Bisnis.com, JAKARTA - Guna menghadapi turbulensi ekonomi seperti saat ini, korporasi di Indonesia dinilai perlu menjalankan lima strategi jangka pendek, yakni efisiensi, divestasi, downsizing, outsourcing (alih daya), dan restrukturisasi utang.
Corporate Finance and Trasanction Support RSM AAJ Wiljadi Tan mengatakan setiap perusahaan harus memiliki strategi yang tepat agar bisa bertahan dalam kondisi turbulensi ekonomi saat ini, yang ditandai oleh perlambatan ekonomi oleh hampir semua negara, perang mata uang devaluasi Yuan dan dong Vietnam, hingga masih anjloknya harga-harga komoditas.
“Efisiensi merupakan salah satu strategi jangka pendek yang harus dilakukan di saat kondisi ekonomi bermasalah. Hanya saja jangan semua dibuang, terutama yang berkontribusi jangan langsung dibuang," ujar Wijadi Tan dalam keterangan resmi yang diterima, Kamis,(27/8/2015).
Dia menegaskan pengurangan biaya jangan sampai mengurangi kualitas produk maupun jasa yang diberikan kepada konsumen.
Oleh karena itu, jika ingin mengurangi biaya, pastikan tak memengaruhi nilai bisnis. "Untuk bisa survive apa yang harus dirampingkan harus dilakukan. Intinya mengencangkan ikat pinggang agar lebih langsing," tutur Wijadi.
Selain efisiensi, strategi kedua yang harus dilakukan pada masa kontraksi oleh perusahaan adalah melakukan divestasi. Wijadi menjelaskan divestasi merupakan strategi dengan mengurangi aset atau anak perusahaan yang tak berjalan baik, terutama dilakukan untuk nonperforming asset (NPA).
Ketiga, strategi downsizing, yakni dengan menurunkan jumlah karyawan serta mengecilkan skala bisnis.
"Jadi dikecilkan karena tidak ekonomis, misalnya menutup sementara beberapa lokasi tambang batu bara yang tak menguntungkan yang berjauhan maupun jauh dari lokasi hauling road, lalu fokus pada lokasi yang menguntungkan," jelasnya.
Strategi keempat, lanjut Wiljadi, adalah melakukan outsourcing agar menghemat dana kas dan belanja modal. "Misalnya penanganan sistem penggajian, pelaporan keuangan, dan lainnya dengan menggunakan pihak luar perusahaan, sehingga tinggal bayar fee-nya," tutur Wijadi.
Strategi kelima, perusahaan dapat bernegosiasi dengan kreditur untuk melakukan restrukturisasi utang, baik mengurangi atau menunda pembayaran bunga dan cicilan utang.
Wiljadi mengaku saat ini RSM AAJ sebagai perusahaan konsultan terintegrasi di bidang audit, pajak, dan business advisory, semakin banyak menerima proyek-proyek penangangan restrukturisasi utang, terutama di sektor pertambangan.
Selain lima strategi jangka pendek, Wiljadi menyarankan korporasi juga melakukan empat langkah mitigasi berjangka panjang, berupa harvesting, fokus target segmen, relokasi, dan business processing reengineering/BPR.
Wiljadi menjelaskan harvesting adalah menjalankan operasional perusahaan apa adanya, namun tidak melakukan reinvestasi apapun.
Relokasi bisa dilakukan dengan mencari pasar yang besar dan biaya tenaga kerjanya rendah. “Seperti sekarang RSM AAJ sedang menangani relokasi pabrik mainan anak dari China ke Semarang,” kata dia.
Dia menjelaskan selama ini banyak perusahaan terlena, karena merasa bisnisnya baik-baik saja. Namun, ketika ekonomi sulit dan kontraksi, perusahaan baru menyadari sekarang, kalau banyak produksi yang tak efisien.
“Makanya perlu ada business process reengieenering. Semua perusahaan harus mengencangkan ikat pinggang agar lebih langsing. Bla kondisi ekonomi telah membaik, baru lakukan ekspansi,” ucapnya.