Bisnis.com, JAKARTA -Mungkin awalnya hanya menjadi tombo kangen bagi orang-orang Yogya, tetapi kini angkringan sudah menjadi salah satu bisnis yang patut diperhitungkan di Ibu Kota.
Siapa yang tidak mengenal angkringan? Mungkin dahulu angkringan hanya dikenal dan hanya bisa ditemui di daerah Yogyakarta, Klaten, Solo dan sekitarnya. Namun, sekarang kita bisa temui angkringan hampir di beberapa kota besar lainnya, khususnya di Ibu Kota.
Yang khas dari angkringan adalah menu utamanya yaitu nasi kucing dan lampu teplok remang-remang dengan terpal yang menutupi gerobak, menjuntai hingga ke bawah.
Awal target pasar angkringan di Yogya adalah tempat istirahat para pekerja kasar dalam melepas lapar dan dahaga, tetapi kemudian angkringan diminati juga oleh mahasiswa-mahasiswa sebagai tempat yang mengerti dompet di kala tanggal tua.
Angkringan yang sudah ada sejak 80-an kini berevolusi bukan hanya sekadar menjadi tempat makan atau mampir minum isi perut juga menjadi tempat nongkrong yang penuh dengan pertukaran nilai-nilai sosial.
Meskipun angkringan merupakan bisnis yang kecil dan sederhana, tetapi angkringan telah melakukan strategi marketing yang jitu. Strategi bisnis yang digunakan oleh pedagang angkringan itu adalah apa yang kita sebut dengan CRM (Customer Relationship Management), mereka mampu mengenali pelanggannya dengan baik sehingga pedagang angkringan hafal dengan nama-nama pelanggannya.
Kadangkala mereka menyapa pelanggannya, mereka membuat hubungan pribadi dengan pelanggannya yang menjadikannya sebagai strategi yang membuat pelanggan merasa dihargai sehingga akan kembali datang untuk berkunjung dan bahkan bisa jadi pelanggan akan merekomendasikan angkringan tersebut kepada rekan-rekan mereka yang lain juga.
Meskipun sekarang adalah zamannya generasi Y, di mana kafe menjamur, mal tumbuh subur, restoran-restoran cepat saji kian bertambah banyak, angkringan masih tetap bertahan dan mampu beradaptasi dengan lingkungan bisnisnya.
Angkringan kini berubah menjadi tempat nongkrong yang nyaman di mana bertemunya kalangan dari berbagai dimensi sosial, semacam tidak ada kasta dan kesenjangan ekonomi di sana.
Jakarta merupakan tempat bertemunya berbagai kultur dan budaya. Semua orang yang berasal dari berbagai daerah berbaur satu sama lain. Berbagai macan jenis kuniler pun bisa kita temui di Ibu Kota.
Entah kapan sejarah awal masuknya angkringan ke Ibu Kota, tetapi sekarang kita bisa menemui tempat makan ini di berbagai sudut penjuru Jabodetabek. Angkringan Ibu Kota menjadi siluman yang mampu beradaptasi dan mampu bersaing dengan bisnis kuliner lainnya.
POSISI PASAR
Angkringan di Ibu Kota mampu memposisikan dirinya dengan baik di pasar, sehingga dapat diterima dengan baik oleh konsumen Ibu Kota. Mungkin awalnya hanya menjadi tombo kangen bagi orang-orang Yogya, tetapi kini angkringan sudah menjadi salah satu bisnis yang patut diperhitungkan di Ibu Kota.
Angkringan di Ibu Kota tetap mampu mempertahankan nuansanya yang khas sebagai tempat kongkow di mana nilai-nilai sosial masih terjalin dengan guyub tanpa adanya kasta.
Namun, mereka telah melakukan diferensiasi product, menambah menu-menu baru yang lebih moderen yang sesuai dengan trend generasi Y tapi tanpa menghilangkan menu utama yang menjadi ciri khas angkringan itu sendiri. Mofidikasi tempat pun dilakukan, angkringan menjadi lebih modern yang menyuguhkan tempat yang nyaman dan bersih tapi tetap menampilkan gerobak sebagai icon utama dari sebuah angkringan.
Hal menarik yang mencolok lainnya yang terdapat pada angkringan Ibu Kota adalah price. Pelanggan datang ke angkringan bukan karena harganya yang murah, makan kenyang dengan harga murah tidak bisa Anda dapatkan ketika Anda makan di angkringan Ibu Kota. Uang yang dikeluarkan untuk makan di angkringan sama besarnya ketika Anda makan di restoran cepat saji yang moderen atau bahkan di ckafe terkenal.
Namun herannya, orang-orang seakan tidak perduli dengan harga tersebut. Mereka tetap setia keluar masuk mengambil partisipasi untuk berkuliner di angkringan. Salah satu angkringan yang sering saya kunjungi adalah angkringan Bintaro yang berada di depan STAN. Baru 1 tahun berjalan, tetapi pelanggan yang silih berganti datang sangat ramai meskipun membayar sama mahalnya dengan makan di restoran atau kafe.
Angkringan tidak melakukan promosi besar-besaran untuk menarik banyak pelanggan. Tidak ada iklan di media cetak, media elektronik, tidak ada diskon, dan tidak ada promosi melalui sales promotion girls yang menyebarkan leaflet atau memberikan free sample makanan kepada pelanggan. Lalu mengapa angkringan bisa memiliki banyak pelanggan yang loyal?
Tempat yang strategis bisa menjadi salah satu faktor penentu yang menjadikan angkringan ramai dikunjungi orang, tetapi kekuatan word of mouth bisa menjadi senjata utama yang membuat tempat yang jauh dan terpencil bukanlah menjadi sebuah kendala bagi pelanggan untuk datang berkunjung.
Kembali lagi kepada strategi CRM, yang menjadi sorotan utama dalam bisnis angkringan ini di mana sebuah hubungan yang mengimplikasikan loyalitas, emosi dan perasaan positif terhadap pelanggannya.
Ketika seseorang pelanggan berbicara tentang kepuasannya terhadap makanan atau minumannya dan mereka merasa laparnya telah hilang serta ketika mereka merasa senang terhadap pelayanannya, ini menunjukkan bahwa telah terjadi suatu hubungan marketing yang baik antara penjual dan pelanggan.
Strategi yang dilakukan pedagang angkringan tersebut merupakan strategi yang diterapkan sejak lama yang dibawa dari awal ketika angkringan tersebut tercipta di daerah asalnya. Strategi tersebut bisa dibilang sangat sederhana, tetapi jelas dan terfokus. Dan tanpa disadari di zaman sekarang, strategi tersebut telah tumbuh menjadi strategi hubungan pelanggan yang utama yang mulai diaplikasikan di berbagai bidang bisnis lainnya.