Bisnis.com, JAKARTA – Ekonomi sedang sulit gara-gara pandemi berkepanjangan. Namun ingat, perusahaan-perusahaan kepemimpinan tidak akan menggunakan kemungkinan pemecatan di masa depan secara strategis.
Benar demikian?
“Mereka tidak akan mengambil keputusan dan tindakan yang didasarkan pada anggapan bahwa orang-orangnya adalah ‘barang sekali pakai,” demikian seorang pakar manajemen pernah mengatakan.
Pertanyaan klasik selalu muncul di dunia manajemen organisasi: Apakah dibutuhkan sikap keras pada orang-orang agar perusahaan bisa sukses?
Apapun jawabannya, masing-masing pihak punya alasan tersendiri. Bagi mereka yang tidak setuju beralasan bahwa sikap keras malah bisa membuat perusahaan tidak sukses.
Apakah memang orang-orang perlu dikorbankan untuk meningkatkan harga saham? Tentu saja CEO yang pemimpin dan para pemimpin atau tim kepemimpinan lain yang ditempatkan secara strategis di seluruh perusahaan akan mendapat bantuan dari konstituennya daripada yang didapatkan oleh sebagian besar CEO dengan cara mengintimidasi bawahannya.
Mengapa? Menurut Marvin Bower (1997), ada tiga alasan utama. Pertama, sebagai pemimpin, mereka akan memperlakukan orang dengan adil dan penuh pertimbangan. Kedua, sebagai pemimpin, mereka akan membangun harga diri, kepercayaan diri, dan semangat konstituennya.
Ketiga, sebagai pemimpin, mereka akan memusatkan perhatian orang-orang sebagai individu-individu dan konstituen yang penting. Alhasil mereka adalah kunci bagi kinerja perusahaan dan keberhasilan di masa depan.
Dengan demikian, bila Anda seorang CEO, apakah yakin bahwa sebuah perusahaan kepemimpinan akan efektif karena karyawan sungguh-sungguh dipertimbangkan dan dimotivasi sedemikian rupa?
Alhasil, bersama-sama orang lain, mereka akan melakukan segala sesuatu yang mungkin untuk meningkatkan kinerja perusahaan dan akan mendapat kepuasaan pribadi dengan melakukannya.
Persoalannya, ketika sikap memimpin mampu menggantikan sikap memerintah, hal itu diyakini akan membuat banyak orang akan menyukai pekerjaan mereka.
Hal ini pada gilirannya membuat antusiasme bekerja juga meningkat lebih tinggi lagi. Hal yang lebih penting lagi adalah perusahaan-perusahaan kepemimpinan memiliki kebijakan yang dirancang untuk menjamin bahwa orang-orangnya akan diberlakukan dengan adil dan penuh pertimbangan.
Namun bagaimana dengan situasi sulit saat ini akibat dampak nyata pandemi Covid-19? Dalam kondisi demikian, Bower tidak menampik bahwa akan muncul berbagai kondisi di mana PHK tak terhindarkan.
Namun, menurut dia, ada banyak cara yang bisa ditempuh perusahaan kepemimpinan untuk memperlunak tindakan tersebut. Misalnya saja dengan pemberitahuan sedini mungkin.
Strategi lainnya bisa dengan mengurangi kompensasi, pembayaran pesangon, menyiapkan paket pensiun lebih awal, pelatihan dan pendidikan, serta membantu mendapatkan pekerjaan baru. Dengan kata lain, bilamana PHK tak terhindarkan dalam sebuah perusahaan kepemimpinan, faktor pengendaliannya adalah melakukan apa yang adil dan manusiawi serta menghindari praktik mengorbankan orang.
Dalam perspektif yang lebih luas, perusahaan-perusahaan kepemimpinan tidak akan menggunakan kemungkinan pemecatan di masa depan secara strategis.
“Mereka tidak akan mengambil keputusan dan tindakan yang didasarkan pada anggapan bahwa orang-orangnya adalah ‘barang sekali pakai,” tegas Bower.
Mereka memahami bahwa pihak yang tidak terkena pemecatan pun akan merasa getir, takut, dendam dan tidak produktif. Jadi dalam semua keputusan penting seperti akuisisi, peningkatan pembelian, merger, kerja sama atau ekspansi, chairman dan anggota dewan direksi perusahaan kepemimpinan akan mempertimbangkan dengan hati-hati dampaknya terhadap masa depan orang-orangnya.
Mereka tidak akan menghindar dari pengambilan risiko tetapi keputusannya juga tidak akan bersandar pada pengurangan tenaga kerja jika hal itu toh tidak berjalan dengan baik.
Sebagai CEO, Anda mempunyai solusi seperti apa?