1. Padukan Tren dan Segmen Pasar
Seperti halnya bisnis lain, dalam bisnis sepatu juga ada masa naik turun. Namun hal tersebut bisa diatasi dengan mengandalkan kreatifitas.
Dari pengalaman Yusi maupun Tomi kunci untuk bisa masuk dan bersaing dalam bisnis pembuatan sepatu, salah satunya, inovasi.
Menurut Yusi, modal bukanlah faktor yang utama yang perlu dipikirkan jika ingin memasuki bidang usaha ini.
Bisnis ini bisa digeluti tanpa mengeluarkan modal yang terlalu besar. Dia sendiri mengaku hanya bermodalkan beberapa ratus ribu rupiah yang digunakan untuk membeli selembar kulit domba untuk dijadikan dua pasang sepatu.
Untuk membuat sepatu dia mencari perajin yang mau meladeni sistem maklun di daerah Solo, Jawa Tengah.
Hasil penjualan dua pasang produk pertama itu dia putar menjadi modal kembali untuk membeli bahan baku. Usahanya terus membesar hingga sekarang mampu memiliki workshop dengan sekitar 15 perajin.
"Ada tiga hal yang harus dimiliki jika ingin terjn dalam usaha ini. Pertama siapkan mental termasuk bagaimana jika bisnis gagal. Kemudian cari usaha yang sesuai passion. Terakhir harus jeli melihat tren yang disesuaikan dengan segmen pasar. Jadilah creator bukan follower," tuturnya.
Kreatifitas dan ide adalah modal terbesar yang dimiliki Yusi dalam bisnis tersebut.
Dia mencari pasar dari kalangan menengah. Menurutnya segmen ini yang paling cocok untuk sepatu handmade. Biaya produksi dan upah tidak akan sulit tertutupi jika dia membidik segmen bawah.
Untuk memenuhi ekspektasi pasar yang dia bidik, dia mencoba memberikan sepatu yang unik yang sesuai karakter konsumennya.
Misalnya, dari segi bahan, dia memadukan berbagai jenis bahan baku seperti kanvas, kulit, batik, bahan lainnya. Modelnya pun dibuat beragam mulai dari flat shoes, highheel, angkle boot, long boot.
Dia juga membuat sepatu dengan warna-warna yang berani. Selain itu Yusi yang memang doyan menggambar sering bereksperimen untuk membuat desain sepatu.
Dia pernah membuat sepatu dengan model kuda, bentuk barong, sepatu dengan lukisan wayang, hingga sepatu dengan lukisan srikandi.
Desain khusus tersebut memang sering kali bukan untuk dijual umum tetapi dibuat terbatas untuk keperluan pameran seperti di Indonesia Fashion Week, Inacraft atau Hongkong Fashion Week.
Namun strateginya itu terbilang jitu. Dengan keunikannya dia kerap menggondol penghargaan, sering diliput media sehingga otomatis meningkatkan brand awareness.
Kondisi yang sama juga dilakoni Parayu Indonesia. Menurut Tomi bisnis sejak awal Parayu memang diproyeksikan untuk segmen pasar menengah atas atau kalangan wanita sosialita dengan range usia 18-38 tahun.
Parayu pun dihadirkan dalam beragam bentuk sepatu seperti flat shoes, sneakers serta highheel yang memang banyak digemari target pasarnya.
Ke depan, pihaknya juga akan mengeluarkan desain dalam bentuk boot serta wedges.
"Akan tetapi yang membuat kami berbeda lebih pada segi bahan baku. Kami menggunakan banyak kain tradisional Indonesia seperti Batik dari berbagai daerah di Jawa, songket dari Sumatera serta kain tenun terutama dari Sumatera dan Kalimantan," jelasnya.
Pemanfaatan kain-kain tradisional itu sekaligus menjadi bagian dari inspirasi pendirian Parayu Indonesia.
Menurut Tomi, ide awal para pendiri bisnis tersebut memang untuk lebih memasyarakatkan kain tradisisional Indonesia yang kaya akan nilai historis.
Sayangnya, saat ini banyak konsumen yang tidak terlalu sadar makna atau latar belakang di balik kekayaan kain tradisonal.
Seperti arti katanya yang berarti perempuan dalam bahasa Sunda, Parayu Indonesia, diharapkan dapat menjadi pusat perhatian konsumen sepatu.
"Selama ini kami sudah bisa masuk ke segmen pasar Indonesia, maka ke depan kami akan membidik ekspor dan terus mengeluarkan model baru agar bisa diterima pasar internasional," tutur Tomi.
Untuk memenuhi target pasar baru tersebut, Parayu mengubah sistem produksinya. Mulai minggu depan mereka akan meninggalkan sistem maklun dan mulai membangun workshop sendiri agar produksi bisa lebih lancar.
Perubahan sistem produksi tersebut juga untuk mengejar target produksi menjadi 1.200 pasang sebulan.