Satu kali, dalam buku the Ciputra’s Way, Ciputra bercerita tentang perahu yang berada di tengah laut. Dia melihat perahu itu saat sedang makan di suatu restoran yang menghadap laut tersebut.
“Sedang apa perahu itu di sana?” tanyanya kepada orang yang berada di sekitarnya dan makan bersamanya. Hingga makan itu selesai, tidak ada orang yang mampu memberikan jawaban. Sekalipun nelayan di rumah makan itu.
Menjadi seorang entrepreneur, tidak terlalu rumit. Jika menyimak kisah Pak Ci saat makan di sebuah restoran itu, kita memperoleh satu pelajaran baru: Hal yang mendasar selain memiliki intuisi, inovasi, peka terhadap sekitar, ada hal lain yang cukup penting. Detil. Yah, detil pada bidang usaha yang hendak kita geluti. Kata lainnya: Ingin tahu banyak hal terhadap usaha yang digeluti atau terhadap hal lain.
Dengan mengetahui banyak hal hingga detilnya, Pak Ci hendak mengatakan, membuat orang tersebut menemukan sesuatu yang tidak banyak dilihat orang, yang tidak diketahui orang. Itulah mengapa entrepreneur itu mampu mengubah sampah menjadi emas.
Suatu hari, usai meninjau proyek kota baru Citraland di Manado yang terkenal dengan semboyan Village of Blessings, Ciputra melihat patung angsa yang berbaris di pintu masuk. Selesaikah kisah itu? Tidak. Ternyata setelah melihat angsa itu, banyak hal yang dia lihat itu belum optimal.
Lalu dia memberi catatan kepada stafnya. Catatannya: Patung-patung angsa yang berwarna putih itu masih ‘terlalu biasa’. “Patung-patung itu harus dicat dengan warna yang lebih cerah dan ramai.”
Bagi Ciputra, hal yang menggangu perhatiannya selalu ia pikirkan berulang-ulang, ia dalami, ia rangkaikan dengan pikiran lain dan dengan demikian dia mendapatkan pemahaman yang lebih menyeluruh. Dia berpendapat: Itulah cara berpikir holistic.