Ada seorang anak kecil yang senang sekali mengumpulkan mainan. Dari tahun ke tahun, mainan yang tersimpan itu menjadi semakin banyak, hingga suatu hari kardus penyimpannya penuh. Akibatnya, mainan-mainan baru tidak ada yang bisa dimasukkan ke dalam kotak kardus itu. Masalahnya, si anak kecil itu tidak rela untuk membuang mainan-mainan yang sebenarnya tidak diperlukan lagi.
Hingga suatu hari Ibu dari si anak kecil itu menasihatinya, “Nak. Kamu mulai harus melihat kembali semua mainan yang kamu kumpulkan. Ketahuilah, tidak semua mainan itu kamu perlukan lagi. Buanglah mainan yang tidak perlu, supaya kamu bisa punya mainan baru yang bisa kamu taruh di situ. Ibu tidak akan kasih kotak kardus yang baru karena rumah kita sudah terlalu kecil. Tidak akan muat untuk banyak kotak mainan.”
Tapi, rupanya, si anak kecil itu tidak mau membuang mainan lamanya, sehingga tidak ada mainan baru yang bisa disimpan di dalam kardus itu lagi.
Ada kisah lain tentang dua pengembara yang berkelana dari satu tempat ke tempat yang lain. Satu pengembara, selalu riang gembira dan santainya. Satu lagi selalu bersusah hati dan mengeluh. Salah satu keluhannya adalah beban di pundaknya. Masalahnya, dari tahun ke tahun, barang yang dibawa oleh si pengembara kedua itu makin lama makin banyak. Dan, ia tidak pernah mau melepaskan beban-bebannya. Malahan, dari setiap tempat yang ia kunjungi ia menambahkan beban. Akibat, dari waktu ke waktu hidupnya berjalan dengan terseok-seok.
Sementara itu, temannya hidupnya begitu ringan. Pasalnya sederhana, di setiap waktu ia memilah-milah bebannya dan berusaha membuang yang tidak dibutuhkannya.
Kisah ketiga terjadi di sebuah rumah, di mana tiba-tiba terjadi banjir, padahal bukan musim hujan. Setelah dicek ternyata bak di atas rumah yang biasa dipakai untuk menampung air ternyata luber. Kok bisa? Rupanya, saluran tempat biasa air mengalir tersumbat oleh kotoran-kotoran air hujan yang selama ini tidak dibersihkan.
Nah, cobalah perhatikan, apakah kesamaan dari ketiga kisah di atas? Ketiga kisah itu, prinsipnya sama, gara-gara timbunan yang dibiarkan tanpa mau dilepaskan ataupun dibersihkan, timbunan itu pun menjadi beban yang mengganggu. Begitu pula yang terjadi dengan hidup kita.
Bertahun-tahun lamanya, kita membiarkan begitu banyak sampah pikiran, beban dan masalah dari masa lalu dan hidup kita terus ditimbun di pikiran kita. Begitu juga pikiran-pikiran yang berisi emosi menyakitkan, kebencian, kemarahan, dendam, dengki, iri. Belum lagi informasi-informasi salah yang mungkin tanpa sadar, tidak kita cek-ricek dan terus tertanam di benak kita. Akibatnya, hidup kita terseok-seok karena beban itu.
Itulah sebabnya, sama seperti tubuh, mental dan pikiran secara berkala perlu dibersihkan. Diisi dengan informasi yang baik dan mengikhlaskan pikiran-pikiran yang negatif itu berlalu dari hidup kita. Dengan kata lain, kita perlu melakukan detoks mental!
Makna Detoks Mental
Sederhananya, detoks mental berarti membatasi diri dari pikiran-pikiran yang memicu perasaan-perasaan yang cenderung negatif. Lalu, pikiran itu diganti dengan pikiran-pikiran lain yang mampu membawa kita kepada perasaan tenang, damai dan bahagia. Detoks mental intinya adalah membatasi yang negatif. Lantas, mengganti dengan yang positif.
Dari tahun ke tahun kita menyimpan banyak sekali sampah. Pertama-tama adalah sampah dari masa lalu kita. Contohnya adalah kejadian yang terjadi di masa lalu, tapi masih kita bawa sampai sekarang. Misalkan saja, mungkin kita pernah berbuat kesalahan ataupun mengalami kegagalan. Akibatnya, rasa bersalah hingga perasaan malu itu terus menerus kita bawa dalam pikiran hingga sekarang.
Sampah lainnya bisa berupa sampah yang berisi kata-kata atau ucapan orang lain yang pernah kita terima yang sulit kita maafkan hingga sekarang. Celakanya, di kepala kita terus memutar kejadian dan peristiwa hingga detail-detailnya. Akibatnya, kita terus menyimpan kebencian dan kemarahan kepada orang tersebut.
Sampah lainnya bisa berupa berita-berita atau informasi yang kita tidak tahu kebenarannya, namun terus-menerus menciptakan perasaan jengkel, marah bahkan benci.
Dengan kata lain, kita masih terus menyimpan dalam pikiran kita, sampah-sampah informasi yang tidak kita cek kebenarannya itu. Tapi ujung-ujungnya, kita percaya dengan informasi ‘sampah’ itu dan terus menyakininya. Akibatnya, justru yang muncul adalah perasaan marah, benci dan dendam yang tak berkesudahan.
Latihan Melakukan Detoks Mental
Pada masa depresi dunia sekitar 1929 hingga 1939, muncullah seorang inspirator bernama Emmet Fox yang telah menganjurkan orang untuk melakukan detoks mental, agar dunia bisa menjadi lebih baik. Saat itu, kondisi dunia begitu kritis dan dipenuhi dengan rasa frustasi dan depresi, sesuai dengan sebutan dunia pada masa itu.
Dalam prinsipnya, detoks mental yang disarankan sebenarnya mencakup tiga hal penting. Pertama, komitlah dalam harian, lantas mingguan hingga bulanan, untuk membatasi dari pikiran-pikiran negatif yang justru bisa semakin merusak bahkan memperburuk hidupmu.
Kedua, tatkala Anda mulai merasakan ataupun mulai memikirkan hal-hal yang negatif, katakanlah ‘stop’ pada dirimu. Prinsip ketiga adalah memasukkan lebih banyak lagi hal-hal yang positif ke dalam pikiranmu, daripada yang biasa kamu lakukan.
Jika memungkinkan, detoks mental sebenarnya bisa dibantu dengan memasukkan hal-hal yang baik lewat bacaan-bacaan yang positif. Ataupun, bisa pula melalui training ataupun dengan menonton hal-hal yang memberi motivasi dan inspirasi positif. Selain itu, tentunya, dengan merefleksikan diri, bermeditasi, serta mengingat hal-hal yang membuat hidup kita sangat terganggu saat ini, serta belajar untuk melepaskan, memaafkan serta mengikhlaskannya.
Akhirnya, artikel ini saya tutup dengan peringatan yang diberikan oleh Jack Canfield, penulis buku Chicken Soup for Soul yang terkenal. Menurutnya, rata-rata sehari seseorang bisa menerima hingga 460 kata negatif. Kalau ini benar, bayangkan betapa banyaknya kata negatif yang kita terima dalam kehidupan kita selama ini. Tidak mengherankan kalau pikiran kita lantas dipenuhi dengan sampah. Dan saatnya buat kita secara sadar untuk menghentikannya semua sampah-sampah pikiran kita, serta mengganti dengan yang lebih positif.
Anthony Dio Martin
CEO HR Excellency & Miniworkshopseries Indonesia, trainer, penulis, executive coach, host di radio bisnis SmartFM. Website: www.anthonydiomartim.com