Bisnis.com, JAKARTA–Kepada Bisnis Ketua Hipmi Jaya Afifuddin Suhaeli Kalla mengungkapkan resolusinya, bahwa bisnis di bidang energi pada 2019 harus lebih baik dibandingkan dengan kondisi pada 2018, dengan harapan banyak upaya yang dilakukan dalam memaksimalkan pengembangan renewable energy atau energi terbarukan.
Hal ini seaan dengan rencana Pemerintah mencanangkan ke depannya pada 2025 kebutuhan energi di Indonesia disokong oleh renewable energy.
Negara-negara Eropa sudah banyak yang mulai meninggalkan fossil fuel dan mulai beralih ke renewable energy dan Indonesia pada hakikatnya memiliki potensi yang besar untuk mengembangkan sumber energi tersebut.
"Jadi kemudahan untuk pengembangan di bidang renewable energy seharusnya bisa dimaksimalkan karena potensinya di Indonesia sangat besar," kata Afifuddin kepada Bisnis pada Jumat (28/12/2018).
Afif menyadari upaya untuk mencapai resolusi 2019 tersebut tentu akan banyak menghadapi tantangan. Salah satu tantangan yang disebutkan oleh Afif adalah keberadaan PLN sebagai satu-satunya pembeli dari energi yang dihasilkan oleh pembangkit energi.
Afif membandingkan situasi ini dengan situasi di Jepang mana kala masing-masing wilayah memiliki "PLN-nya" masing-masing sehingga tiap-tiap wilayah mengetahui kebutuhannya masing-masing.
"Itu sebuah tantangan menurut saya, karena pembelinya satu dan sekarang harga batu bara makin meningkat, defisit PLN juga makin besar. Oleh karena itu mudah-mudahan PLN bisa melihat peluang-peluang yang ada ke depannya khususnya renewable energy," tutur Afif.
Afif menerangkan meskipun pemanfaatannya memerlukan modal awal yang besar, ke depannya biaya yang diperlukan semakin rendah. Hal ini berbanding terbalik dengan batu bara yang membutuhkan modal awal yang murah akan tetapi ke depannya membutuhkan biaya yang besar karena harga batu bara bergantung pada harga pasar.
Tantangan kedua menurut Afif adalah adanya regulasi yang mewajibkan pengembang pembangkit energi untuk memberikan asetnya kepada pemerintah.
"Sebagai perbandingan saja, kami, pembangkit energi tenaga air, itu hanya meminjam air lalu kami kembalikan lagi [airnya] ke sungai, ibaratnya seperti itu. Ada perbandingan menarik yaitu dengan perusahaan air kemasan, itu [mereka] mengambil air tetapi airnya tidak dikembalikan lagi ke sumbernya. Perusahaan air kemasan yang mengambil air, tidak diserahkan pemerintah, tetapi kenapa kami pengembang yang cuma meminjam air kenapa harus diserahkan ke pemerintah?" kata Afif.
Dari sini Afif berharap ke depannya regulasi yang terkait dengan pengembangan energi dapat diperbaiki dan memberikan kemudahan bagi pengembang energi terutama renewable energy.
Ini mengingat tahun 2019 memasuki tahun politik, tentunya banyak yang bertanya apakah 2019 merupakan tahun yang tepat untuk melakukan ekspansi bisnis.
Afif menjelaskan dibandingkan dua pemilu sebelumnya, pemilu kali ini diselenggarakan pada awal tahun dan diselenggarakan secara serempak baik Pileg maupun Pilpres. Hal ini dipandang lebih efisien dan tidak menyita waktu apabila dibandingkan dengan pemilu-pemilu sebelumnya.
"Saya membaca ulasan dari teman-teman internasional dari berbagai konsultan mereka menyebutkan mereka optimistis dengan Pemilu 2019. Mereka menganggap Pemilu 2019 akan berlangsung dengan damai dan adil. Pengalaman dua pemilu sebelumnya itu sebenarnya efek dari pemilu terhadap money inflow dan terhadap mata uang yang tidak stabil itu tidak terlalu besar," kata Afif.
Dia menyimpulkan, dalam tataran makro perekonomian Indonesia tidak akan terlalu terganggu, akan tetapi dalam level mikro investor luar negeri akan cenderung mengambil sikap wait and see selama berjalannya pemilu.
Menurut Afif, investor internasional hanya membutuhkan dua hal yaitu kestabilan politik dan kemudahan hukum. Apabila kedua aspek tersebut terpenuhi maka investor internasional pasti berinvestasi masuk ke Indonesia karena Indonesia merupakan salah satu negara dengan perkembangan yang cukup pesat di dunia.
Dalam Pemilu 2019, Afif meyakini kedua calon presiden akan mempertimbangkan empat hal dalam pelaksanaan kebijakan yaitu pembangunan infrastruktur, penyediaan listrik, pengembangan SDM, dan pemerataan distribusi pendapatan antarwilayah.
Keempat hal ini perlu disiapkan untuk menghadapi tantangan ekonomi di masa depan terutama revolusi industri 4.0 dan dirinya optimistis kedua calon presiden telah mempertimbangkan keempat hal tersebut.
Ke depan, Afif selaku CEO PT Bukaka Energy, mengatakan pada 2019 akan tetap mengedepankan renewable energy sebagai bisnis masa depan.
"Di revolusi industri 4.0 disebutkan bahwa renewable energy adalah salah satu penopang utama dari revolusi industri 4.0 karena yang dicari sekarang bukan cuma sumber energinya tetapi juga energi yang murah," katanya.
PT Bukaka sendiri ke depannya akan selalu fokus di renewable energy, sektor yang memungkinkan untuk ekspansi, menambah portofolio, dengan tetap berkomitmen di sektor tersebut.