Risiko Jarak
Menyiasati defisit infrastruktur di wilayah konsesi sagu, Handi mengakui jarak yang jauh mememang menjadi risiko perusahaan. Dari kota Sorong ke wilayah konsesi, jarak tempuh darat adalah 8 jam perjalanan darat.
Untuk itu, pengangkutan sagu ditempuh melalui perjalanan air dengan membangun kanal utama sepanjang 15 kilometer. Sagu dipotong setiap ruasnya, diangkut melalui kanal, lalu diproses di pabrik yang letaknya memang di tepian lahan konsesi.
Soal defisit listrik, saat ini ANJAP mengalokaiskan sebagian dari investasi sebesar US$40 juta untuk membangun pembangkit listrik. “Kalau mau pakai solar, harganya tinggi. Jadi energi harus kami adakan sendiri, PLN tidak bisa masuk. Di sana kita pakai kombinasi biomasa dengan coal [batu bara],” jelas Istini.
Pembangkit listrik direncanakan akan segera beroperasi pada April 2016 saat pabrik beroperasional secara penuh. Untuk uji coba saat ini, ANJAP menggunakan tenaga diesel.
ANJAP pun akan menata pola jarak tanam sagu rakyat tersebut sehingga memiliki besar batang merata dari atas ke bawah. Istini mengaku selamanya sagu di hutan tersebut akan tetap menjadi milik masyarakat daerah tersebut.
Masih sangat besar pekerjaan rumah yang harus dilakukan ANJAP untuk dapat mengembangkan industri sagu di Papua, memasarkannya, hingga mengenalkannya di dunia internasional.
Selain minimnya infrastruktur, ANJAP masih harus menghadapi situasi pasar yang belum mapan terbentuk. Penjajakan produksi dilakukan bersamaan dengan penjajakan pasar. Istini bahkan memprediksi profit pertama akan dicapai pada awal 2018.
Di sisi lain, pengembangan sagu pun bisa menjadi alternatif untuk dapat menyubtitusi penggunaan gandum yang impornya sekitar 8 juta ton per tahun. Di sisi lain, kebijakan strategis pengembangan sagu di level pemerintah pun jarang digaungkan. Kita bahkan mengirim rastera (beras sejahtera) ke Papua yang pangan utamanya adalah sagu.
Jika suatu saat keberadaan tepung sagu terbukti dapat menyubitusi kebutuhan tepung lain yang kita impor, maka sagu di Papua adalah jawaban yang selama ini belum disentuh bahkan cenderung disia-siakan.