 waktu Singapura, Selasa (26/3), saya masuk ke kamar berlantai dua di Hotel Fullerton, salah satu hotel kelas atas di negara itu. Baru duduk sebentar, sudah terdengar suara ramah lelaki tua menuruni tangga.

“Kapan kalian datang? Maaf baru bangun tidur,”ujar Ciputra, kepada empat orang wartawan Jakarta yang diundangnya.  Dia mengajak kami menyaksikan penyerahan Luminary Award dari  stasiun TV Channel NewsAsia, milik MediaCorp, yang berafiliasi dengan Pemerintah Singapura.

Kami baru saja datang dari Jakarta pagi itu dan setiba di Singapura langsung mengikuti Luminary Forum yang digelar Channel NewsAsia. Banyak pebisnis Asia yang hadir dalam acara itu. Dua pebisnis Indonesia menjadi pembicaranya, CEO Garuda Indonesia Emirsyah  Satar serta Budiarsa Sastrawinata, managing director Ciputra Group.

Seusai Luminary Forum, kami diajak bertandang ke kamar Ciputra. Pendiri dan pemilik Group Ciputra, Jaya Group dan Metropolitan Group yang namanya masuk urutan ke-15 orang terkaya versi majalah Forbes terbaru itu mengenakan kaus lengan panjang hitam dan celana katun hitam. 

“Saya sambil makan ya,”ujarnya. Dia mengambil satu mangkuk kecil nasi serta satu mangkuk berisi ayam tim. “Ini sudah ditimbang?” tanya Ciputra kepada asistennya. Timbangan menunjukkan berat tim ayam kecap itu hanya 40 gram. “Tadi sebelum dimasak 30 gram, setelah matang bercampur kuah menjadi 40 gram,” jawab sang asisten.

“Kok sedikit sekali Pak,” tanya saya yang duduk di sampingnya.

“Hidup itu bukan untuk makan. Kita makan secukupnya saja, tak usah berlebihan. Lagian saya juga harus diet protein,” jawab Pak Ci, demikian dia biasa disapa, ringan.

Selama ini saya hanya mengenal Ciputra, dari sebatas membaca berita-berita di koran atau majalah mengenai dirinya. Berjumpa secara fisik baru beberapa kali. Itu pun sebatas hanya berjabat tangan sebentar.

Gambaran soal Ciputra pertama kali membekas dalam benak saya sewaktu kelas IV SD sekitar 30 tahun lalu. Pada waktu itu saya pertama kali piknik ke Taman Impian Jaya Ancol. Kebetulan waktu itu menemukan sebuah artikel di majalah yang bercerita mengenai Ciputra, orang yang menciptakan Ancol itu.

Namanya anak kecil dari desa, kesan masuk Ancol menjadi sangat membekas di hati. Ingatan saya soal Ciputra pun selalu berasosiasi dengan Ancol.

Sekarang saya berada tepat di sampingnya. Sambil makan Pak Ci bercerita ngalor-ngidul.

“Sudah keliling Singapura? Bagaimana menurutmu,” ujarnya. Saya hanya bilang, negara itu semakin maju saja.

“Rakyatnya pekerja keras. Pemimpinnya juga. Lee Kuan Yew sangat berani dan tegas. Seorang pemimpin harus seperti itu. Baca itu Hard Truths, buku soal Lee. Kita bisa belajar banyak dari situ,” katanya.

Menurutnya, Singapura bisa maju karena mayoritas warganya memiliki semangat entrepreneurship. Bahkan sekitar 7% dari jumlah populasi penduduk di negara itu menjadi entrepreneur.

Hal itulah yang membuat Singapura bisa menjadi negara maju, meski tidak memiliki sumber daya alam. Kebalikannya dengan Indonesia, yang kekayaan alamnya sangat berlimpah tetapi tidak dikelola dengan optimal.

”Namun, kekayaan alam yang melimpah ini sampai sekarang masih kurang bisa menyejahterakan rakyat.  Hal ini  karena minimnya kemampuan entrepreneurship di negara kita,” papar Pak Ci.

Akibat minim semangat entrepreneurship, pengangguran di Indonesia pun semakin banyak karena para lulusan perguruan tinggi lebih suka mencari pekerjaan, bukannya menciptakan pekerjaan.

“Itulah mengapa saya getol ingin menularkan semangat entrepreneurship ini. Saya sudah mendapat banyak hal dari Indonesia. Itu harus dibalas, dengan entrepreneurship inilah bangsa kita bisa maju,” katanya.

Dia berkeyakinan sebuah bangsa akan maju jika jumlah entrepreneur-nya paling sedikit 2% dari jumlah penduduk. ”Lihat itu Singapura 7%, di Indonesia paling hanya 0,5%.”

Semangat menggelontorkan entrepreneurship pun diwujudkan Ciputra dengan mengembangkan sejumlah sekolah dan perguruan tinggi seperti Sekolah Ciputra,  Sekolah Citra Berkat, Sekolah Global Jaya, Sekolah Pembangunan Jaya, serta beberapa lainnya di beberapa kota.

Di sekolah-sekolah ini entrepreneurship diajarkan sejak siswa belajar pada tingkat awal, bahkan sejak taman kanak-kanak. Tentu pengajaran entrepreneurship ini disesuaikan dengan tingkat pendidikan dan usia para siswa.

Tidak hanya di sekolah yang ada dalam Group Ciputra. Di beberapa kampus universitas lain pun soal entrepreneurship digelorakan oleh Ciputra. Pun juga kepada kelompok marjinal seperti tenaga kerja wanita yang ada di Hong Kong.

Hasilnya, sudah banyak orang yang berubah nasibnya setelah terular virus entrepreneurship ala Ciputra.

“Untuk itulah kami memberikan Lifetime Achievement Luminary Award kepada DR Ciputra karena selain mampu mengembangkan bisnis hingga berbagai negara selama lebih 40 tahun, juga mengampanyekan inovasi dan entrepreneurship," ujar Managing Director Channel NewsAsia, Debra Soon.

Luminary Award dari Channel NewsAsia  terdiri dari 4 kategori, yakni Innovation Luminary Award, Green Luminary Award, Future Business Luminary Award serta Lifetime Achievement Luminary Award.

Pada 2012, Lifetime Achievement Luminary Award diraih Dhanin Chearavanont, pemilik Charoen Pokphand Group, Thailand.

Selasa malam, diiringi sang istri Dian Sumeler, kedua anaknya Rina dan Chandra serta menantu Budiarsa Sastrawinata dan Sandra Chandra. Ciputra merupakan orang Indonesia pertama yangmeraih penghargaan itu.”Ini semata karena berkah Tuhan,” katanya.

Arti Penghargaan

Keesokan pagi, Pak Ci mengajak jalan-jalan mengunjungi  Garden by The Bay. Ini salah satu atraksi wisata baru di negara itu berupa taman bunga seluas 101 hektare. Ada bukit buatan serta air terjun buatan itu ‘kebun raya’ hasil reklamasi tersebut.

“Mari jalan-jalan ke Tanah Air kita. Lha itu kan tanah urugannya diimpor dari Indonesia he..he..,” kata Pak Ci yang mengenakan kaos Lacoste berwarna biru. Dia berjalan sembari membawa tongkat yang juga berfungsi sebagai kursi.

“Pak, ini kalah jauh dengan Kebun Raya Bogor. Air terjunnya pun lebih indah Grojogan Sewu di Tawangmangu,” kata saya.

“Nah itulah bedanya Indonesia dengan Singapura. Mereka bisa mengubah rongsokan menjadi emas. Itulah semangat entrepreneurship, menjadikan dari yang tidak ada menjadi ada dan menjadi penghasilan. Lihat ini, berapa orang yang berkunjung ke sini,” kata Pak Ci.

Sembari berkeliling, Pak Ci bercerita banyak hal, mulai dari soal entrepreneurship, anak muda, Ancol hingga pembangunan Jakarta. “Tapi yang ini, yang itu jangan kau tulis..he..he..”

“Pak, Anda sudah banyak menerima aneka penghargaan. Sekarang apa makna Luminary Award ini,” tanya saya.

“Ini hanya konfirmasi apa yang sudah kita lakukan itu benar di depan publik. Dan, saya bisa melakukan itu karena berkah Tuhan,”tegasnya.

Dia melanjutkan. “But don't expect anything, reward from the public. You do what you think (is) the best, not because to get the reward. Kalau hanya mengharapkan penghargaan, itu adalah kesalahan yang besar sekali. Lakukanlah apa yang Anda anggap yang terbaik.”

Pukul 13.00, kami balik ke hotel untuk makan siang. Pak Ci mengambil satu piring bakpau dan sayur mayur. Lahap makannya, bahkan waktu piring hampir kosong dia bangkit lagi mengambil makanan. “Ini enak. Kita nikmati saja..”(35)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Y. Bayu Widagdo
Editor : Others
Sumber : Bayu Widagdo
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper