JAKARTA, Bisnis.comDalam konteks bisnis global saat ini, penyusunan kekuatan dan perencanaan strategi ala Sun Bin tidak kalah menarik untuk disimak. Walaupun ilmu pengetahuan militer China kuno mengecam militerisme sebagai tidak bermoral dan tidak efisien tetapi kemampuan bertahan, melindungi, menciptakan perdamaian, dan menghukum dianggap rasional dan alami.
Mereka yang tidak memiliki pertahanan alami disarankan membuat rencana strategi bagi diri mereka sendiri. Sun Bin memberi contoh Kaisar Kuning yang menemukan pedang dan melambangkannya dengan garis pertempuran.
Berjaya di kancah bisnis, menurut pakar manajemen, tak ubahnya berperang. Strategi berperan penting di dalamnya. Bagaimana menghalau atau bahkan melumpukan musuh secara meyakinkan sehingga sang pemenang mendapatkan seluruh ‘aset-aset’ yang ditinggalkan lawan bisa jadi menjadi impian komandan tempur dimanapun berada.
Pemandangan yang kurang lebih sama juga terlihat dalam kegiatan bisnis sehari-hari. Bedanya, dalam bisnis tidak terlihat pengerahan pasukan yang dipersenjatai. Tidak terlihat peluru kendali yang siap ditembakkan. Tidak terdengar deru menyeramkan pesawat-pesawat tempur yang siap menumpahkan bom-bom mematikan.
Dalam sekolah-sekolah bisnis terkemuka, ruang-ruang pertemuan perusahaan dan bahkan di industri perfilman global, banyak kejadian mungkin tampak sulit dipercaya sebagai ‘reinkarnasi’ kebangkitan bala tentara China kuno. Kebangkitan Sang Naga sebagai kekuatan pasar global dan kompetisi yang kian berdarah-darah, tak pelak, memberikan daya tarik manajemen konflik dan strategi klasik kuno di era manajamen bisnis modern saat ini.
Panduan strategi China kuno yang sangat terkenal adalah Seni Perang dari Sun Tzu (Sun Tzu’s Art of War) yang ditulis oleh Sun Tzu, pakar militer yang sangat tersohor pada era negara-negara berperang.
Dalam perjalanannya, sekitar seabad kemudian, seorang keturunan langsung dari Sun Tzu juga menghasilkan karya strategi penting yang tidak kalah menonjol. Dialah Sun Bin yang berarti Sun Yang Tersayat.
Dia pula yang menjadi penerus pemikiran Sun Tzu sehingga dijuluki Sun Tzu II. Keahlian Sun Bin dalam strategi klasik yang diturunkan dari para pendahulunya digambarkan dalam kisah terkenal mengenai pelayanannya kepada Qi yang berjudulExtraordinary Strategies of a Hundred Battles (Strategi Luar Biasa dalam Seratus Pertempuran).
Menurut Seni Perang, perjuangan untuk mendapatkan keuntungan yang jauhnya 50 mil akan menghalangi kepemimpinan yang sedang melaju. Hanya setengah dari mereka (para pemimpin) yang memiliki prospek berhasil dalam jarak 25 mil yang sebenarnya akan sampai di tempat tujuan.
Menghadapi kondisi demikian, pasukan perlu digiring memasuki wilayah musuh dan lindungi mereka dengan membuat beribu-ribu perapian. Pada hari berikutnya kurangi perapian menjadi hanya setengahnya saja. Begitu pula seterusnya.
Ini adalah strategi jitu itu untuk mengecoh jenderal lawan. Musuh akan sangat senang mendengar jumlah perapian yang terus menyusut hari demi hari. Seteru beranggapan bahwa penyerang sedang meninggalkan medan laga.
Akibat salah persepsi ini, jenderal musuh merasa seolah berada diatas angin dan dengan mudahnya memerintahkan bala tentara untuk meninggalkan infanterinya. Apa yang ada di benaknya adalah bergegas mengejar pasukan lawan tanpa membuahkan hasil maksimal kecuali beberapa orang dari pasukan yang memang sudah dipecah-pecah.
“Dengan memperhitungkan kecepatan pengejaran mereka, dapat disimpulkan bahwa saat malam tiba, musuhnya akan mencapai jalan sempit yang sulit dilewati, suatu tempat yang sangat ideal untuk melakukan serangan balik,” demikian salah poin yang terkenal dalam The Lost Art of War.
Bagaimana dengan Anda dan korporasi yang Anda pimpin? Sudahkah menemukan strategi perang yang jitu untuk berjaya di arena bisnis?