Kabar24.com, PEKANBARU – Penyakit thalassaemia sebagai salah satu penyakit kelainan darah akibat diturunkan dari keluarga, belum sepopuler penyakit darah lain seperti leukemia.
Akibatnya perlu upaya sosialisasi secaraberkelanjutan kepada masyarakat khususnya generasi muda akan bahaya penyakit ini, sehingga perkembangannya di Tanah Air bisa dikendalikan.
Dari kondisi tersebut, Astra Daihatsu Pekanbaru bekerja sama dengan Yayasan Thalassaemia Indonesia (YTI) Provinsi Riau memaparkan akan bahaya penyakit kelainan darah itu kepada 100 siswa di SMA Negeri 1 Pekanbaru.
“Kegiatan ini termasuk dalam kegiatan community social responsibility rutin dari Astra Daihatsu, kami memilih SMA Negeri 1 Pekanbaru karena memang sebagai generasi muda yang nantinya akan melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi butuh bekal pengetahuan kesehatan semacam ini,” kata Branch Manager Astra Daihatsu Pekanbaru Dodik Priambodo kepada Bisnis, Kamis (10/12).
Pada kegiatan sosialisasi tersebut, Pembina YTI Provinsi Riau dr Elmi Ridar memaparkan materi tentang bahaya dari penyakit thalassaemia dan penanganan penderitanya.
Dia menjelaskan sebagai penyakit keturunan, penderita akan mengalami kondisi sel darah merah yang mudah rusak atau umur darah yang lebih pendek dari sel darah normal. Akibatnya penderita mengalami gejala anemia atau kurang darah seperti pusing, pucat, lemas, susah tidur, hilang nafsu makan, dan infeksi berulang.
Untuk merawat pasien dengan penyakit thalassaemia, Elmi mengatakan butuh biaya besar karena pasien harus melakukan transfusi darah seumur hidupnya agar dapat mencukupi kebutuhan darah dalam tubuh.
Bagi pasien yang masih berumur di bawah 10 tahun, dia memerkirakan dalam sebulan diperlukan transfusi darah sebanyak 2 hingga 3 kantong, tetapi di atas itu bisa mencapai 4 kantong atau lebih.
“Kebutuhan darahnya tidak sama, karena menyesuaikan dengan berat badan pasien, jadi semakin besar tubuhnya kebutuhan darah juga semakin banyak,” katanya.
Elmi mengatakan sebagai penyakit keturunan sampai saat ini belum ditemukan obat yang tepat untuk menyembuhkan total pasien dari penyakit itu.
Sebagai langkah antisipasi, pihaknya rutin menggelar sosialisasi khususnya kepada generasi muda akan bahaya penyakit ini. Langkah ini dilakukan mengingat penyakit thalassaemia hanya diderita lewat keturunan atau pernikahan dua orang tua yang sama-sama membawa gen penyakit itu.
Upaya pencegahan yang sangat mungkin dilakukan saat ini kata Elmi, bisa dilakukan lewat pemeriksaan darah di laboratorium, khususnya bagi pasangan muda yang akan menikah. Lewat langkah itu akan diketahui apakah calon pasangan memiliki gen penyakit thalassaemia atau tidak.
YTI menyarankan kepada orang yang membawa gen penyakit thalassaemia agar tidak menikah dengan sesama pembawa gen, karena bila memiliki keturunan akan mendapatkan anak yang menderita penyakit tersebut.
“Memang rasionya kalau sesama pembawa gen ini menikah, ada potensi 25% anaknya akan menderita penyakit thalassaemia dan kami sarankan kalau sudah terlanjur menikah agar tidak memiliki keturunan,” katanya.
Untuk itu, Astra Daihatsu Pekanbaru kata Dodik sudah menyiapkan serangkaian program dukungan kepada para penyandang penyakit thalassaemia yang ada di Pekanbaru dan Riau.
Beberapa program yang telah dijalankan seperti bantuan sosialisasi ke sekolah dan bantuan operasional berupa uang tunai, tenda, dan pompa suntik bagi penderita yang bernaung di YTI Provinsi Riau.
“Program ini adalah adalah yang kedua kalinya kami jalankan setelah 2013 lalu kami buat kegiatan serupa, kami berharap bisa mendorong meningkatnya kesadaran akan bahaya penyakit ini di generasi muda,” katanya.
Adapun menurut data YTI Provinsi Riau saat ini penderita penyakit thalassaemia yang terdata di Riau mecapai 175 orang dengan jumlah penderita terdata paling banyak di Pekanbaru. Sedangkan secara nasional saat ini YTI mencatat ada sekitar 7.900 orang penderita yang terus berjuang untuk tetap hidup meski mengidap penyakit kelainan darah itu.