Bisnis.com, JAKARTA - Bisnis tas, khususnya dari material kulit, memang tak pernah mati. Pelaku usaha yang terjun ke bisnis ini adalah Daniel Rinaldy. Pria asal Garut, Jawa Barat, ini merintis bisnis tas kulit yang dinamakan Mastro sejak 2010.
Daerah Garut merupakan salah satu pusat penghasil kulit terbesar di Indonesia. Sayangnya, menurut Daniel, kebanyakan perajin kulit di daerahnya hanya menjual bahan baku. “Saya ingin menambah nilai ekonomis produk kulit dengan cara memproduksi menjadi barang siap pakai,” katanya.
Daniel memulai bisnis ini dengan modal Rp15 juta. Uang tersebut digunakan untuk membeli mesin dan bahan baku kulit sapi. Dia juga merekrut perajin seorang perajin untuk membantu proses produksi.
Hal senada disampaikan Daniel. Dia memilih kulit sapi bukan tanpa alasan. Karakteristik kulit sapi yang lebar dan tebal cocok memang paling pas dibentuk menjadi tas. “Ketebalan kulit sapi mulai dari 0.6mm—4mm, berbeda dengan kulit kambing dan domba yang hanya mencapai 0.9mm,” ujar pria lulusan jurusan teknik elektro ini.
Daniel mengaku ingin memproduksi tas yang memperlihatkan karakter bahan kulit. Oleh karena itu, dia memilih model tas klasik. Jenisnya ada dua macam yaitu selempang dan ransel. Selain mencari referensi tren tas terkini dari internet, dia juga bekerja sama dengan beberapa mahasiswa desain dari Institut Teknologi Bandung.
Kini, Mostra memiliki belasan model tas kulit nan trendi. Beberapa model yang dia punya antara lain tas ransel (backpack), tas selempang (messenger bag), hingga tas yang sering digunakan tukang pos (postman bag). Tak hanya itu, Daniel juga berusaha menambah kapasitas produksi. Jika dulu dia hanya mampu menghasilkan puluhan tas kulit, sekarang dia berhasil memproduksi 100—150 tas per bulan.
Harga tas kulit Mostra dibanderol mulai dari Rp600.000—Rp1.000.000 per buah. “Harga bahan baku dan proses produksi kulit memang lebih mahal dibanding bahan lain,” ujarnya. Melihat harga yang cukup tinggi, Daniel mengatakan rata-rata pembelinya merupakan eksekutif muda.
Ketika ditanya soal laba, dia mengaku margin keuntungan yang didapat dari bisnis ini berkisar antara 20%—40%.
Dia mengaku bisnis tas kulit ini memiliki kedala. Hambatan terbesar adalah minimnya jumlah perajin produk kulit. Ini karena tingkat kesulitan memproduksi tas kulit cukup tinggi. Alhasil, para produsen tas kulit lokal kesulitas menambah kapasitas produksi.
Kendati demikian, Daniel sangat optimis untuk mengembangkan bisnis tas kulit di masa mendatang. “Proses penyamakan kulit oleh perajin lokal sudah bagus, begitu proses produksinya. Bisnis ini semakin cerah seiring dengan meningkatnya daya beli kelas menengah di Indonesia.”
Menurut dia, setiap tas memiliki tingkat kesulitan yang berbeda-beda. Mulai dari mudah, sedang, hingga sukar. Sebagai contoh, para perajin di Mostra hanya mampu menghasilkan satu tas kategori mudah dalam satu hari. Sedangkan untuk kategori sukar, perajin membutuhkan waktu setidaknya tiga hari.
Untuk bahan baku, Daniel bekerja sama dengan produsen kulit lokal. Dia mengambil barang di pusat produksi penyamakan kulit di Garut.
Untuk pemasaran, Dia membuat situs www.mostra.co sebagai toko online tas kulit miliknya. Selain memasarkan di dunia maya, Daniel juga sering mengikuti pameran kerajinan tangan di beberapa kota di Indonesia. “Pameran bagus untuk menjaring konsumen baru dan memperluas jaringan. Dengan mengikuti pameran, kami juga bisa mendapat respon langsung dari konsumen.”