Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bisnis Kaos: Tak Hanya Kejar Untung, Tapi Juga Sebarkan Idealisme

KAOS , saat ini telah menjadi 'media' yang multifungsi bagi masyarakat, tidak hanya sekedar sebagai pakaian untuk menutup aurat tubuh, layaknya pakaian biasa yang mampu melindungi dari panas dan dingin.

KAOS , saat ini telah menjadi 'media' yang multifungsi bagi masyarakat, tidak hanya sekedar sebagai pakaian untuk menutup aurat tubuh, layaknya pakaian biasa yang mampu melindungi dari panas dan dingin.

Namun, kaos, sekarang sudah mulai bertransformasi sebagai 'media' kampanye yang cukup efektif untuk menyampaikan suatu gagasan/ideologi atau isu-isu tertentu maupun sekedar menunjukkan identitas suatu kelompok melalui desain yang tercetak pada kaos tersebut.

Seperti misalnya, menjelang Pemilihan Umum (Pemilu), kaos biasanya merupakan sarana yang wajib ada dalam mengkampanyekan seseorang yang hendak berkompetisi menjadi pemimpin daerah. Atau, beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), kaos merupakan media kampanye yang sangat efektif untuk 'menarik' perhatian massa, menggugah kesadaran, saat menyampaikan isu-isu tertentu.

Seperti yang dilakukan Greenpeace atau aktivis lingkungan lainnya yang selalu menyuarakan kepedulian lingkungan hidup, misalkan bertema bahaya global warming, tidak lepas menggunakan media kaos, atau Yayasan Kesehatan Payudara Jakarta yang gencar mengkampanyekan bahaya kanker payudara dengan kaos berwarna pink, dan aktivis pergerakan kampus yang identik dengan kaos perlawanan, dengan desain gambar tokoh-tokoh revolusioner, seperti Soekarno, Che Guevara, dan lainnya.

Fenomena ini, nampaknya ditangkap dengan baik oleh sejumlah pelaku bisnis clothing tanah air untuk makin menggarap segmen tersebut, dengan membuat bisnis kaos bertema, entah itu tema perlawanan, kepahlawanan, kemanusiaan, lingkungan, nasionalisme, dan lain-lain.

Pelaku bisnis kreatif ini kebanyakan memang masih cukup idealis dan menggunakan jalur independen dalam pemasarannya, seperti dengan metode jualan melalui distribution outlet (distro), yakni sebuah toko yang menjual kaos dengan desain sendiri dan dengan brand sendiri, yang saat ini sudah mulai menjamur di berbagai kota, seperti Bandung, Yogyakarta, Jakarta, dan lainnya.

Seperti yang dilakukan Ginanjar Dimas Agung, Owner Beda Clothing n Merchandise, pelaku bisnis kaos bertema lingkungan dan perlawanan asal Yogyakarta.

"Saat ini kami lebih mengusung desain dengan tema tokoh-tokoh dunia yang menginspirasi, seperti Hugo Chaves. Meskipun dulu kami lebih banyak mengusung tema lingkungan hidup," tuturnya ketika dihubungi Bisnis belum lama ini.

Kepuasan Pribadi

Ginanjar mengaku awalnya lebih banyak mengusung tema lingkungan, karena saat itu bekerjasama dengan sebuah LSM yang fokus bergerak pada kelestarian lingkungan. Namun, karena sesuatu hal, LSM tersebut bubar, sehingga bisnis kaos bertema lingkungannya juga berhenti, dan sekarang beralih mengusung tema ketokohan.

"Awalnya kami memang berangkat dari idealisme, jadi tidak melulu profit oriented," tuturnya. Pihaknya mengaku selain mendapatkan profit yang lumayan dari penjualan kaos tersebut, juga puas secara pribadi karena dapat mengkampanyekan idealismenya melalui desain kaosnya.

"Bisnis ini sangat prospektif, karena selain 'booming' media sosial, kaos menjadi salah satu alat pengenalan cukup efektif. Yang penting kemasannya menarik, baik sisi desain, warna maupun bahannya," ujarnya.

Sementara ini, dengan mengandalkan jejaring sosial, pertemanan, maupun komunitas sebagai media pemasaran, respon konsumen cukup bagus. "Harga jual juga kami buat dengan dua tarif, ada harga untuk umum maupun mahasiswa. Umum sekitar Rp75.000, mahasiswa Rp55.000. Hal ini mengingat tidak dipungkiri, segmen usia muda dan mahasiwa masih mendominasi permintaan," ujarnya.

Hal senada juga dilakukan oleh Puji Utami, pelaku bisnis kaos bertema nasionalisme, atau cinta tanah kelahiran, dengan brand-nya KAS (Kaos Asli Semarang), yang dalam bahasa prokem Semarangan berarti mas.

"Ini dimaksudkan sebagai simbol keakraban wong Semarang. KAS merupakan kumpulan orang kreatif yang peduli dengan budaya lokal terutama di bahasa Semarangan. Selain kaos, saat ini juga akan dikembangkan ke merchandise lain," tuturnya.

Pihaknya mengaku dengan berbisnis kaos bertema 'Semarangan', ingin lebih memperjelas visi dan misi usahanya, yang memang tinggal dan bekerja di Semarang.

"Selain itu bertujuan mengajak wong Semarang bangga dengan Semarang, dan agar bahasa Semarangan tidak hilang dan terkikis arus global. Kaos yang kami buat biasanya menggunakan bahasa Semarangan, seperti I Love Sebeh Semeh (Ayah Ibu), Tahu Gimbal (makanan khas Semarang)," ujarnya.

Menurutnya, meskipun belum lama berdiri, respon masyarakat sangat memuaskan, sehingga potensi bisnisnya tersebut masih sangat prospektif. " (Bisnis Indonesia Weekend)


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis :
Editor : Yusran Yunus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper