Bisnis.com, JAKARTA- Ratusan akuarium berjajar rapi. Di dalam akuarium, terdapat ikan-ikan berukuran kecil tetapi sangat mencolok penampilannya. Ikan tersebut bertubuh transparan dan memiliki garis berwarna biru serta merah. Yang paling unik, tubuhnya seperti mengeluarkan cahaya.
Namanya ikan neon tetra alias Paracheirodon innesi. Ikan neon tetra adalah salah satu jenis ikan hias air tawar. Ikan cantik ini berasal dari perairan Amerika Selatan.
Ratusan akuarium tersebut milik Bambang Suripto, salah seorang petani ikan neon tetra. Dia melakukan budi daya ikan tetra di kawasan Pondok Petir, Sawangan, Depok, selama 10 tahun belakangan. Dia menjual hasil produksinya ke pengepul untuk kemudian diekspor sebagai bahan baku kosmetik.
Bambang senantiasa bersemangat untuk mengembangkan usahanya. Mengapa? Karena para petani ikan tetra di Indonesia saat ini baru dapat memenuhi 20% kebutuhan ikan tetra. Berdasarkan prediksi, pada 2030 angkanya baru mencapai 50%. Selain Indonesia, negara lain yang juga melakukan budi daya ikan tetra hanya China. Sementara permintaan datang dari Prancis, Jerman, Australia, Amerika, Singapura, Malaysia, dan lain sebagainya.
Saat ini Bambang dengan bantuan anak buahnya baru mampu memproduksi kurang lebih 400.000 ekor ikan neon tetra tiap dua bulan sekali dari 900 akuarium miliknya. Karena itu saat ini dia tengah menyiapkan lahan baru di dekat rumahnya di kawasan Jakarta Selatan agar dapat meningkatkan kapasitas produksinya. Dia menargetkan jika lahan tersebut telah siap, dapat memproduksi setidaknya 150.000 ikan neon tetra dari 300 akuarium tambahan.
Saat awal membuka usaha, dia meminjam uang dari koperasi. Dia mulai melakukan budi daya ikan tetra dengan 50 akuarium. Melihat potensinya yang menjanjikan, dia tak tinggal diam. Langkah Bambang memajukan usahanya sangat terbantu dengan adanya pinjaman modal dari Bank Rakyat Indonesia (BRI).
Awalnya dia tercatat sebagai nasabah Kredit Usaha Rakyat (KUR), saat ini dia sudah ‘naik tingkat’ karena mendapatkan pinjaman lebih besar lewat program Kredit Usaha Pedesaan (Kupedes).
Dia menimbang-nimbang cukup lama sebelum mengambil keputusan untuk menambah modal dengan cara meminjam dana ke BRI. Alasannya, takut terhadap risiko jika telat membayar. Di tengah masyarakat terdapat anggapan bahwa jika telat membayar utang ke bank maka harta benda akan langsung disita. Padahal sejatinya, bank khususnya BRI akan melakukan proses negosiasi terlebih dahulu.
Setelah mendapatkan penjelasan baik-baik dari BRI, lama kelamaan Bambang luluh dan memutuskan kerja sama dengan bank tersebut. Bagi pria yang akrab disapa Bang Pitet ini, modal yang besar sangatlah penting untuk meningkatkan kapasitas produksinya.
“Kalau nggak ambil pinjaman nanti nggak berkembang,” katanya.
Dia membeli bibit ikan neon tetra seharga Rp125 per ekor. Sementara harga jual ke pengepul saat ini berkisar antara Rp250-Rp600 per ekor tergantung dari ukuran ikan. Bambang beranggapan, belum banyak orang yang tertarik berbisnis ikan neon tetra karena melihat angka recehan tersebut. Padahal jika berhitung baik-baik, potensi keuntungannya mencapai sekitar 100%.
“Belum banyak yang tertarik, mungkin karena melihatnya recehan. Akhirnya memilih jadi pekerja saja,” katanya.
Baginya, budi daya ikan neon tetra tergolong ‘manis’ jika membandingkan dengan usaha lain yang pernah dia coba sebelumnya. Sebelum menjadi pengusaha, pria yang merupakan lulusan D1 bidang pariwisata ini pernah bekerja di sebuah hotel. Setelah itu dia mencoba menjadi peternak kambing serta sapi.
Dia mendapatkan pengalaman kurang enak saat beternak kambing yaitu kambingnya kerap hilang. Sementara untuk sapi, dia merasa harus menunggu cukup lama untuk balik modal. Sampai akhirnya dia melihat orang lain yang sudah sukses terlebih dahulu dalam menggeluti budi daya ikan neon tetra. Sosok kelahiran Jakarta, 17 Januari 1968 ini pun mencobanya dan hingga saat ini merasa bahwa budi daya ikan neon tetra adalah usaha yang minim kerugian dan risiko.
Budi daya ikan neon tetra minim kerugian karena permintaannya selalu ada hampir sepanjang tahun. Sementara dari segi risiko masih dapat terkendali. Risiko budi daya ikan neon tetra adalah ikan mati karena sakit. Untuk mencegahnya, harus ada pemeriksaan setiap malam untuk mendeteksi apakah ikan dalam keadaan normal atau tidak. Ikan-ikan yang sakit biasanya akan berkumpul di salah satu sudut akuarium. Namun, meski risikonya adalah ikan mati, jumlahnya biasanya tidak akan seberapa.
Berkaitan dengan itu, Bambang pun menyebutkan bahwa kunci untuk sukses berbisnis ikan neon tetra adalah fokus, serius, dan telaten. Dalam menjalani bisnis tersebut tidak bisa setengah-setengah terutama pada saat awal merintis.
“Kalau mau ‘main’ ikan ya hampir setiap hari mengurusnya, seperti orang bekerja saja, menjadi rutinitas dari pagi hingga sore,” katanya.
Mengapa? Karena petani harus rutin memberikan makan saat pagi, siang, dan sore hari. Selain itu, aktivitas menguras akuarium tak boleh terlewat. Namun, pada dasarnya budi daya ikan neon tetra tidak terlalu rumit.
Hal lain yang harus menjadi perhatian petani adalah selalu memasukan daun ketapang di akuarium untuk mencegah agar ikan tak mudah sakit. Selain itu, berdasarkan pengamatan Bambang ikan neon tetra hanya cocok berkembang biak di air tawar dengan derajat keasaman atau pH tertentu.
“Selagi air bisa diminum, ikan hias bisa hidup,” katanya.
Musibah
Bambang juga mengaku punya semacam chemistry dengan ikan-ikannya, seperti layaknya seseorang dengan hewan peliharaannya. Pernah suatu ketika, saat istrinya sakit, pikiran Bambang terpecah antara mengurus istri dan bisnisnya. Kala itu, entah kenapa, ikan-ikannya pun banyak yang tiba-tiba sakit.
Bapak empat anak ini kemudian mencoba berterus terang kepada anak buahnya tentang kondisi yang dia alami. Akhirnya bisnisnya tetap terkendali. Meski begitu dia berduka karena istrinya meninggal dunia.
Dia juga pernah mendapatkan musibah lain, puluhan akuariumnya roboh karena penopangnya lapuk termakan rayap.
Namun, semua itu sudah berlalu. Bapak empat anak itu kini mencoba mengembangkan usahanya dengan bantuan BRI. Dia juga sudah mendapatkan pendamping hidup yang baru.
Menurut Kepala Unit BRI Kanca Cinere Unit Pasar Jumat-Jakarta Selatan Nanik Suryani, awalnya Bambang meminjam modal lewat program KUR sebesar Rp20 juta. Saat ini Bambang sudah menjadi nasabah Kupedes dengan plafon Rp100 juta.
BRI menyalurkan pinjaman modal kepada Bambang karena melihat prospek usahanya yang cerah dan memerlukan pengembangan lahan. “BRI memberikan bantuan modal karena melihat lahannya yang terbatas sehingga masih harus menambah lahan,” katanya.