Bisnis.com, JAKARTA — Mira Murati, visioner teknologi keturunan Albania-Amerika di balik beberapa terobosan paling signifikan dalam kecerdasan buatan (AI) kembali menjadi sorotan.
Kali ini, dia banyak dibicarakan karena menolak tawaran menggiurkan sebesar US$1 miliar dari CEO Meta, Mark Zuckerberg.
Sebagai mantan Chief Technology Officer (CTO) OpenAI dan kini pendiri startup AI Thinking Machines Lab, Murati telah menjadi salah satu tokoh paling berpengaruh dalam persaingan AI global.
Penolakan bulat timnya terhadap tawaran besar Meta menunjukkan kepercayaan mereka terhadap kepemimpinannya dan keyakinan mereka terhadap visi jangka panjang startup tersebut.
Otak di Balik ChatGPT
Sebelum meluncurkan Thinking Machines Lab, Mira Murati menjabat sebagai kepala teknologi di OpenAI, salah satu posisi paling berpengaruh di dunia AI modern.
Baca Juga
Selama masa jabatannya, dia memainkan peran penting dalam memimpin pengembangan teknologi inovatif seperti ChatGPT, DALL·E, dan Codex—sistem yang telah mengubah cara orang berinteraksi dengan kecerdasan buatan.
Karyanya membantu membawa AI generatif ke arus utama, memicu gelombang inovasi global di berbagai industri, mulai dari pendidikan dan kesehatan hingga desain dan pengodean.
Murati bukan sekadar pemimpin teknis, dia juga merupakan seorang visioner strategis.
Di OpenAI, dia menekankan pentingnya keamanan, keselarasan, dan pengembangan yang bertanggung jawab, mendorong organisasi untuk berpikir mendalam tentang dampak sosial dari sistem AI yang canggih.
Secara internal, dia mendapatkan reputasi sebagai "otak AI" di balik proyek-proyek OpenAI yang paling ambisius, dipuji karena sikapnya yang tenang dan fokus, serta kemampuannya membimbing tim multidisiplin melalui periode inovasi yang intens.
Kombinasi presisi teknik dan pemikiran yang berpusat pada manusia menjadi landasan bagi langkah berani berikutnya, yakni mendirikan perusahaan AI-nya sendiri.
Perusahaan miliknya didirikan pada awal 2025, Thinking Machines Lab, dengan cepat muncul sebagai salah satu startup AI yang paling banyak diminati.
Meskipun belum meluncurkan satu produk pun, perusahaan ini baru-baru ini mengumpulkan pendanaan tahap awal yang mencengangkan sebesar US$2 miliar dengan valuasi mendekati US$12 miliar, dipimpin oleh Andreessen Horowitz.
Tujuan startup ini adalah untuk menciptakan sistem AI yang dapat dikustomisasi, diinterpretasikan, dan diakses secara luas yang dapat mendefinisikan ulang lanskap AI.
Para pakar industri mengatakan bahwa mode tak terlihat perusahaan ini justru menambah daya tariknya. Dengan Murati sebagai pemimpin, ekspektasi terhadap apa yang akan datang sangat tinggi.
Alasan Murati Menolak Meta
Dilansir Wired, Meta milik Zuckerberg menawarkan paket kompensasi gaji mulai dari US$200 juta hingga US$1 miliar kepada beberapa anggota tim Murati untuk bergabung dengan Superintelligence Lab yang baru diluncurkan.
Namun, setiap tawaran itu ditolak. Sumber mengatakan tim Thinking Machines Lab yakin ekuitas mereka di startup ini berpotensi jauh lebih bernilai, dan yang lebih penting, mereka lebih menghargai independensi dan visi Murati daripada gaji dari perusahaan teknologi besar.
Dalam industri teknologi di mana gaji besar seringkali menjadi penentu keputusan, loyalitas yang ditunjukkan oleh tim Murati sangat menonjol.
Penolakan tawaran menggiurkan dari Meta menunjukkan keyakinan mereka terhadap misi dan potensi jangka panjang perusahaan rintisan tersebut.
Banyak pengamat juga mencatat bahwa kesempatan untuk membantu membentuk masa depan AI dari nol, tanpa batasan perusahaan raksasa, merupakan peluang langka dan bermakna, yang telah Murati ciptakan dengan kerja keras.
Kepemimpinan Mira Murati telah diakui di seluruh dunia, membawanya masuk dalam daftar 100 Tokoh Paling Berpengaruh di AI versi Time (2024) dan 100 Wanita Paling Berpengaruh di Bisnis versi Fortune (2023).
Dengan semakin menguatnya Thinking Machines Lab dan penolakan tawaran miliaran dolar dari Meta, Murati tidak hanya memantapkan posisinya sebagai pengembang AI, tetapi juga sebagai pembentuk masa depannya.